-3-

276 11 8
                                    

Ketukan pelan dipintu membuat Renata membuka mata. Pintu itu terbuka, bahkan sebelum Renata sempat mempersilahkan.

"Slamat pagi!"

Sapaan ramah seorang perawat yang melangkah memasuki kamar tempatnya dirawat, membuatnya sedikit kaget. Dia tak bisa apa-apa selain tersenyum. Sepanjang pagi Stanley tertidur sambil mendekapnya.

Stanley tak bergeming. Suara perawat itu sama sekali tak mengusik tidurnya. Dengkuran halus masih terdengar dengan merdunya. Setidaknya, itu menurut Renata.

Si perawat tersenyum simpul, "saya mengganggu ya, kak? Atau saya balik nanti aja, buat ngambil tensi?"

Belum sempat Renata menjawab, Stanley sudah terbangun dengan sendirinya.

"Pagi, cantik!", serunya dengan mata yang belum terbuka semua serta kesadaran yang masih setengah, dilanjutkan dengan kecupan ringan dibibir.

Renata membelalakan mata ketika Stanley makin merapatkan dekapannya.

"Stan,....ada perawat," bisik Renata.

"Perawat?", keningnya berkerut. Matanya terbuka lebar dan mulai menebarkan pandangan. Barulah dia sadar dimana dia berada. Dia putar tubuh besarnya ke kanan. Sosok perawat yang masih berdiri ditempatnya sedari tadi, tertangkap oleh matanya. "Maaf, sus!"

"Ga pa-pa, kak. Saya yang minta maaf, karna sudah mengganggu tidur kakak. Saya harus ngambil tensi sama ganti infus."

Stanley menarik tangan kirinya yang dia gunakan sebagai tumpuan kepala istrinya. Lengannya seolah menebal. Jutaan semut seperti menggerumuni dan menggigit bersamaan. Kedua kakinya mulai dia turunkan, untuk selanjutnya menapaki lantai.

"Saya keluar dulu kalo gitu," pamitnya, dengan berpura-pura malu.

Setelah menemukan alas kakinya, Stanley pun bergegas pergi. Menjadikan kesempatan ini, untuk bisa pergi menemui Cinta.

"Suami kakak romantis....saya pikir, ciuman selamat pagi disertai panggilan sayang itu cuma ada difilm-film yang biasa saya tonton kalo pas hari valentine. Hari ini saya melihat langsung, dan itu tanpa direkayasa."

Mendengar hal itu, Renata tersenyum malu-malu, "suster lagi muji atau atau nyindir nih?"

"Saya serius, kak. Saya suka melihatnya. Coba tadi kakak ga bilang kalo ada saya disini, kan saya bisa melihat adegan selanjutnya."

"Hahahaha....." tawa Renata pun pecah.

"Udah ganteng, sayang lagi sama istri. Pasti bahagia banget punya suami kayak suami kakak. Eh, tapi kakak juga cantik kok....pantes aja suami kakak begitu sayang sama kakak."

Perkataan perawat itu membuatnya bahagia. Dia merasa seperti perempuan yang paling beruntung bersuamikan Stanley.

"Ya ampun, kok saya jadi banyak ngomong gini. Kan saya lagi kerja. Maaf ya, kak!"

"Eeh...ga pa-pa, sus. Saya seneng kok. Buktinya saya bisa ketawa.... Suster juga cantik. Suami suster juga pasti sayang banget sama suster."

Senyuman itu memang masih melekat. Sekedar menutupi kenyataan pahit didalam hati.

💖💖💖💖💖

Baik Renata maupun Cinta, tidak menyadari kalau mereka ada dirumah sakit yang sama. Meskipun sudah beberapa hari dirawat disana. Faktor ketidak sengajaan memang. Hal yang menguntungkan bagi Stanley, karena dia tak perlu mondar-mandir dari satu rumah sakit, ke rumah sakit lain, untuk mengunjungi istri-istrinya.

Tak ada niat sedikitpun buat Stanley untuk menceritakan tentang sakitnya Renata pada Cinta, atau tentang kelahiran si kembar pada Renata. Menjaga perasaan masing-masing. Itu yang dia lakukan saat ini.

"Atas nama ibu Cinta Alexandra ya, pak?"

"Iya betul."

"Ditunggu sebentar ya, pak!"

Stanley hanya menganggukan kepalanya. Sementara petugas administrasi rumah sakit langsung berkutat dengan komputernya.

Hanya ada 5 orang, termasuk Stanley, di ruang administrasi itu. 3 petugas, yang mana ketiganya adalah laki-laki, satu perempuan yang juga bertujuan sama dengan Stanley, menyelesaikan tagihan rumah sakit. Minimnya komunikasi yang terjadi, menjadikan ruang itu terkesan sepi.

"Ibu Cinta Alexandra boleh pulang hari ini. Tagihannya,...." kata-katanya terhenti.

"Sekalian sama Renata Anastasya, mas. Tolong di cek tagihannya!"

"Ya, pak? Ibu Renata siapa?"

"Renata Anastasya," suaranya dibuat sedikit lebih tinggi dan pelafalannya diperjelas, kecuali pada bagian huruf 'R".

Kembali si petugas administrasi berkutat dengan komputernya. Bola mata dibalik kacamata minus berframe tebal itu terbelalak mendapati nama yang sama pada keterangan nama suami. Stanley Praditya!

"Kenapa, mas? Ada masalah?"

"Tidak, pak. Hanya saja, untuk ibu Renata mesti konsultasi dokter dulu kalo mau pulang hari ini. Karena disini, keterangannya ibu Renata masih butuh perawatan intensif."

"Ya sudah, saya bayar tagihan ibu Cinta dulu," Stanley menyodorkan kartu kredit platinumnya pada si petugas.

"Tapi ini benar kan pasien yang dimaksud? Ibu Renata Anastasya dan ibu Cinta Alexandra?"

"Pasti kamu mau nanya kalo dua-duanya beneran istri saya apa ga? Begitu kan?!" Stanley seakan paham isi otak si petugas administrasi.

"Bukan....saya takut salah."

"Udah jangan ngeles. Emang bener kok. Dua-duanya istri saya!!"

Seketika, keempat pasang mata langsung menyorotnya.

"Wooww....dan dua-duanya masuk dirumah sakit yang sama."

Untuk pertama kalinya, Stanley mendeklarasikan diri bahwa dia punya 2 istri!

💖💖💖💖💖

STANLEY CINTA RENATATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang