Part 3 : Pantaskah aku?

431 13 6
                                    

Ya tuhan.. 

hari ini banyak kejutan yang membuatku tak berdaya. Lagi-lagi ini siksaan yang menyenangkan. Setelah itu Justin menarik tasnya dan pergi bersamaku. Justin menghidupkan mesin motornya dan aku naik dibelakang. Tak kusadari tanganku sudah melingkar dipinggangnya. Dia mengendarai motor dengan kecepatan sedang. Waktu seakan berjalan sangat lama. Entah mengapa aku merasa orang-orang yang berjalan di trotoar itu sedang melihat ke arah kita berdua, padahal aku tau betul orang-orang itu tidak ada yang mengenal kita. Ingin rasanya waktu bisa aku hentikan saat ini juga. 

"Bisakah hari ini tidak berakhir?" tanyaku dalam batin. 

Tetes air jatuh di punggung tanganku. Aku mendongak ke atas, dan ternyata hujan, cukup deras rupanya. Ini seperti jawaban dari doaku atau apa, aku tak tau. Justin memberhentikan dan mematikan mesin  motornya dipinggir toko yang tutup untuk kita berteduh. 

Justin mengulurkan tangannya ke arah langit "Ya tuhan, kenapa hujan nya tiba-tiba deras ya?". Aku hanya tersenyum. 

Senang? Bukan main!. "Terima kasih tuhan, engkau telah memberikan aku waktu untuk bisa lebih lama dengan Justin" aku berdoa dalam hati, sambil tersenyum kepada langit. 

Justin sedang asyik melamun ke arah langit. Dengan iseng ku taruh telapak tanganku ke depan matanya "woi ngelamun aja! Nanti kesurupan, jadi gue yang ribet tau." Tertawaku heboh seperti orang dangdutan". Dia hanya membalas perkataanku dengan tertawa terbahak-bahak.

Selama 20 menit, kita tertahan dengan derasnya air hujan. Bukan hanya tubuh yang tertahan, tapi hati juga. Sebenarnya rumah dia dan aku lumayan jauh jaraknya, tak kusangka dia mengantarku sampai rumah. 

"yosh, udah sampe. Ini rumah gue. Mau mampir dulu gak?" Sambil kubukakan pintu gerbang. 

Justin pun menoleh jam tangannya "mmm kali ini gak dulu deh. Langitnya udah mulai gelap, gue takut hujan deras lagi, dan gue lebih takut Paman gue yang nunggu di pintu karena gue pulang terlambat". 

"oh gitu.. okay deh be careful!" aku melambaikan tanganku dan melihat dia yang sudah pergi dilenyapkan oleh angin.

Bergegas memasuki rumah dan buru-buru mandi. Sekitar 20 menit kemudian terdengar suara handphone-ku berbunyi. Ternyata ada new message dari Justin. Kugapai handphone-ku yang sudah terjatuh ke dalam bak mandi. Aku menyudahi mandiku dan berjalan ke kamar, ku kenakan pakaian santai, baru kubuka message itu. 

"Jess, thanks for today. Gue tau ini pertama kalinya kita makan, ngobrol, jalan, dan santai bareng. Gue bersyukur lo mengiyakan ajakan gue untuk pergi bareng ke Food Court tadi siang. Oh iya, jangan lupa ada tugas kuliah. Kalau belum dikerjain, kerjain sekarang, besok deadline-nya!" 

membaca message itu seperti membaca teks proklamasi. Diucapkan dengan lantang dan terlalu bersemangat. Tidak ada satu patah kata pun untuk merespon message dari Justin itu. Senang? sudah pasti. Jessy tak senang? ini first moment untuk aku dan Justin, tapi diilain hal aku tak mau ini hanya sekedar basa-basi. 

"Ya tuhan.. semoga ini bukan hanya sekedar basa-basi." Ujarku pelan.

Hari telah berganti, seperti biasa aku selalu datang lebih awal ke kampus. Tapi hari ini tak seperti biasanya. Aku melihat dari kaca pintu, Justin sudah ada didalam kelas, sendirian pula. 

Perlahan ku buka pintu dan Justin pun sudah menoleh ke arahku "Hi Jess, morning.." sapanya.

"Ha..ha..hallooo Justin, morning too" kataku sedikit gagap. 

Justin pun merespon dengan tertawa renyah. Justin menarik tanganku untuk duduk disampingnya. Tanpa berkata-kata aku langsung duduk dan menaruh tasku di bawah kursi. 30 menit kita habiskan dengan bersenda-gurau. Vero dan Gisca datang mengagetkan kita berdua. 

"*uhuk, Gis, kayaknya kehadiran kita telah mengganggu dua mahluk yang sedang asyik berguyon" sindir Vero sambil terkekeh. 

"Ve, kantin yuk! Aku gak mau jadi obat nyamuk." Gisca tak mau kalah menyindir. Seketika perkataan mereka membuat muka kita merah. 

"yaelah kalian berdua, aku cuma ngobrol. Please, kalian jangan kemana-mana dong!" rengekku.

Perkataanku pun tak dipedulikan oleh mereka, mereka langsung keluar pintu sambil tertawa dan berkata ciee!. "Ya tuhan, mereka temanku atau bukan sih?! Aku tau niat mereka baik, tapi ini benar-benar membuatku nervous dan malu bukan main" gumamku dalam hati. 

Tak lama kemudian datang Milda dan teman-teman lainnya. "ciee ada angin apa nih Justin sama Jessy duduk deketan. Mana cuma berduaan lagi dikelas. 

Justin langsung menoleh "kata siapa berdua?! Itu ada tasnya Vero dan Gisca, tapi mereka lagi ke kantin. Dan soal gue duduk deketan sama Jessy emangnya kenapa? Gak ada aturannya kan gue gak boleh duduk sama dia?!" seketika pernyataannya membuat kelas hening. 

Aku pun tersentak dengan pernyataannya tersebut. Itu membuatku merasa tak enak dengan Justin. Karena akulah dia menjadi bahan ledekan dikelas.

Mata kuliah pun berakhir, aku langsung bergegas keluar kelas tanpa mempedulikan Justin dan teman-temanku. Sesampainya di rumah, aku langsung berbaring di atas tempat tidur. Tercium bau strawberry yang aku semprotkan malam lalu. Tersibak konflik-konflik yang aku alami hari ini di atap kamarku. 

"Ya tuhan, apakah ini salahku? Apakah aku salah jika menyukai Justin?" gumamku. 

Handphone berdering berkali-kali, tebakku sudah banyak panggilan tak terjawab dan new message yang aku abaikan. Mata seakan terasa berat, akhirnya tanpa sadar kedua kelopak mataku tertutup dengan perlahan.

Aku menoleh jam dinding, ternyata sudah 2 jam aku terlelap tidur. Buru-buru ku ambil handphone dan melihat 5 panggilan tak terjawab dari Justin, 3 panggilan tak terjawab dari Vero, Gisca, dan Milda. Message pun ku buka, ada 5 message dari Justin dan 4 lainnya dari Vero, Gisca, dan Milda. "Ya tuhan, aku membuat teman-temanku cemas. Bodohnya aku!" sambil menepuk dahiku. 

Terlihat jelas bahwa mereka meminta maaf atas perbuatan mereka. Aku pun langsung menelpon mereka dan meminta maaf atas kesalahpahaman tadi pagi, terutama Justin, entah mengapa dia merasa sangat bersalah.

Aku pun segera menelponnya, tak lama dia mengangkat telpon dariku "Justin?" sapaku. 

"Hi Jess.. gue minta maaf soal tadi pagi. Karena gue, lo jadi bahan ledekan temen-temen sekelas." Katanya. 

"Ya ampun Justin, seharusnya gue yang bilang kayak gitu. Gue yang ngerasa gak enak, karena lo udah jadi ketua BEM sekarang. Jadi, gak pantes juga lo digosipin sama gue." Ujarku dengan lesu. 

Justin menghela nafas lalu berkata "Jess? Lo lucu banget! Kita kan berteman, berteman itu kan bisa sama siapa aja, dan hak gue juga mau berteman sama siapa. Mereka gak ada hak.. anggap aja itu cuma guyonan mereka".

Entah kenapa pernyataan Justin itu membuat aku sakit "ya, kita cuma teman, aku mikir apa sih?! kenapa bisa menganggap lebih?! Bodoh kamu Jess, perdebatan dalam pikiranku ini membuatku kecewa, sakit, dan malu! 

"Jess..? kok diem aja?" pertanyaan Justin membuatku sadar. 

"Oh nothing. Okay deh Justin, gue ada keperluan lain nih. Gue tutup ya telponnya. See ya" 

Aku sama sekali tak memberi Justin kesempatan untuk membalas perkataanku, aku langsung saja menutup telponnya. Ya tuhan, mengapa aku bodoh sekali?! Membuat harapan sendiri, harapan yang bodoh, yang sebenarnya aku tahu harapan itu tak akan pernah menjadi kenyataan.

Next Chapter :)

Losing You is Sucks!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang