*Renata POV*
Bukankah setiap orang punya masa lalu?!
Baik, buruk, lurus, melenceng, pahit, manis, getir, asam, hitam, putih, biru, abu-abu dan berbagai jenis lain. Begitu banyak rasa, begitu banyak warna juga pola, yang menggambarkan masa lalu setiap manusia.
Bagaimana dengan masa laluku dan Stanley?
Dari pada mengingatnya, kami memilih untuk tidak membicarakan. Bisa jadi, hal itu akan merusak rasa manis yang sedang kami ciptakan. Merusak warna pelangi yang akan kami torehkan.
Sempat aku berada dalam posisi berbagi cinta dengan perempuan lain. Sempat aku tidak mempercayai lagi adanya cinta sejati. Sempat aku nyaris melepaskan orang yang paling aku sayang.
Serupa pepatah yang mengatakan bahwa akan ada pelangi selepas badai, serupa itulah yang aku rasakan sekarang.
Stanley, dia segala hidupku. Semua perlakuan manisnya, membuatku merasa bangga sebagai perempuan tercintanya.
Dia bisa perlakukan aku selayaknya ratu, tanpa perlu menganggap dirinya raja. Dia bisa begitu memujaku bak seorang dewi, tanpa perlu memposisikan dirinya sebagai seorang dewa. Dia bisa membawaku melambung tinggi, tanpa perlu menciptakan sayap.
Bukan hanya mengajakku terbang kelangit ketujuh, melainkan menapaki istana surga, walau sekejap sempat kucium aroma neraka.
Apalagi yang diinginkan seorang perempuan sepertiku selain perasaan sayangnya padaku? Dia, sungguh menyempurnakan hidupku!
Selayaknya kesukaanku pada gerimis yang akan menyertakan aroma romantis, Stanley akan berusaha hadir untuk melengkapi itu. Memberikan pelukan hangat diantara terpaan angin dingin yang menyusupi pori-pori. Mendatangkan aroma nafasnya diantara wangi tanah dan dedaunan ketika tersiram hujan ringan.
Bila itu terjadi, aku sungguh berharap bahwa sang waktu akan berhenti. Tak ada kerelaan untuk mengakhiri perasaan ini. Sebab itu kami hanya akan diam menikmati.
....................
"Tiap kali aku nanya, kenapa kamu suka gerimis, kamu akan selalu menjawab, gerimis itu romantis! Aromanya begitu manis!" Kalimat keduanya setelah sapaan 'hai, sayang' yang dia ucapkan sewaktu dia datang dan langsung memberikan pelukan dari belakang.
Meski tak tampak olehnya, aku tersenyum menatap gerimis, seraya menikmati dekapannya yang makin mengerat. Mendatangkan kembali rasa hangat.
"Padahal aku ga pernah bisa ngerasain itu," lanjutnya. "Menurutku, romantis itu cuma bisa aku rasain pas aku lagi sama kamu. Biar gerimis atau apalah, kalo ga ada kamu, yang ada cuma sepi. Terus aroma manis yang kamu bilang akan datang bersama gerimis, aku juga ga ngerasain. Aroma manis itu,....." dia berhenti berkata. Satu tangannya terlepas dari dekapan, dia gunakan untuk menyibakan rambutku, yang dia arakan ke samping.
Nafasnya mulai menerpa leherku. Saat itulah aku tahu dia tengah berusaha menciumku.
"Saat aku menciummu!" Dia lanjutkan ucapannya yang sempat terhenti. "Semua bagian tubuhmu, terasa begitu manis."
Aliran darahku menghangat, seiring tiap kecupannya pada leher dan kini mulai menjelajah bahuku.
"Hahaha....mungkin memang hanya aku yang bisa merasakannya," dengan cepat, kuputar tubuhku agar bisa menatap wajahnya.
Belum puas kupandangi wajahnya, dia memaksaku untuk berada dalam posisi seperti tadi. Memberikan dekapan dari belakang. Serta masih menikmati terpaan dingin angin sore yang dibawa gerimis.
"Aku dapat telpon dari Liana..... Dia hamil 4 bulan," kubuka obrolan dengan suara datar, setelah tadi sempat sepi beberapa menit.
Aku berharap dia berkomentar, sekedar basa-basi memberi ucapan selamat, tapi yang kudengar justru dengusan nafasnya.
"Kadang aku mikir, apa yang salah sama aku? Kenapa aku ga juga bisa hamil?.... Sejak keguguran, aku belum juga ada tanda-tanda akan hamil. Padahal, dokter bilang aku sehat," kosong mataku menatap langit yang berangsur gelap.
"Apa anak selalu jadi tujuan setiap orang untuk menikah?"
