-24-

302 14 14
                                    

Berkali-kali Stanley menawarkan pergi ke dokter, berkali-kali pula Renata menolaknya. Dan sekarang, dia harus merasakan siksaan sakit perut disertai muntah-muntah, setelah Stanley pergi ke kantor.

Renata tak kuat kalau harus pergi ke rumah sakit sendiri. Untuk berjalan keluar kamar saja, dia seperti tak mampu.

"Farah, bapak mana?" akhirnya dia menelfon ke kantor, setelah dia tahu bahwa Stanley lupa menyertakan ponselnya ketika pergi kerja tadi.

"Bapak belum nyampe, bu. Biasanya sih, jam 10 baru datang."

Jam 10? Setelah dia berangkat jam 7 lebih. Padahal jarak dari kantor ke rumah cuma 20 menitan. Kalaupun macet, paling lama 45 menit.

Seketika rasa sakitnya bertambah parah.

"Hallo! Ibu lagi sakit ya?" Farah bertanya setelah dia tak mendengar reaksi Renata atas penjelasannya.

"Eumm....ga kok. Cuma mau ngomong kalo hape bapak ketinggalan. Ya udah, Far, kamu lanjut kerja lagi deh. Maaf udah ganggu."

"Ga ganggu kok, bu. Oke, ntar saya sampein ke bapak kalo bapak datang."

"Makasih, Far!"

"Sama-sama, bu!"

Sambungan terputus dengan sengaja, dan Renata mulai putus asa. Ini yang kedua kali dia butuh Stanley untuk mengantarnya ke rumah sakit, namun suaminya justru tidak ada. Besar kemungkinan sedang ke tempat Cinta. Tapi dia tak boleh menyerah begitu saja pada sakitnya.

Ditariknya sebuah nafas panjang, lalu dihembuskan kuat-kuat.

💖💖💖💖💖

Hampir 2 jam Renata menjalani prosedur pemeriksaan. Hasilnya sungguh ini di luar dugaan. Ketika rumah tangganya di ambang kehancuran, dia justru mendapati kenyataan bahwa dirinya telah hamil. Padahal dia sudah bertekat untuk cerai.

Perkiraan dokter, usia kehamilannya baru 4 minggu. Beberapa hari yang lalu, ketika ada darah di bajunya dan dia sangkakan datang bulan biasa, rupanya pendarahan ringan. Pantas saja setelah itu tak ada darah lagi yang keluar.

Dokter bilang tidak ada masalah. Mungkin karena ini pertama kali hamil, Renata belum begitu paham. Termasuk perubahan pada dadanya yang tampak sedikit lebih besar.

"Alhamdulillah,....akhirnya aku hamil juga!"

Tanpa memperdulikan lalu lalang orang di rumah sakit, Renata tak berhenti menitikan airmata haru dan bahagia, disertai ucapan syukur. Selembar kertas hasil lab yang menunjukan bukti kehamilannya, masih berada di genggamannya. Sesekali, dia melihat kertas itu, untuk kembali meyakinkan dirinya, bahwa dia benar-benar hamil.

Tangan kirinya, di mana masih tersemat cincin kawin kebanggaannya, berkali-kali mengusap perutnya yang masih rata.

"Aku harus kasih tau Stanley..... Bisa jadi, dia akan cereikan perempuan itu, kalo tau aku hamil," keegoisannya belum sirna. Justru makin menjadi setelah berita kehamilannya. Sekarang ini, dia merasa sedang di atas angin.

Buru-buru Renata mengusap sisa airmatanya, lalu dia mulai mencari ponsel di hand bag merah mudanya. Dan ternyata, dia baru sadar kalau ponselnya tertinggal karena masih di charge.

"Hai, mantan!!"

Wajahnya menengadah untuk bisa melihat siapa yang telah menegurnya dengan panggilan mantan?

"Juna?!... Hai! Ngapain kamu disini?"

"Ngantar istriku. Biasalah, check up kehamilan. Kamu ngapain?"

"Aku baru ambil hasil lab."

Juna duduk di kursi kosong persis di samping Renata. "Positif?!"

"Hu um," angguknya penuh keyakinan dan kegembiraan.

STANLEY CINTA RENATATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang