-27-

328 15 6
                                    


Satu lagi proyek didapatnya hari ini. Renovasi sebuah kamar apartemen. Sayangnya, tak ada senyuman untuk sekedar membagi kesenangan kecil itu, meski dia sengaja pulang lebih awal.

Walau tanpa Renata, Stanley masih menyebut kata 'pulang' pada rumah yang biasa dia tempati bersama istri pertamanya. Belum pernah sekali pun dia menghabiskan malam harinya dengan tidur ditempat istri kedua. Semua berjalan selayaknya masih ada Renata.

Genap seminggu sejak Renata pergi, dan gerimis menemani sepanjang pagi sampai sore hari.

Kamar tidur itu sedikit gelap, sebab gorden tengah menghalangi masuknya cahaya matahari dari pintu kaca yang menghubungkan kamar dengan balkon. Pandangannya tertuju kesana.

"Re, kamu ngapain disini?"

"Ngeliat gerimis.... Aku suka aromanya."

"Berapa lama kamu disitu? Badan kamu sampe dingin gini. Kalo masuk angin gimana?"

"Ada kamu yang bakal ngangetin aku. Jadi aku ga akan masuk angin."

Dulu, pemandangan dibalkon begitu menarik saat gerimis datang. Sekarang, tak lebih dari suguhan rasa dingin.

Mengingat itu, Stanley tersenyum. Renata akan berada dibalkon hampir setiap gerimis. Berdiri dengan mata menatap langit ketika menjatuhkan berjuta air. Merasakan kelembutan tetesannya dengan menengadahkan tangan.

"Kamu pasti lagi duduk diteras buat nikmatin gerimis. Ada cappucinno hangat dan gorengan, kesukaan kamu..... Re, aku kangen!"

💖💖💖💖💖

Dentuman keras dari langit membuatnya kaget dan terjaga dari tidur sorenya. Tertidur tepatnya, sebab dia hanya duduk sebentar disofa menatap langit dari balik kaca dengan gorden yang terbuka seluruhnya.

Sedikitpun dia tak menduga bahwa gerimis sepanjang hari, akan berganti derasnya hujan, dan entah sejak kapan itu terjadi.

Langit begitu gelap karena tertutup awan abu-abu tua. Sesekali tampak terang ketika kilatan cahaya yang begitu indah tapi mematikan itu mucul dari atas sana. Stanley masih tertegun ditempatnya.

"Sayang,....kamu pulang dong! Aku takut. Ujannya deras banget....hiks...hiks..."

Terlalu sering Stanley diganggu telfon tidak penting, setiap kali hujan turun dengan deras dan menyertakan suara guntur. Kalau sudah begini, Stanley akan meninggalkan pekerjaan, lantas bergegas pulang. Demi Renata!

Ada kebanggan ketika bisa memberikan rasa aman dan nyaman pada perempuan tercintanya. Namun hujan kali ini, tak menghadirkan telfon dari pemilik suara yang terdengar ketakutan.

Sekali lagi, suara guntur terdengar. Lebih menggelegar dari yang terakhir dia dengar. Saat itulah, Stanley langsung berdiri. Seperti sedang terburu, dia berlari keluar kamar, lalu meloncati anak tangga agar bisa cepat sampai dibawah.

💖💖💖💖💖

"Renata!!"

Braakk....braakk...braakk

Stanley harus berteriak sambil sedikit menggedor-gedor pintu, setelah sebelumnya sempat hujan-hujanan ketika meloncat pagar.

"Re, buka pintu!!"

Didalam kamarnya, Renata meringkuk menahan dingin yang berhasil masuk melalui ventilasi rumahnya.

"Stanley?!" Pekiknya lirih seolah tak mempercayai daya pendengarannya.

"Renata! Buka pintunya, Re!"

Teriakan kembali terdengar, dan kali ini Renata yakin jika itu benar-benar Stanley. Siapa lagi yang memanggilnya dengan panggilan 'Re', lengkap beserta suara cadel, selain Stanley?!

STANLEY CINTA RENATATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang