"Ya! Kau dan jalangmu ini, enyahlah kalian ke neraka!" Aku pergi meninggalkan mereka, bahkan aku lupa bahwa Brandon masih berada disana.
Aku memberhentikan taksi yang lewat, kucoba untuk menahan rasa sakit ini. Aku tidak ingin menangisinya lagi karena ia telah mengkhianatiku. Adam tidak memikirkan perasaanku, kenapa aku harus menangisinya?
Matthew benar, seharusnya aku tidak mempertahankan hubungan sialan ini!
Dalam perjalanan menuju hotel, aku terus mengumpat Adam dan Caitlyn dalam hati. Hingga akhirnya aku sampai di hotel. Aku membayar taksi kemudian langsung menuju kamarku dengan menggunakan lift.
Saat aku berusaha membuka pintu, pintu kamar terkunci. Kenapa di saat seperti ini pintunya justru dikunci?
Aku mengetuk pintu dengan sesekali memanggil Matthew.
"Tunggu sebentar!" Teriaknya dari dalam. Rasanya aku tidak dapat menahan kesedihanku lebih lama lagi, tetapi aku tidak ingin orang-orang yang lewat lorong ini melihatku menangis. Air mataku sudah menggenang.
"Cepat lah, Matthew!" Gumamku pada diri sendiri.
Kudengar suara kunci diputar kemudian pintu berangsur terbuka dan memperlihatkan Matthew berdiri di balik pintu. Ia melihatku dengan bingung.
"Kau kenapa, Mad? Dimana Brandon?" Wajahnya terlihat khawatir, seperti nya.
Aku tidak mengatakan apapun melainkan langsung memeluknya. Aku tidak bisa berpura-pura bahwa aku baik-baik saja karena nyata nya aku memang sangat sakit hati.
Matthew melingkarkan tangannya di tubuhku.
"Kau benar, Matt. Adam bajingan!" Ia mengelus rambutku lembut. Kemudian menuntunku ke kasurku dan meninggalkanku sebentar untuk menutup pintu kamar. Aku menunduk kemudian kembali terisak karena rasa sakit yang sangat mendalam ini. Sungguh aku tidak bisa percaya apa yang kulihat tadi.
Saat aku mengangkat pandanganku, kulihat Matthew berjalan kearahku kemudian ia duduk di sampingku.
"Ceritakan padaku, apa yang terjadi?" Aku masih terisak, jangankan untuk menceritakan kejadian barusan. Bahkan aku kesulitan bernafas.
"Bukankah seharus nya kau bergembira hari ini?"
Benar sekali, Matt!
"Ya, tetapi sesuatu yang tidak kuharapkan terjadi."
"Ada apa?" Matthew mendengarkan dengan antusias.
"Saat kami dalam perjalanan menuju rumah Adam, aku mendapat telepon dan telepon itu dari nomer Adam. Setelah aku menerima panggilan tersebut, aku mendengar suara perempuan." Aku mengambil tissue yang ada di atas meja kecil untuk mengusap hidungku.
"Lalu apa yang salah dengan suara perempuan, Mad? Mungkin mereka hanya teman, dan si perempuan itu sedang berkunjung di ru-" ucapanku terpotong karena terisak.
Matthew terlihat terkejut melihat kondisiku sekarang kemudian ia merengkuhku ke dalam pelukannya, "Tenangkan dulu dirimu, baru bercerita."
Aku berusaha mengatur nafasku dan mulai bercerita kembali.
"Kemudian ketika kami sampai di rumahnya dan masuk ke kamarnya," aku menarik nafas berusaha untuk menahan tangisanku yang akan pecah.
"Ia sedang bermesraan dengan perempuan lain, Matt, Tangisanku pecah. Matthew terus memelukku dan menenangkanku tanpa mengatakan apapun.
"Kau benar. Tidak seharus nya aku mempertahankan hubungan kami. Dia bajingan 'kan, Matt?"
"Tepat sekali, kau layak mendapatkan yang jauh lebih baik." Ia menopang dagunya diatas kepalaku membuatku semakin tenang.
