-4-

236 9 0
                                    

Dengan tubuh yang begitu kekar, nyaris tak ada kesulitan bagi Stanley untuk menggendong Renata dari mobil, sampai masuk kekamar. Dia tak rela membiarkan istrinya harus berjalan tertatih sendiri. Kaki Renata yang menerima 5 jahitan, mengharuskan Stanley berbuat demikian. Pecahan gelas itu melukai cukup dalam.

Perlahan, Stanley menurunkan Renata untuk dibaringkan diatas ranjang. Sedikit peluh dikening, dia seka dengan tangan kanannya.

Berbeda dengan ketika ditinggal, kini kamar itu sudah bersih. Seprei pun telah diganti.

Selama Renata dirumah sakit, Stanley memanggil pembantu dirumah orang tuanya untuk membereskan semua. Bukan hanya itu, Sri, nama pembantunya, akan tinggal bersama mereka, untuk sementara.

Terpaksa Renata menyetujui. Padahal, dia kurang nyaman ada orang lain dirumahnya. Selama dia bisa mengerjakan pekerjaan rumah sendiri, dia belum merasa butuh pembantu.

"Hhffff....." satu tarikan nafas panjang yang kemudian dia hembuskan perlahan, mewakili perasaan lega. Bibirnya tampak basah dan sedikit terbuka saat karbondioksida keluar dari celahnya. Membuat Stanley betah untuk tidak memalingkan muka.

"Senang bisa tidur diranjang ini lagi. 5 hari dirumah sakit, bikin aku kangen bau kamar kita."

Stanley mengempaskan tubuhnya, rebahan disamping Renata. "Cuma kangen bau kamar kita?!"

"Aku kan belum selesai ngomong." Renata memiringkan badannya kekanan agar bisa melihat Stanley. Senyumnya merekah indah dengan tatapan mata yang sedikit menggoda. "Aku kangen bau kamar kita....." ulangnya, dengan tangan yang sudah berada dipipi Stanley. Memberikan usapan lembut disana.

"Terus....."

"Aku kangen bau badan kamu...." ibu jarinya bermain diatas permukaan bibir Stanley. "Berkeringat.....sedikit mendesah...."

"Kamu jangan ngomongin keringat....apalagi pake kata mendesah. Aku jadi pingin olahraga.....tapi disini saja olahraganya."

"Ga ngantor?"

"Itu bisa ditunda...karna aku terlanjur tergoda!" Lesung dipipi kanannya selalu tampak ketika dia tersenyum. Hal yang membuat Renata suka.

Renata terkekeh nakal, "aku bisa apa selain pasrah?! Lagian, cuma telapak kaki aja yang luka. Asal serangannya ga kemana-mana."

Kalimat itu membuat Stanley makin gemas, dan bergegas melucuti pakaian istrinya.

Sementara Renata hanya bisa pasrah dan tertawa.

💖💖💖💖💖

Ketakutan terbesar Cinta adalah, Stanley akan menceraikannya setelah anak mereka lahir. Sakitnya Renata menjadi pemicu ketakutan itu.

Cinta sudah tahu kalau selama dia dirumah sakit, Renata juga dirawat dirumah sakit yang sama. Stanley sendiri yang menceritakan hal itu padanya.

Rasa bersalah yang begitu besar, membuat perhatian Stanley tercurah pada Renata. Terbukti, sejak Cinta pulang dari rumah sakit, belum sekali pun Stanley menengok Malvin dan Malva.

Lalu ketika siang ini Stanley datang, dia malah memilih makan terlebih dulu, dari pada melihat si kembar. Dia pun makin merasa terabaikan.

"Tali pusar Malvin udah putus dari kemaren. Malva baru tadi pagi," Cinta menyeret sebuah kursi dimeja makan, posisinya tepat berhadapan dengan Stanley, yang sedang menikmati makan siangnya. Sangat berhati-hati dia duduk diatasnya sebab jahitan bekas operasi caesar belum kering betul.

"Mmm....aku akan minta mama buat bikin selamatan kecil-kecilan," tanpa memandang Cinta, Stanley berkata. Dia terlalu sibuk menikmati rendang dan nasi hangat, menu makan siangnya.

"Apa Renata tidak memberimu makan?!", Cinta terlihat kesal. Tatapannya sarat akan amarah yang terpendam.

Stanley meletakan sendok dan garpunya dengan kasar. Tanpa melihat ekspresi Cinta, dia sangat paham bahwa perempuan cantik yang menjadi istri keduanya itu sedang marah. Karena itu, dia berusaha meredam amarah didirinya sendiri lebih dulu "Kamu ini kenapa?"

"Masih nanya aku kenapa?!"

"Aku ga ngerti. Aku salah apa?"

"Kamu keterlaluan!", amarah Cinta makin menjadi. "Aku tau dan sangat sadar posisi aku. Tapi si kembar tidak!"

"Aku makin ga paham. Kok bawa-bawa si kembar segala?"

"Ya ampun, Stanley....kamu sadar ga sih kalo sekarang kamu tuh udah jadi bapak?! Mana ada coba, bapak yang baru punya bayi, yang seminggu ga pulang, eh pulang-pulang malah nyari makan.... Diajakin ngomong soal anak, malah cuek."

Stanley hanya bisa tersenyum menanggapi omelan Cinta. "Tapi ga harus bawa-bawa Renata juga ga pa-pa kan?!"

"Jadi kamu ga terima? Ga suka? Lebih ngebela dia?", makin marah lah Cinta.

"Sayang, kamu tau ga sih kalo kamu marah tuh jadi makin seksi loh. Suara kamu tuh jadi kayak orang nge-rap gitu", usaha untuk meredakan amarah Cinta dia lakukan seperti biasa.

Sedikit berhasil, sebab perempuan berambut pendek itu sedang menahan diri untuk tidak tersenyum.

"Loh....aku serius. Cantik kamu tuh jadi nambah."

Pada akhirnya, ia pun tersenyum juga, "basi tau!"

"Eh, tapi aku lebih suka kalo istri aku tersenyum....nah...kayak gitu!"

Makin melebarlah senyuman Cinta.

"Tuuh....kaaann...."

Perlakuan manis Stanley tak hanya ketika bersama Renata, dengan Cinta pun, dia bisa berbuat hal yang sama. Boleh dikata, dia menyayangi kedua perempuan yang menjadi istrinya itu.

💖💖💖💖💖

STANLEY CINTA RENATATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang