"Ada apa?" Matthew mengangkat kedua alisnya.
"Brandon akan menjemputku."
Kali ini aku benar-benar tidak mau Brandon menjemputku. Aku takut Brandon membawaku pada John lagi. Aku ingin berada di sini, bersama Matthew.
"Katakan padanya kau tidak akan pulang."
"Sudah, dan dia mengajakku untuk sekedar makan malam. Aku tidak bisa menolaknya lagi."
"Kalau begitu makan malam di sini saja, kalian tidak perlu makan di luar. Akan kuperintahkan juru masakku untuk membuat makan malam untuk kalian."
Matthew terlihat sangat menginginkan kami untuk makan malam di sini.
"Benar juga,"
"Kau setuju kan? Aku akan meminta juru masakku untuk memasak sekarang, jika kau setuju."
Aku berpikir beberapa saat hingga dapat membuat keputusan. "Ya, aku setuju."
"Oke, tunggu di sini, aku akan segera kembali." Ia mengatakan nya seraya bangkit dari sofa dan berjalan menuju kamar asisten-asistennya.
Beberapa menit yang lalu kami saling bertukar cerita. Kami berdua sama, anak tunggal yang tidak terlalu bahagia. Orang tuanya bercerai dua tahun yang lalu karena Ibunya berselingkuh. Hak asuh Matthew jatuh pada Ayahnya saat itu, namun beberapa bulan setelah perceraian mereka, Ayahnya meninggal karena kanker paru-paru yang telah lama dideritanya.
Sebagai anak tunggal, Matthew menjadi pewaris satu-satunya. Seluruh harta Ayahnya jatuh padanya. Bukan hanya harta benda, tetapi pekerjaan Ayahnya pun dipegang oleh Matthew sekarang. Ia tidak lagi bersekolah karena pekerjaannya sangat mencukupi bahkan untuk keturunannya nanti.
Sekarang aku mengerti bagaimana ia bisa memiliki rumah sebesar ini dengan segudang asisten. Dengan usianya yang masih muda, ini adalah suatu pencapaian yang sangat baik.
Usia kami sama, tetapi apa yang telah kulakukan sejauh ini? Tidak ada. Tidak seperti Matthew yang telah berkerja keras untuk mempertahankan kehidupan perusahaan warisan Ayahnya tersebut.
Setelah beberapa menit aku menunggu, Matthew belum juga kembali ke ruang keluarga. Aku terkejut ketika mendengar seseorang membunyikan klaksonnya, suara tersebut berasal dari depan rumah. Kurasa itu Brandon, aku segera bangkit dari sofa dan berjalan menuju pekarangan rumah Matthew.
Saat kubuka pintunya, Brandon telah berdiri tepat di depan pintu hendak menekan tombol bel.
"Hei, kau siap?" Tanyanya. Kulihat ia menggunakan pakaian santai yang rapi sedangkan aku masih menggunakan mini dress yang kugunakan untuk berpesta tadi.
"Um, begini Brand, lebih baik kita makan malam di sini saja." Ucapku seraya menyandarkan bagian samping tubuhku di ambang pintu.
"Apa? Tidak, tidak. Aku tidak ingin merepotkan Matthew."
"Aku tidak keberatan." Sambar Matthew.
"Kau tidak mengerti, Matt. Kami butuh waktu berdua. Kami butuh privasi."
Ya Tuhan, kenapa Brandon sangat memaksa?
"Aku tidak ikut makan dengan kalian, aku mengerti kalian butuh privasi."
"See, dia tidak keberatan." Aku tersenyum ke arah Matthew.
"Sama sekali tidak." Ia membalas senyumanku.
"Tapi Mad," sebelum Brandon melanjutkan kalimatnya, aku kembali memotong.
"Jika kau tidak mau makan malam di sini, berarti kau harus pulang."
KAMU SEDANG MEMBACA
Loving Can Hurt
Teen FictionKetika Madison akhirnya merasakan jatuh cinta lagi setelah sekian lama, dia begitu mencintai kekasihnya, Adam Bailey. Namun segalanya berubah seketika saat Madison mengetahui kebusukan Adam selama Adam tinggal di Newcastle. Hatinya semakin hancur ke...