Aku menenggelamkan kepalaku kedalam pelukannya. Terasa begitu hangat dan menenangkan. Aku bersyukur karena Matthew memperlakukanku dengan sangat baik pada situasi seperti ini.
Saat kami sedang berpelukan, tiba-tiba kudengar seseorang berdehem.
"Ekhem. Maaf, tenggorokanku terasa tidak enak." Aku menoleh ke arah pemilik suara tersebut. Brandon.
Aku menarik diri dari pelukan Matthew. Kemudian aku bangkit dari kasur dan menuju kamar mandi untuk membasuh wajahku.
***
Aku berdiri di depan wastafel kemudian melihat refleksi diriku di kaca besar di atasnya.
"Kau bodoh, Madison!" Aku mencaci diriku sendiri.
"Kau bodoh! Kau terlalu mudah mencintai seseorang hanya karena ia berlaku manis padamu!" Aku kembali menangis.
Seketika kenanganku bersama Adam kembali berputar di pikiranku. Ketika ia menyatakan cintanya padaku, ketika ia mengatakan hal-hal manis padaku, ketika ia mengacak-acak rambutku saat kami sedang bertukar cerita.
Aku sangat mencintainya, andai saja ia tahu. Aku menutup wajahku dengan telapak tanganku. Meratapi kebodohanku.
Aku bergidik dan membuang kenangan itu jauh-jauh. Kubasuh wajahku dengan air dingin untuk menyegarkan pikiranku. Kemudian aku mengeringkan wajahku dengan handuk kecil, setelah itu aku keluar dari kamar mandi.
Saat aku keluar, Brandon dan Matthew sedang mengobrol, entah apa yang mereka bicarakan. Kemudian aku menyapa Brandon.
"Brandon," suaraku tidak enak didengar karena menangis. Aku benci menangis.
Aku berdehem untuk membersihkan tenggorokanku. "Maaf aku meninggalkanmu tadi." Kataku sambil terus berjalan melalui Brandon menuju kasurku.
"Tak apa. Tidak perlu dipikirkan."
Brandon memang sahabat yang baik!
Aku naik ke kasurku kemudian duduk di tengahnya. Pandanganku kosong. Kejadian yang kulihat tadi saat di rumah Adam kembali merasuki pikiranku.
Aku bergidik ngeri. Semakin kucoba untuk melupakan kejadian tadi, justru semakin sering kejadian itu kembali ke ingatanku.
"Salahkah bila aku membenci Adam?" Aku mengatakannya dengan suara yang bergetar. Brandon dan Matthew menoleh kearahku.
"Jangan begitu, Mad. Bagaimanapun juga ia pernah menjadi bagian dalam hidupmu." Sahut Brandon. Aku mengangguk.
Aku menoleh kemudian melihat Matthew sedang memainkan ponselnya.
"Matt? Bagaimana menurutmu?" Aku kembali bertanya.
Tidak ada jawaban.
"Matthew?" Kupanggil namanya sekali lagi. Dan ia mengabaikanku.
"Matthew??" Suaraku mengeras.
"Apa, Mad?!" Aku tersentak. Ia membentakku. Ia terlihat begitu mengerikan saat marah. Apa yang salah dengannya?
"Kau kenapa, Matt?" Ia menghiraukanku lagi.
"Matthew, apa salahku padamu?" Aku menatapnya bingung. Ia diam saja. Matthew benar-benar membingungkan.
"Jawab aku, Matt!" Nada suaraku meninggi tetapi tidak terlalu tinggi.
"Tidak bisakah kau diam?!"
***
Maaf buat para pembaca yang ngerasa gue kelamaan publishnya. Setelah ini gue usahain buat publish yang cepet. Ga cepet-cepet banget juga sih, sekitar 3 hari sekali.
Enjoy guys! Vomment!
KAMU SEDANG MEMBACA
Loving Can Hurt
Teen FictionKetika Madison akhirnya merasakan jatuh cinta lagi setelah sekian lama, dia begitu mencintai kekasihnya, Adam Bailey. Namun segalanya berubah seketika saat Madison mengetahui kebusukan Adam selama Adam tinggal di Newcastle. Hatinya semakin hancur ke...