Part 21

626 28 2
                                    

Segera kuterima panggilan tersebut.

"Ada apa?" Sahutku to the point.

"Hei, Madison!"

Aku tak menanggapi sapaannya.

"Look, aku minta maaf mengenai kejadian kemarin. Kau masih marah padaku, ya?"

Kuhiraukan ucapannya.

"Aku tahu aku telah menyakiti hatimu. Aku minta maaf, Mad. Tolong maafkan aku, aku benar-benar menyesal atas perbuatanku hari itu. Percayalah, aku mencintaimu."

Setelah semua ini Adam masih bisa mengatakan bahwa ia mencintaiku?!

"Kau juga masih mencintaiku 'kan? Kita bisa memulai semua ini lagi dari awal dan aku tidak akan mengkhianatimu."

Mencintainya? Tentu saja masih. Hanya saja Matthew benar, aku tidak boleh menjadi benar-benar bodoh karena masih memberikannya kesempatan setelah kesalahan besarnya.

"Aku ingin kita putus, Dam."

"Apa? Tidak! Aku tidak mau."

"Aku tidak peduli kau mau atau tidak. Hubungan ini sudah tidak layak diperjuangkan. Matthew benar, seharusnya aku tidak mempertahankan hubungan kita lebih jauh."

"Matthew? Matthew Wright? Teman lamaku?"

"Ya,"

"Jangan dengarkan dia, Mad. Dia bajingan."

"Kau yang bajingan, Dam."

"Aku benar-benar minta maaf atas kejadian kemarin."

"Aku tidak peduli, hubungan kita telah berakhir."

Kuputuskan panggilan kami. Aku lega akhirnya hubunganku dengan Adam telah berakhir.

Setidaknya sekarang aku bebas memeluk dan mencium Matthew. Tunggu, apa?! Apa yang kupikirkan?

Bagaimana bisa pikiran aneh tadi masuk ke kepalaku?

Entahlah, tapi belakangan ini aku terus memikirkan Matthew. Mulai dari alasan ia marah padaku hingga kilas balik kejadian antara kami di Newcastle.

Saat pikiranku melayang mengingat kenangan di Newcastle bersama Brandon dan Matthew, seseorang masuk ke kamarku tanpa permisi.

"Apa yang kau lakukan?" Kurasakan dahiku mengerut.

"Aku ingin bicara denganmu." Perlahan-lahan John mendekati kasurku.

"Tolong berhenti membuatku malu," sambungnya. Aku tidak mengerti, apa yang telah kulakukan sehingga membuatnya merasa malu?

"Bersikaplah yang baik. Apa kau sadar berapa kali kau membuatku malu?"

Dahiku semakin mengernyit. "Jadi bagimu aku memalukan?"

"Ya, bisa dibilang begitu." Ia menggidikkan bahunya.

"Oh, jadi kau pikir aku memalukan?! Lalu kau sebut dirimu ini apa? Apa yang dapat kubanggakan darimu, John?"

"Kau mulai bertingkah kurang ajar lagi, Madison." Ia terdengar lebih tegas sekarang.

"Aku tidak peduli. Aku sudah tidak menganggapmu sebagai ayahku."

"Kalau begitu jangan pernah makan dari hasil kerjaku!" Aku tersentak. Dia pikir itu adalah ancaman yang bisa menghentikanku dari bertingkah tidak hormat padanya?

"Bagus, karena aku tidak sudi lagi makan dari gajimu yang tidak jelas dari mana."

Sekali lagi kurasakan tangannya menampar sisi pipiku yang lain. Kini kedua pipiku terasa panas.

Loving Can HurtTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang