Kesibukan Stanley seolah bertambah. Seminggu ini dia sering sekali pulang sampai jam 12 malam. Ada proyek pengerjaan sebuah butik di salah satu mall besar. Namanya proyek di mall, tentu jam kerjanya tak sama. Harus menunggu mall tutup, barulah bisa mulai bekerja. Alasannya demi kenyamanan pengunjung.
Memang tak harus terjun penuh, tapi setidaknya, Stanley harus memeriksa kerja karyawannya, memberikan arahan-arahan, sebelum ditinggal pulang.
Lantas apa dia bisa tenang setelah sampai di rumah? Tentu saja tidak. Dia harus terjaga jika ada telpon dari pekerjanya, bahkan harus siap kembali ke lokasi bila dibutuhkan.
"Belum kelar juga ya?" Renata tersenyum pada Stanley yang baru saja berbaring, setelah menyelesaikan mandinya.
"Masih lima puluh persen," dia miringkan badannya ke kiri, agar bisa berhadapan dengan Renata yang memang sedang miring menghadapnya.
"Tapi kalo terus-terusan kurang tidur, kamu bisa sakit beneran. Hasil lab kamu yang minggu lalu udah nunjukin kalo HB kamu di bawah rata-rata. Seharusnya kemaren kamu tes darah lagi, tapi malah sibuk kerja," omelan sayang seorang istri pun terjadi lagi.
"Ga mungkin lah. Aku rajin minum vitamin kan?! Lagian, kerjaan ini duitnya gede, Re. Yang punya orang Korea dan ga rewel soal harga."
"Syukurlah. Jadi ga krisis keuangan lagi dong."
"Lumayan terbantukan. Untungnya uang sewa kantor bisa diundur. Dan aku juga dapat pinjaman modal dari Bayu. Teman kuliahku dulu. Dia baru balik dari Australi. Memang sih, pinjamannya ga banyak. Tapi lumayan lah. Aku jadi ga perlu pinjam ke bank."
"Woow....baik sekali ya Bayu itu."
"Kayak kamu ama Sandra, Jessie dan Liana, kayak gitu juga pertemanan aku dengan Bayu. Kami berteman dari SMA. Ditahun kedua kuliah, dia pindah kuliah di Australi. Ga nyangka dia langsung keterima kerja disana."
"Aku baru tau soal Bayu."
"Aku sendiri hampir lupa. Hahahaha....jahat banget ya aku?! Oh ya, Re,...pompa air rusak lagi ya? Aku jadi mandi pake air di ember lagi."
Sebelum menjawab, Renata kembali tersenyum. "Aku lupa nyalain. Tadi kran dapur agak bocor gitu. Jadi pompa airnya aku matiin."
"Air di ember itu agak aneh tau ga?!"
"Aneh gimana?"
"Kayak bau kembang gitu."
"Hidung kamu yang salah," telunjuk dan ibunya menjepit pelan ujung hidung Stanley. Hanya sebentar, lalu dilepasnya lagi. "Udah ah, ga penting banget sih. Aku ngantuk." Satu-satunya cara untuk menghentikan obrolan, adalah dengan membenamkan kepalanya ke dada Stanley. Sebelum dia kehabisan alasan demi menutupi kebohongannya. Padahal menurut pak Abu, Stanley masih harus mandi air kembang beberapa kali lagi.
💖💖💖💖💖
"Semalem dia udah mulai curiga sih. Katanya air yang di ember bau kembang."
"Abaikan. Kamu pinter-pinter cari alasan aja. Atau dialihkan. Terus, dia masih sering ketempat perempuan itu?"
"Aku kan ga pernah tau. Dari dulu-dulu juga dia kan selalu pulang seperti biasa. Tapi kayaknya sih semingguan ini emang ga ketemuan. Aku sempat baca notif BBM dia klo perempuan itu nanya kok Stanley ga pernah datang."
"Hmm....berarti berhasil dong."
"Ga tau juga..... Stanley dapat proyek di mall dan ngerjaiinnya kan malem banget. Pulang-pulang udah capek. Bukan cuma dia yang ga disamperin, aku juga ga disentuh."
"Hahahha....dasar kamu tuh ya!"
"Yeee....kan kangen."
"Masih pagi, jeng! Jangan ngomongin gituan. Fredy lagi keluar kota. Jangan bikin aku buat nyusulin kesana."
KAMU SEDANG MEMBACA
STANLEY CINTA RENATA
Romantizm"Jika ada yang kedua, maka lupakan yang pertama" Meninggalkan Renata. Seharusnya, itu yang dilakukan Stanley, ketika dia terjebak cinta terlarang dengan perempuan lain. Nyatanya, dia justru menempatkan Renata pada kenyataan berbagi suami.