Tidak ada jawaban.
Apa Matthew benar-benar tidak ingin datang? Apa sebenarnya salahku padanya? Entah mengapa tapi aku memikirkannya sejak kemarin saat masih di Newcastle. Mungkinkah aku menyukainya?
Aku menggelengkan kepalaku.
Tidak mungkin. Aku tidak ingin jatuh cinta lagi pada siapapun.
Aku kembali mencoba untuk menghubungi Matthew.
"Hai," mataku membelalak tak percaya ia mengangkat teleponku.
"Halo, Matt."
"Kau tertipu! Aku bukan Matthew. Maksudku aku adalah rekamannya. Tinggalkan saja pesanmu setelah tanda berikut." Kotak suara sialan!
Bip.
"Hai Matt! Apa kau akan ke pestaku? Aku tidak memaksa, hanya ingin memastikan. Kuharap kita bisa bertemu." Kuakhiri panggilan kami. Aku menghela nafas berat. Kuubah ponselku menjadi profil silent.
Aku membuka kunci kamar kemudian keluar dan langsung menuju ke balkon. Syukurlah tidak ada siapapun di sana.
Kubiarkan pintu balkonku terbuka lebar. Dentuman musik terus terdengar dari dalam rumahku, sepertinya mereka menikmati pestaku. Kurapatkan tubuhku dengan pagar pendek yang ada di balkon kemudian kuletakkan telapak tanganku di atasnya.
Sesekali rambutku tersibak karena angin malam yang berhembus. Saat aku sedang menikmati udara malam, kudengar pintu di belakangku ditutup. Spontan aku menoleh.
"Matthew?" Aku membulatkan mataku tidak percaya. Ia melepaskan gagang pintu seraya berjalan ke arahku.
"Kau datang," aku masih tidak percaya. Ia menopang tubuhnya di pagar balkon dengan sikunya.
"Tentu saja aku datang." Ia menoleh ke arahku sambil tersenyum.
"Tapi kau terlambat beberapa jam."
"Aku tahu."
Kami sama-sama menatap ke jalanan sepi yang ada di depan rumahku.
"Kau masih marah padaku, Matt?" Aku menatap Matthew yang masih menatap lurus ke depan.
Ia menggeleng. "Aku tidak pernah marah padamu." Matthew terus menatap jalanan tanpa menoleh sedikitpun padaku.
Kurasa ini adalah saat yang tepat untuk menanyakan padanya kenapa semalam ia bersikap kasar padaku.
"Lalu, kenapa kau menjadi begitu marah padaku semalam? Maksudku, kemarin malam saat di Newcastle."
"Oh- itu, maafkan aku ya, Mad. Aku benar-benar tidak bermaksud bersikap kasar padamu."
"Huh? Apa maksudmu?" Aku terus menatapnya dan sekarang dapat kurasakan dahiku yang berkerut karena bingung dengan ucapannya.
"Soal sikapku malam kemarin, itu karena seseorang menyuruhku untuk menjauhimu." Tatapanku melemah, tidak setajam tadi.
"Adam?" Kataku berusaha menebak-nebak.
"Bukan."
"Bukan? Lalu siapa?" Aku tidak berpaling sedikitpun dari Matthew, aku terus menunggu ia untuk menjawab pertanyaanku.
"Brandon." Ucapnya singkat seraya menoleh padaku. Kali ini aku mengalihkan pandanganku ke jalanan yang ada di depan rumahku.
Aku diam tanpa berkata-kata.
"Brandon memintaku untuk menjauh darimu. Dan dia mengancamku, katanya aku tidak akan bisa menemuimu lagi jika aku tidak menjaga jarak denganmu." Matthew kembali menjelaskan sedangkan aku hanya mendengarkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Loving Can Hurt
Teen FictionKetika Madison akhirnya merasakan jatuh cinta lagi setelah sekian lama, dia begitu mencintai kekasihnya, Adam Bailey. Namun segalanya berubah seketika saat Madison mengetahui kebusukan Adam selama Adam tinggal di Newcastle. Hatinya semakin hancur ke...