"Kok jam segini baru berangkat?" Sandra turun dari mobilnya dan mendapati Stanley yang diantar Renata baru akan pergi ke kantor.
"Iya nih, lagi sedikit ga enak badan," dia berusaha tersenyum pada sahabat istrinya."Sedikit kamu bilang?! Semalam tuh kamu parah banget, tau!" Renata melotot, menyanggah ucapan Stanley.
"Biasa, hiperbola dia." Stanley bicara pada Sandra. "Aku pergi dulu ya! Udah siang banget nih. Jangan-jangan rejeki aku udah dipatok ayam lagi."
"Hm, justru aku kesini bawa rejeki. Kemaren-kemaren sempat ngomong ama Renata kalo aku mau renovasi kamar Melisa."
"Bisa, bisa,....atau aku suruh orang kantor datang langsung ke rumah kamu buat liat kamar Melisa?"
"Kok orang lain sih?"
"Tenang, ntar aku yang bikin design-nya."
"Siipp," Sandra mengacungkan kedua jempolnya.
"Kalian masih mau ngobrol kan?! Aku tinggal dulu ya," pamitnya pada Sandra.
"Oke."
Kini giliran berpamitan pada istrinya. "Jangan lupa kunci pintu. Makan siang jangan telat. Sebuah kecupan di kening yang selalu dibalas dengan ciuman di punggung tangan oleh Renata. Mereka tak canggung melakukan itu di depan Sandra. Diakhiri sebuah lambaian tangan ketika mobil yang dikemudikan Stanley mulai menjauh dari rumah mereka.
"Kau lihat sendiri kan, San?!" Senyumnya hilang, berganti ekspresi serius. "Sikapnya begitu manis," Renata mulai mendorong pagar rumahnya. Menguncinya seperti biasa.
"Mmm....aku sendiri juga ga percaya kalo Stanley bisa setega itu."
Keduanya melangkah meninggalkan halaman, memasuki rumah yang tak terlalu besar, tapi terlihat cukup nyaman dan bagus. Langkah mereka berakhir di sofa ruang tamu. Sandra duduk senyaman mungkin di sana.
"Dia jarang pulang?"
"Tidak. Dia selalu pulang. Kecuali memang untuk urusan kerja di luar kota. Itu juga jarang sekali."
Sandra tersenyum sinis. "Gila ya, ga nyangka banget gitu. Kalian baru nikah dua tahunan, tapi udah kayak gini. Biasanya, rumah tangga tuh lagi rawan-rawannya kalo udah menginjak usia 10 tahun perkawinan. Sebab saat itulah, mulai timbul kejenuhan. Tapi ini,....wooww....secepat itu. Dan kau hanya bisa pasrah menerimanya."
"Aku belum punya pilihan selain menunggu."
"Menunggu kehancuranmu sendiri?!"
Tertegun. Hanya itu yang dilakukan Renata. Merenungkan ucapan Sandra yang begitu serius.
"Apa Stanley tak bisa menjadi milikku lagi seutuhnya seperti dulu? Apa selamanya aku akan berbagi? Apa aku akan benar-benar hancur?" pertanyaan-peryanyaan itu muncul di otaknya. Dia bisa apa selain pasrah dalam penantian. Sebab di sisi lain, dia masih sangat mencintai Stanley!"Aku bukan sedang manas-manasin kamu, Ren. Aku cuma ga mau sahabatku tersiksa begini. Itu sebabnya aku memberanikan diri bertanya. Maaf kalo kata-kataku membuatmu marah dan begitu membenciku."
"Enggak, San. Kamu ga salah. Aku cuma bingung aja. Apa yang mesti aku lakuin? Aku tuh masih sayang sama dia. Dan aku juga masih berharap bahwa dia akan kembali sama aku seperti dulu."
"Karna itu aku datang kesini."
"Maksudmu?"
Sandra menegakan badannya, "kamu ga mikir kalo aku kesini beneran cuma karna urusan kerjaan kan?"
Kepalanya menggeleng pelan, dikerenakan dia benar-benar tidak paham maksud Sandra.
"Ck...kamu ini! Aku kesini mau ngajak kamu pergi. Kita buat Stanley balik sama kamu!"
"Ke dukun?!"
"Jangan bilang dukun! Itu kurang sopan. Sebut saja, 'orang pintar'."
"Tapi, San,...aku ga berani.""Kamu pikir para istri-istri pejabat juga pengusaha, dan yang termasuk golongan orang berada, tidak memberlakukan hal seperti itu ke suami-suami mereka?! Naif banget kamu, Ren!"
Kejutan buat Renata. Kenyataan yang tak pernah terbayangkan olehnya, tentang fakta di balik 'keutuhan' rumah tangga yang mereka ciptakan.
"Termasuk kamu, San? Kamu juga memberlakukan hal seperti itu pada Ferdy?!"
"Tentu saja. Karena aku sangat paham, sebesar apa godaan yang menerpa para suami-suami diluar sana. Sekali kita lengah,....hancurlah apa yang kita buat selama ini."
"Jadi bisa dibilang, aku telat mempertahankan milikku?!"
"Sepertinya begitu."
"Lalu di mana perginya cinta sejati? Cinta yang tak tergoyahkan oleh apapun, yang selalu kita gembar-gemborkan semasa kita pacaran dulu, sampai kita yakin dan memutuskan untuk menikah, kalo kita masih perlu 'orang pintar' untuk membantu mempertahankan milik kita?"
"Kamu terlalu banyak nonton drama Korea sama FTV. Keluarlah! Bergaul! Dan kamu akan melihat apa itu realita rumah tangga kaum sosialita."
"Kenapa sampai sekarang aku masih begitu percaya bahwa Stanley begitu mencintaiku? Aku masih percaya bahwa Stanley akan kembali jadi milikku...utuh. Tanpa perlu berbagi."
"Terus saja menunggu, sampai Miyabi jadi perawan lagi. Karena aku yakin, hal itu tak akan terjadi. Kau akan terus berada dalam arus yang diciptakan Stanley. Terseret makin dalam dan akan tenggelam."
Mungkin benar kata Sandra. Renata terlalu naif karena kebanyakan nonton drama, percaya bahwa cinta sejati itu benar-benar ada. Tapi dia juga tidak serta merta begitu saja menerima ajakan Sandra. Dia perlu berpikir untuk harus meminta bantuan 'orang pintar' dalam memecahkan kasus rumah tangganya.
💖💖💖💖💖
KAMU SEDANG MEMBACA
STANLEY CINTA RENATA
Storie d'amore"Jika ada yang kedua, maka lupakan yang pertama" Meninggalkan Renata. Seharusnya, itu yang dilakukan Stanley, ketika dia terjebak cinta terlarang dengan perempuan lain. Nyatanya, dia justru menempatkan Renata pada kenyataan berbagi suami.