"Tidak bisakah kau diam?!" Aku terlonjak, ia menyentakku. Aku memalingkan pandangan.
Apa yang salah dengannya? Tadi ia memelukku untuk menenangkanku dan sekarang ia berubah menjadi kasar seperti ini. Aku hanya menanyakan pendapatnya, ia tidak perlu menyentakku jika ia tidak ingin menjawab pertanyaanku. Batinku.
Rasa sedih kembali menyelimutiku. Kenapa di saat seperti ini orang-orang justru menjadi menyebalkan?!
Ketika aku membutuhkan seseorang untuk menghiburku, mereka malah membuatku semakin sedih.
Kurasakan air mata yang mulai kembali menggenang di mataku. Aku tidak ingin menangis. Tidak lagi! Aku sedikit membungkukkan tubuhku sehingga rambut panjangku menutupi separuh wajahku, setidaknya Brandon dan Matthew tidak dapat melihat mataku yang berlinang air mata.
Aku ingin pulang! Tidak ada guna nya lagi aku berada disini.
Aku memikirkan cara untuk segera pergi dari kota ini. Kemudian tiba-tiba aku teringat ucapan Matthew saat di pesawat, "Aku cepat 'kan? Aku memesannya lewat online." Kenapa tidak terpikir olehku?
Aku mencari ponselku kemudian mulai mencari aplikasi untuk memesan tiket pesawat. Sesaat kemudian aku mendapatkannya. Namun aku bingung, aku akan memesan tiga tiket keberangkatan ke London atau hanya satu tiket?
Aku pun memberanikan diri untuk kembali membuka suara.
"Aku akan memesan tiket pesawat untuk kembali ke London besok pagi. Kalian ikut denganku atau masih ingin disini?" Syukurlah suaraku terdengar normal!
Tidak ada yang menjawab, kurasa mereka sedang berpikir. Aku tidak mengetahui apa yang sedang mereka lakukan karena aku masih bersembunyi di balik rambutku.
"Kalau kalian ingin ikut, aku akan memesan tiga tiket. Jika tidak, aku hanya memesan satu." Aku mengintip kegiatan mereka dari sela-sela rambutku. Mereka memang sedang berpikir, terlihat dari gerak mata mereka.
"Aku ikut kau, Mad." Akhirnya Brandon menjawab pertanyaanku.
Ku beranikan diri untuk bertanya pada Matthew lagi. "Bagaimana denganmu, Matt? Kau ikut pulang besok pagi?"
"Ya." Ucapnya dingin.
Entah mengapa, tapi ini menyayat hatiku. Ia baru saja memelukku dan memperlakukanku dengan lembut. Namun sekarang ia berubah begitu saja. Sudah kukatakan bukan bahwa ia sangat mudah berubah? Terkadang ia seperti pengganggu yang menjengkelkan serta menyebalkan, kemudian ia akan menjadi pria yang super manis, dan dapat berubah menjadi kasar dalam sekejap.
Aku memesan tiga tiket pesawat ke London. Kemudian kubayar menggunakan uang di rekeningku. Setelah selesai, kuletakkan ponselku di meja di sisi kasur kemudian kubaringkan tubuhku dan kutarik selimut sampai dada.
Kucoba untuk tidur, tak peduli pukul berapa ini.
***
Pagi ini aku telah selesai mandi dan membereskan pakaianku. Kuputuskan untuk membangunkan Brandon dan Matthew.
Aku berjalan ke sisi Matthew, saat aku ingin membangunkannya tiba-tiba kejadian semalam antara aku dan Matthew kembali teringat, ketika ia membentakku. Kuurungkan niat untuk membangunkannya dan beralih pada kasur bagian Brandon.
"Bangun, Brand!" Kutepuk pundaknya beberapa kali hingga ia terbangun.
"Hm?" Matanya terbuka dan terlihat merah.
"Bangun dan bersiap-siaplah! Kita akan pulang." Kataku seraya berjalan ke kasurku.
Brandon duduk di tepi kasurnya. Aku melihat ke belakang Brandon dan ternyata Matthew masih tertidur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Loving Can Hurt
Teen FictionKetika Madison akhirnya merasakan jatuh cinta lagi setelah sekian lama, dia begitu mencintai kekasihnya, Adam Bailey. Namun segalanya berubah seketika saat Madison mengetahui kebusukan Adam selama Adam tinggal di Newcastle. Hatinya semakin hancur ke...