Pertanyaannya terkesan berat untuk kujawab. Karena itu aku memilih diam.
"Dulu kita memutuskan nikah, apa karna aku pingin cepet punya anak?!"
Kali ini, aku hanya enggan menjawannya. Mungkin dia juga mulai jengah dengan keluh kesahku.
Dia topangkan dagunya dipucuk kepalaku, sambil sesekali dihirupnya aroma shampo dirambutku.
"Jangan pernah ngerasa jadi perempuan yang ga sempurna hanya karna kamu belum bisa punya anak..... Karna buat aku, kamulah penyempurna hidupku! Kamu alasanku, untuk bekerja nyari nafkah. Tiap tetes peluhku, akan terbayar dengan senyumanmu..... Kamu alasanku untuk pulang ketika rasa lelah datang...... Tiap kusebut kata pulang, itu artinya, sebuah rumah dimana ada Renata didalamnya."
Aku menggenggam tangannya yang melingkar dipinggangku. Mataku sudah terasa buram karena airmata. Sekali aku berkedip, maka melelehlah sudah.
"Menghabiskan sepanjang sisa hidupku denganmu..... Menjadi tua bersama, dengan atau tanpa anak..... Bukankah itu sangat indah?"
Sukses sudah airmataku jatuh mendengar ucapannya.
"Hidup terlalu singkat untuk dihabiskan buat meratapi nasib.... Jangan berpikir bahwa Tuhan tidak adil jika apa yang kita minta belum juga terkabul.....Kalo tiap permintaan kita dituruti, lalu kapan kita mensyukuri apa yang sudah diberikan Tuhan selama ini?"
Rasanya sudah tidak tahan mendengarnya terus bicara. Airmataku tak mau berhenti turun. Kubebaskan diriku dari dekapannya. Kembali berputar menghadapnya. Kutatap wajahnya sebentar, sebelum akhirnya wajahku terhempas didadanya. Memeluknya begitu kuat, aku pun menangis sejadinya.
Aku bersyukur memilikinya!
Masa bodoh dengan penilaian orang! Ini hidupku. Susah, senang, duka, bahagia, hanya aku yang merasa. Kalaupun aku tidak bisa punya anak, aku akan tetap berjalan tegak tanpa merasa malu. Tidak perlu merasa menjadi perempuan yang tak sempurna. Karena dengan cinta Stanley, hidupku sudah teramat sangat sempurna!
----------
Berbulan-bulan sejak badai terjadi, kini hampir tiap hari kulihat pelangi.
Lalu bagaimana nasib si kembar?
Entahlah! Bisa jadi mereka tumbuh jadi bayi-bayi yang lucu, yang jelas aku tak mau tahu.Bila sikapku ini dianggap tak punya hati, aku menyebut ini hal yang manusiawi. Melihat mereka seolah mengingatkan dosa Stanley. Pastinya akan membuatku sakit hati. Meski sepenuhnya aku sadar, mereka tak bersalah sedikitpun!
Atau mungkin aku perlu lebih berbesar hati menerima mereka? Semoga saja itu bisa terjadi!
Untuk saat ini, biar kunikmati hidupku yang pernah tersakiti. Merasakan kembali kebahagiaan yang sempat hilang.
Sebagai pecinta drama, dan penonton setia acara TV ternama, aku tentunya berangan bahwa drama kehidupanku juga akan berujung manis sebagai mana kisah-kisah yang kunikmati. Meski sempat kusangsikan, tapi pada akhirnya bisa kurasakan.
Jika kalian beranggapan bahwa ending yang bahagia itu hanya terdapat pada drama Korea, sinetron Indonesia atau juga fiksi remaja, maka kalian salah! Ending bahagia, juga terjadi pada kisah Stanley dan Renata!
💖💖💖💖💖
-Curhatan-
Saya menulis untuk kesenangan. Jujur saya suka jika tulisan saya diapresiasi. Tapi saya TIDAK akan meminta, apalagi sampe memaksa vote dan komen.
Dari pada dipinang penerbit, saya lebih berharap dipinang CHANNY BUNNY SWEETY!
Iyalah saya banyak kekurangan dimana-mana. Namanya juga amatir. Untuk itu saya cuma bisa bilang, BEGITULAH SAYAH......Sby, 050816
KAMU SEDANG MEMBACA
STANLEY CINTA RENATA
Romance"Jika ada yang kedua, maka lupakan yang pertama" Meninggalkan Renata. Seharusnya, itu yang dilakukan Stanley, ketika dia terjebak cinta terlarang dengan perempuan lain. Nyatanya, dia justru menempatkan Renata pada kenyataan berbagi suami.