"Huahahaha......sumpah ya, ga tau deh mesti komen apa?" tawa Bayu meledak ketika Stanley menceritakan tentang kelakuan istri-istrinya yang pergi ke dukun.Pengunjung kedai kopi yang kebetulan duduk di dekat mereka, spontan menoleh sebentar, sebelum kembali ke obrolan masing-masing.
"Ya udah ga usah komen! Sialan! Udah tau temen susah malah ngakak!" di lemparnya selembar tissue yang dia tarik dari kotaknya, lalu diremasnya kasar, pada Bayu yang memang duduk didepannya.
Tissue itu gagal mendarat di wajah Bayu, karena dengan sigap dia menepisnya.
Hampir semua hal telah di tuturkan Stanley. Tapi yang paling dilematis menurut Bayu, adalah bagian dimana ternyata Renata dan Cinta pergi ke dukun yang sama, demi mempertahankan Stanley. Bisa dibayangkan bagaimana pusingnya si dukun, harus melawan ilmunya sendiri. Tarik ulur yang tak ada habisnya.
"Untungnya kamu cepet tau. Kalo ga, bisa gila kamu. Tiap hari dimantrain mulu."
"Wah parah! Nyumpain aku jadi gila."
"Eh beneran loh. Lama-lama kamu tuh bisa jadi ling-lung kayak orang dongo gitu. Karna otak kamu udah dipengaruhi mantra."
"Aku ga pernah curiga loh. Sumpah! Cuma yang jadi pikiran aku sampe sekarang, kenapa pak Abu malah nyuruh aku nyerein Re? Padahal keduanya klien dia. Aku rasa Re ama Cinta ga tau kalo mereka pergi kedukun yang sama."
"Waduuhh....jangan-jangan ada skandal antara Cinta dan pak Abu. Huhahaha....." kembali Bayu terbahak.
"Ck,...ngawur kamu!"
"Sorry, sob! Abisan kamu tuh serius banget dari tadi. By the way nih ya, aku tuh penasaran banget, gimana rasanya punya 2 istri? Terus enak mana? Berbuat ama Renata atau ama Cinta?" satu matanya dia kedipkan dengan senyum sedikit bernada ejekan.
"Kampret!! Songong nih bocah!!" makin kesal wajah Stanley mendengar beberapa pertanyaan ekspresi konyol dari sahabatnya.
"Huahahaha......KAMPRET, sob! KAMPRET!!" lagi-lagi ledekan soal huruf R terjadi. Makin terbuli lah Stanley.
💖💖💖💖💖
Kekerasan hati Renata untuk tetap tinggal dirumahnya sendiri sebelum Stanley menceraikan Cinta, tak bisa ditawar. Maka dengan terpaksa, Stanley mengalah untuk pindah sementara ditempat istrinya. Sedikit membuatnya jengah ketika harus berinteraksi dengan para tetangga, mengingat dirinya sangat kurang bisa berbasa-basi.
Tidur diranjang sempit. Langit-langit kamar yang pendek. Belum lagi suara teriakan para pedagang yang lewat depan rumah. Sungguh itu mengganggu. Begitulah resiko tinggal dikampung. Tapi demi Renata yang hamil karena perbuatanya, dia rela!
"Sateeeeee....."
Teriakan pedagang sate keliling, sampai ketelinga Renata yang sebenarnya sudah tertidur. Bergegas dia bangunkan Stanley yang juga sudah tertidur pulas dengan dengkuran sedikit keras.
"Bangun! Aku mau sate! Cepetan! Keburu orangnya pergi."
Tubuh besar itu terguncang lumayan kuat.
"Apa?" dia bertanya karena memang tidak tahu maksud Renata membangunkannya. Matanya terpicing sebab belum sepenuhnya kesadarannya terkumpul.
"Sateeeeeee......"
Panggilan terdengar makin pelan karena memang makin menjauh.
"Tuh kan.....orangnya udah jauh!" rengekan manja disertai pukulan pelan membabi buta membuat kesadaran Stanley terkumpul penuh.
Dia sempatkan melirik jam di dinding, sebelum berkata, "kamu mau sate?! Ya ampun, Re, ini udah hampir jam 12 loh."
"Ck....buruan! Bukan aku yang mau. Tapi anak kita."
"Iya,...iya...."
Segeralah dia turun dari ranjang dan bergegas lari sebelum penjual sate pergi lebih jauh. Sebelum langkahnya sampai dipintu kamar, dia kembali. Kebiasaan tidur tanpa baju dan hanya memakai boxer, terbawa meski dia pindah, maka dengan mata setengah terpejam dia pakai kembali kaos oblong yang sempat dia letakan disandaran kursi meja belajar.
"Lama banget sih! Keburu makin jauh. Udah ga usah pake celana, pake sarung aja!"
"Iya...iya..." disambarnya sarung putih bermotif kotak-kotak dengan garis merah yang juga berada ditempat yang sama dengan kaosnya.
Sambil memakai sarung, Stanley berjalan keluar kamar. Langkahnya sengaja dipercepat agar tukang sate tak semakin jauh.
"Satee!!!!" teriaknya masih dari balik pagar, dengan kepala menoleh kekanan dan kiri. Mencari-cari si tukang sate.
Karena tak ada jawaban, dia berteriak sekali lagi, dan kali ini lebih nyaring, "SATEEE!!!"
Ditunggunya beberapa saat. Setelah tak juga ada jawaban, dia putuskan untuk kembali masuk.
"Udah ga ada. Orangnya udah pergi, Re."
"Aahh....cari keluar dong! Palingan juga mangkal di pos kamling ujung gang sana."
"Besok pagi aja deh. Aku ngantuk banget ini, hooaamm...." sambil menutup mulutnya dengan telapak tangan kanan.
Renata bangun dan duduk. "Pokoknya aku ga mau tau. Kalo sampe anak ini lahir dan ternyata ngileran, itu semua salah kamu!" Ancamnya sambil menunjuk perut sendiri.
"Jangan dong! Amit-amit jabang bayi! Jangan sampe anakku ngileran gitu. Bisa gagal cakep nih."
"Makanya buruan jalan!!"
"Iya,....iya, aku pergi. Mau beli berapa? Ayam atau kambing? Pake lontong atau pake nasi?" brondongan pertanyaan dia ajukan dengan nada panik.
"Sapi! 30 tusuk. Yang mateng bakarnya. Terus, bawangnya dibanyakin. Kecap juga mau yang banyak. Jangan lupa pake irisan cabe 3 biji. Ngirisnya mesti yang keciiilll banget. Kalo bawangnya ga pa-pa diiris gede-gede. Pake nasi aja. Nasinya satu setengah porsi. Itu buat aku aja. Buat kamu terserah mau beli berapa. Jangan lama-lama! Aku udah lapar banget."
Begitu terkesima Stanley mendengar pesanan istrinya. Kedua bibirnya sampai nyaris tak bisa ditutup saking takjubnya.
"Re,....kamu lagi ngidam apa cacingan sih?!"
"Kamu tau kan, sekarang aku tuh makan buat 2 orang," dia acungan telunjuk dan jari tengah tangan kanannya, disertai senyuman tanpa dosa.
"Hadeeeehh.....gini banget ngadepin istri lagi ngidam," gerutunya dalam hati, sambil ngeloyor pergi.
💖💖💖💖💖
"Aku ga mungkin ikut campur urusan rumah tangga kamu, sob. Cuma kalo boleh berpendapat sih, dari awal yang kamu lakuin itu udah salah. Poligami hanya terjadi, tanpa ada pihak yang tersakiti. Renata adalah pihak yang tersakiti itu. Demi untuk tidak membuatnya makin sakit, kamu bersikap tidak adil sama Cinta. Akhirnya, dia merasa hak-nya sebagai istri kamu juga, tidak dia dapatkan. Apalagi dia sudah bisa ngasih kamu keturunan, sementara Renata belum. Runyam kan jadinya?"
Ceramah panjang itu diberikan Bayu kemaren, saat pembicaraan dikedai kopi berubah jadi serius. Stanley tertegun diruang kerjanya, merenungan tiap ucapan sahabatnya. Rupanya, Aussie tidak membuatnya lupa budaya serta agama.
"Hubungan kamu ama Renata, diawali dengan nikah. Sah! Tapi yang kamu lakukan dengan Cinta, itu zinah! Udah ketauan hamil, baru kamu nikahi dia. Alih-alih bertanggung jawab. Masa iya kamu ga tau, perempuan hamil ga boleh dinikahi?! Hadeeehh.... Terus kamu pikir setelah ijab kabul selagi Cinta hamil maka semua menjadi halal?! Stanley,....kamu kemana aja selama ini, sob?!"
"Coba deh kamu pikir lagi! Sorry kalo aku terlalu kasar. Abis aku ga tahan. Selama ini aku becandain kamu, karna sebenarnya aku cuma ga mau kamu jadi tersinggung aja. Aslinya sih, aku udah yang eneg banget pas tau perbuatan kamu. Tapi berhubung kamu udah telanjur curhat ama aku, ya udah, aku buka aja sekalian. Dan asal kamu tau, sob, perempuan baik-baik ga akan ngegoda laki-laki yang sudah punya istri."
"Dan jika ada kata bijak yang berbunyi, bila ada perempuan kedua dihidupmu, maka tinggalkan yang pertama. Karna kau tak lagi mencintainya. Sebab kalo kau mencintainya, kau tak akan jatuh cinta dengan yang kedua. Maka hari ini aku berkata, aku akan memilih yang pertama! Sebab yang kedua, itu hanya penggoda!"
💖💖💖💖💖
Semoga #29 bisa segera dipost.
Orderan oh orderan....
Rejeki sih ya
KAMU SEDANG MEMBACA
STANLEY CINTA RENATA
Storie d'amore"Jika ada yang kedua, maka lupakan yang pertama" Meninggalkan Renata. Seharusnya, itu yang dilakukan Stanley, ketika dia terjebak cinta terlarang dengan perempuan lain. Nyatanya, dia justru menempatkan Renata pada kenyataan berbagi suami.