Part 25 : Setelah sekian lama (2)

189 12 0
                                    

*****

(Sambungan dari Part 24)


"Lo juga harus cepet-cepet cari pacar ya Jess! Biar ada yang bisa marahin lo atau ngejailin lo tiap hari hahaha" Justin kembali tertawa terbahak-bahak.

Aku tak tau harus merespon apa atas perkataannya barusan. Harusnya dia tau, dia lah jawabannya.

Krek.. tiba-tiba pintu terbuka.

Aku mendapati Vero, Milda, dan Gisca sudah berdiri di ambang pintu. Mereka membawa satu loyang pudding beserta vla nya dan juga lima gelas kaca ukuran sedang yang berisi jus jeruk.

"Ini dia! Maaf ya lama," ucap Milda.

Gisca dan Vero menangkap sinyal aneh yang luar biasa datang dariku dan Justin. Habis mengobrol tadi aku hanya bisa memainkan smartphoneku, dia pun begitu. Tak ada lagi topik yang bisa kita bahas, padahal dulu kita tak pernah kehabisan topik. Bahkan hal-hal penting sekalipun dijadikan obrolan. Aku sungguh rindu kita yang dulu.

"Heh, kok kalian jadi pada sibuk sendiri-sendiri sih?!" Perkataan Gisca tak kami respon.

Beberapa detik kemudian Gisca berbicara kembali. "Okay gue sita smartphone kalian!" Gisca merebut smartphoneku dan smartphone Justin.

"Sejak kapan ada perarturan kayak gini sih, Gis?!" tanyaku ketus.

"Sejak sekarang dan seterusnya!" Gisca balas membentak.

Milda yang melihat kita bertengkar tak tinggal diam, lalu berbicara. "Kita tuh udah lama banget gak kumpul bareng berlima kayak gini! Jadi kalian berdua harus ngertiin dong," tambah Milda.

Aku dan Justin hanya bisa menatap satu sama lain.

"Aku juga gak mau kayak gini girls!" kataku dalam hati.


"Ssst udah-udah gak usah bersitegang kayak gini. Mending kita makan aja pudding nya, mumpung masih dingin nih," ucap Vero berusaha mendinginkan suasana.

Ia memotong pudding nya lalu membagikannya kepada kita. Sampai habis pun kita masih diam-diaman. Karena tak mau berlarut-larut dalam suasana yang mencanggungkan ini, akhirnya aku menyerah untuk membuka mulut.

"Gis, Mil, maaf ya kalau yang gue lakuin tadi tuh salah. Gue.." belum sempat melanjutkan perkataanku, Justin ikut membuka suara.

"Iya gue juga minta maaf. Gue tau akar permasalahannya adalah gue. Karena gue yang terlalu sibuk dengan dunia gue sendiri, gue jadi jarang hangout bareng kalian. Ditambah lagi sekarang gue udah punya seseorang. Waktu gue buat kalian bener-bener terbagi. Semakin terbagi, semakin sedikit pula waktu gue buat kalian. Gue disini mencoba untuk adil, bukan buat kalian aja, tapi buat kuliah gue, organisasi gue. dan pacar gue sekarang. Gue cuma pengen kalian sahabat-sahabat baik gue yang paling bisa ngertiin keadaan ini semua sekarang."

Seketika penjelasan Justin membuat kita semua terdiam. Aku juga tak bisa melanjutkan perkataanku yang tadi, bahkan aku jadi lupa mau bicara soal apa.

"Maaf ya Justin. Kita sebelumnya sempet mikir kalau lo itu egois. Maka dari itu kita disini tuh pengen kayak dulu lagi. Walaupun waktunya gak banyak, setidaknya kita bisa chitchat kayak dulu, ketawa kayak dulu." Gisca merespon dengan mata berkaca-kaca.

Aku disini masih terdiam. Katanya aku mencintainya, katanya aku sayang banget sama dia. Tapi apa? Aku tak mengerti dengan keadaannya sekarang. Yang dipikiranku hanyalah bisa bersama Justin selamanya. Itu, itu aja yang aku pikirkan. Malah aku baru mengerti setelah Justin menjelaskan tentang unek-uneknya kepada kita. Aku tak tau kalau Justin juga terjebak dalam posisi 'serba-salah'.


Aku kira hari ini adalah hari yang paling aku nanti-nantikan setelah sekian lama tak kumpul bersama, tapi hari ini sama aja seperti hari yang lain, kecanggungan masih terasa diantara kita. Mungkin memang begini, kita tidak bisa kembali seperti dulu kalau perasaan ini masih ada. Mau menghindar bagaimana pun, tetap aja ada perasaan ini masih sama. Tetap ada jarak meski aku pura-pura melupakan hal yang ada didiriku.

Apakah Justin juga merasakannya? Aku rasa tidak. Walaupun situasi bersitegang sudah lewat, suasana yang diinginkan pun tetap tak tercapai. Kita hanya bisa mengobrol seadanya di kamar ini. Kalau kamarku bisa berbicara, mungkin ia akan berkata kalau aku dan Justin sama-sama munafik.

Namun untuk menyenangkan teman-temanku dengan bisa berkumpul bersama seperti ini, aku tak apa-apa walau harus melawan perasaan sakitku ini. Sesekali aku melihat matanya Justin saat ia berbicara, entah kepada Vero, Milda, Gisca atau aku. Tapi pandangan matanya kepadaku lah yang paling berbeda.

"Mmm Gis, Jess, Mil, Ve, gue mau nanya sesuatu ke kalian." Justin berbicara dengan ragu-ragu.

"Nanya apa?" Gisca yang menjawab.

"Ini Tina pengen banget kenalan sama kalian. Dia berharap bisa deket sama sahabat-sahabat gue yaitu kalian. Ya setidaknya buat kenal aja, dia pengen main bareng sama kita. Gimana kalian mau gak?" Justin meminta persetujuan dengan melihat ke arah kita satu persatu.

"Ya tentu boleh lah.. masa pacar sahabat sendiri mau deket sama kita terus kita larang gitu?" jawab Milda.

"Iya bener, kita gak sejahat itu kali," tambah Vero.

Tiba-tiba senyum pun mengembang di wajahnya Justin.

"Kalau lo Gis, Jess, gimana? Setuju gak?" tanya Justin.


Aku tidak mau berkata setuju atau mengangguk, tapi kalau itu membuat Justin senang apa aku harus menolak?

"Iya setuju kok.. tenang aja pacar lo gak bakal kita gigit haha" Gisca tertawa.

Justin membalas dengan tertawa juga.

Yang aku bisa katakana sekarang adalah, "Iya.." sambil menunjukkan senyum yang lebar kepada Justin.

Tanpa diduga Justin merespon jawabanku dengan memelukku. Betapa kagetnya sampai aku terjerembak dari kasur.

"Justin.." kataku pelan.

"Thanks ya, Jess.." ucapnya seperti sedang berbisik di telingaku.

Aku tidak tau harus memasang ekspresi apa saat ini. Senang sekaligus sedih mungkin itulah yang aku rasakan. Mendapat pelukan Justin setelah sekian lama, tapi disaat itu juga aku mengijinkannya untuk memperlihatkan kemesraannya bersama Tina tepat didepan mataku nanti.

Aku tidak bisa bayangkan bagaimana jadinya nanti. Apakah di hari nanti aku akan pura-pura tidak bisa datang karena sakit atau apakah aku harus memasang wajah tembok dan memasang senyum di sepanjang hari itu.


"Woi kalian berdua! Udah kali pelukannya.. perasaan lama banget," ucap Milda sambil menarik Justin dari pelukanku.

"Iya lo keenakan Justin!" Gisca memukul kepala Justin dengan majalah yang ia gulungkan.

"Hahaha iya maaf-maaf, abis gue terlalu seneng denger respon dari kalian," jawab Justin sambil tertawa renyah.

"Tapi kenapa cuma Jessy ya yang dipeluk sampe lama banget gitu?!" tanpa dosa Vero berbicara.

Seketika muka Justin berubah sedikit kemerahan.

Gisca langsung beranjak dari kasur dan mengambil tasnya. Lalu ia duduk di kasur kembali dan memasukkan tangannya ke dalam tas seperti sedang mencari barang yang susah dijangkau.

"Aha! Nih warna muka lo udah mirip sama warna lipstick gue nomer 16!" Gisca mengoleskan sedikit lipsticknya ke pipi Justin.

Lantas kita berlima langsung tertawa terbahak-bahak. Aku merasa lega, setidaknya masih ada satu moment langka seperti ini.


Next Part 26

*Tak bosan-bosan aku ucapkan terima kasih bagi kalian yang udah baca cerita ini sampai part ini.

*Nantikan next part dua minggu lagi^^ bye

Losing You is Sucks!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang