-6-

246 9 0
                                    

Irama nafas Stanley masih sedikit memburu. Seluruh permukaan kulit putihnya pun tampak mengkilat karena peluh. Namun senyum diwajahnya, justru menyiratkan sebuah kebahagiaan.

Sementara Renata yang terbaring disampingnya, tampak sedikit lebih tenang dengan sorot mata menatap langit-langit kamar. Tak ada usaha sedikit pun yang dia lakukan untuk menutupi tubuh indahnya dengan selimut, seperti yang biasa dia lakukan setelah pergumulan seru.

Stanley menangkap ketidak nyamanan pada istrinya itu. Dia tergerak untuk meraih selimut yang jatuh dilantai, kemudian menutupkan pada tubuhnya juga Renata.

"Sayang, ada apa?" bisiknya lembut, setelah sebelumnya dia merapatkan tubuh Renata didadanya.

Tanpa menoleh pada Stanley, Renata menjawabnya, "aku sedang berpikir, apa seperti ini juga, ketika kamu melakukannya dengan perempuan itu?"

"Oh, God! Re,...ga seharusnya kamu nanya kaya gitu.", bisa dipastikan emosi Stanley tersulut dengan pertanyaan istrinya.

Mendengar itu, Renata spontan melepaskan diri dari dekapan Stanley. Bangkit, lalu duduk menghadap suaminya yang masih terbaring. "Kenapa aku tidak boleh nanya? Aku hanya ingin tau, karna diantara kita, kamu lah yang pernah tidur dengan orang lain. Lalu apa yang kamu rasakan? Hal yang sama ketika kamu tidur dengan aku? Atau,..."

"Cukup, Re!!", hardik Stanley, seraya bangkit dan duduk berhadapan. "Pertanyaan kamu itu menjijikan!"

"Oh ya?! Lalu mana yang lebih menjijikan? Pertanyaan aku, atau perbuatan kamu?!", suara Renata begitu lantang.

"Aku pikir kita udah sepakat untuk tidak membahas ini."

"Kesepakatan konyol! Lantas kamu pikir, selama ini aku tidak sakit hati tiap kali mengingat bahwa suami aku, yang aku bangga-banggakan, yang dimata orang lain, begitu sayangnya dia sama aku, ternyata tega berhianat dengan menghamili perempuan lain?!..... Sakit, Stan!.... Itu sakit banget!", berkali-kali ia menunjuk dadanya ketika kata sakit itu terucap.

"Udah, Re....cukup!", kembali Stanley menghardik.

"Enggak! Aku sudah tidak tahan! Asal kamu tau, Stan,....kalo bukan karena ancaman bunuh diri, aku ga akan pernah sudi menerima kondisi kayak gini," ditariknya kasar selimut yang tadinya juga menutupi tubuh suaminya, untuk dia balutkan secara asal, demi menutupi tubuhnya sendiri, sebelum dia beranjak turun dari ranjang, lalu bergegas masuk kamar mandi.

Stanley menyempatkan untuk memakai boxernya, sebelum mengikuti jejak Renata ke kamar mandi. Sayangnya, pintu kamar mandi itu terbanting dengan kasar, tepat ketika dia hendak menerobos masuk. Bahkan, kalau saja dia tidak refleks menarik wajahnya, bisa-bisa hidung mancungnya sudah menjadi korban hantaman daun pintu.

Braakk.....braakk....braakk....

Begitu suara yang dihasilkan, ketika telapak tangan Stanley beradu dengan daun pintu. Bukan hanya sekali, tapi berulang kali.

"Sayang, buka pintunya!", wajahnya berada sedekat mungkin dengan pada daun pintu.

Airmata Renata meluncur deras bersamaan dengan guyuran air dari shower yang dia nyalakan. Samar telinganya menangkap suara Stanley, namun sengaja dia abaikan.

"Re,.....tolong buka pintunya! Aku tau kamu lagi nangis."

Tangisannya makin menjadi. Renata meraung sekeras-kerasnya dibawah guyuran air yang begitu dingin.

Braakk....braakk....braakk.....

"Renata, kita harus bicara!"

Perlahan, Renata terduduk dan masih dibawah guyuran air dingin. Berkali-kali dia sempat tersedak ketika menarik nafas.

STANLEY CINTA RENATATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang