Part 4 : Semakin dekat

384 14 0
                                    

Dinginnya angin pagi membuat bulu tanganku bergidik. Dengan kepala yang masih bersandar di bantal, aku menoleh ke arah jam dinding. Ternyata waktu menunjukkan tepat pukul 05.00 pagi. Masalah kemarin membuatku menjadi malas ke Kampus. "terlalu didramatisir nih! Semangat Jessy Canatya Fizzi!!!" teriakku. Walaupun sudah mengumpulkan seribu kata-kata motivasi untukku berangkat kuliah, tapi tetap saja rasanya lesu, letih, lemas, lunglai, dan lemah seperti kata-kata di dalam suatu iklan vitamin di televisi itu.

Hari ini aku ingin membawa motor scooter ke kampus. "Ya jaga-jaga.. kalau ada keadaan seperti kemarin, aku siap tancap gas lalu kabur" aku terkekeh dalam hati. Tapi aku urungkan niatku, dengan berangkat ke kampus seperti biasanya, tanpa membawa motor. mention a user

Ada seorang cowo memakai earphone dan topi snapback warna biru dongker menabrakku tepat di depan pintu gerbang fakultas. Duk.. "aww!" aku menoleh ke arah mukanya "what? Justin?".

"loh Jessy?" tanya Justin.

"mmm.. aaaa.. mmm.. Justin, lo ngapain di..disini?" Tanya aku dengan gugup.

"gue mau masuk, mau ngampus kali... Oya masalah kemarin .."

perkataan Justin pun aku potong "ssst gak usah dibahas, gue aja yang terlalu mendramatisir".

"okay-okay, mending kita masuk kelas sekarang".

"yuk!" jawabku.

Saat kita berdua memasuki kelas, disaat itu pula kita tersentak kaget. "I want to apologize to you, Jessy and Justin.." ternyata teman-teman sekelas kita sudah datang semua dan mengucapkan permohonan maaf dengan lantang.

Disitu aku langsung tak berkutik sama sekali, mungkin rasa tak enaklah yang tertulis di jidatku saat itu juga. "mmm kalian kenapa kayak gini? Aku jadi gak enak".

"gak Jes, serius kita minta maaf." Salah satu temanku menyahut pernyataanku.

"Iya aku tau, tapi.. yaudah kita lupain aja masalah kemarin." Jawabku.

"aaaaa Jessy baik banget" teman-teman serentak mengatakan itu.

Justin pun tak mau kalah bilang "iya kan dia baik banget. Jadi teman aja baik apalagi jadi pacar ya?". Kaget bukan main aku mendengar pernyataan Justin seperti itu. Tak lama kemudian dosen pun datang.

3 jam berlalu, teman-teman sekelas mengajak untuk makan bareng. Akhirnya kita makan bareng di salah satu rumah makan besar di dekat kampus. Saat ku lihat Justin makan, entah kenapa dia jadi tambah keren. Apalagi sekarang saat dia memakai earphone dan topi snapback. Ya ampun.. detak jantungku berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya.

"Jess.. kenapa lo ngeliatin gue kayak gitu?".

Uhuk.. keselek pun tak terhindarkan.

"Jess, ini minum dulu".

"thanks Justin".

Tiba-tiba teman-teman yang lain langsung melihat ke arah kita berdua. Serentak teman-teman sekelas bertanya "sebentar deh, sebenarnya kalian ada hubungan apa sih? Kok kita merasa seperti nonton ftv atau sinetron gitu yah?".

Lagi-lagi pertanyaan mereka membuatku tak berkutik, dan bukan cuma aku, Justin pun tidak bisa menjawab. Dia mengambil segelas lemon tea dan terdiam selama 5 detik. Sedangkan teman-teman lain sudah tak sabar menunggu jawaban dari aku dan Justin.

Tak lama Justin lah yang buka suara "Secara status kita cuma temen kok".

"what? Status?" teman-teman lainnya langsung kaget. Ampun deh.. Kalau Justin yang membuka suara, pasti ada hal-hal surprise yang keluar dari mulutnya.

Aku mulai berpikir yang aneh-aneh. Tak mungkin Justin menganggap aku lebih. Gara-gara terlalu banyak berpikir, semua teman-teman sudah selesai makannya. Mereka langsung berpamitan dan pulang. Tersisa aku yang masih ngunyah ayam goreng.

Aku merogoh ke dalam tasku, berharap menemukan tisu "yah aku kehabisan tisu. Gawat!!" yang tadinya aku berpikir Justin sudah pulang, ternyata dia baru dari toko sebelah untuk beli minuman bersoda.

Dia menghampiriku dan melempar sapu tangannya ke arahku "makan aja kayak anak TK lo, Jess! Untung temen-temen kita udah pulang haha".

"ih.. jahat lo! Masa gue udah kuliah gini dibilang anak TK!". Dia hanya tertawa dihadapanku.

"Ayo mau pulang gak? Atau lo mau nginep disini?"

"Iya, iya.. tolong tunggu sebentar ya Mr. Justin!" dengan suara naik. Justin hanya terkekeh. Dia menungguku, lalu menggandeng tanganku menuruni escalator.

Aku diantar pulang dengan motor kesayangannya. Hanya karena ada polisi tidur yang tinggi, tanganku langsung mendekap dia.

"polisi tidur nyebelin.." dalam benakku. Justin tak merasa terganggu dengan dekapanku, tapi itu membuatku tambah berdebar-debar. "ini lagi naik motor atau naik roller coaster sih? Deg-deg'an nya bukan main" bentakku dalam hati.

Terlalu banyak berpikir lagi, tahu-tahu sudah sampai rumahku saja, "Jess, turun udah sampe, keenakkan lo meluk-meluk gue".

"Iya ini gue turun, sembarangan aja kalo ngomong" dengan nada kesel.

"ciee ngambek.. jadi gue cuma disuruh nganter aja nih? Kalo kayak gitu sih, tukang ojek juga bisa" sindir Justin sambil senyum-senyum gak jelas.

"maksudnya apa? Lo pengen masuk? Mau ngacak-ngacak rumah gue gitu?" aku menaruh helm dengan kekuatan penuh di atas jok motornya.

"Haus Jess.. lo gitu banget deh sama gue" tangan Justin mengusap tenggorokannya yang tegap. Sekarang gantian aku yang tertawa renyah

"iya, ayo masuk..". Justin masuk ke dalam rumahku dan langsung duduk di sofa. Aku tahu dia capek, karena tadi macet banget di jalan.

"nih minum dulu. Gue takut nanti lo dehidrasi terus malah ngungsi di rumah gue karena gak ada tenaga buat pulang" sambil nyodorin minuman dingin.

"yaelah jahat banget lo jess.." Justin pun memasang muka melas.

Dia menghabiskan minuman yang aku berikan tanpa sisa. Akhirnya ku ambilkan lagi minuman dingin di dalam botol. Kita bercanda seperti biasa, membahas hal-hal sepele, dari hal sepele itupun beralih kepada teori konspirasi yang kami suka. Ya, kami mempunyai banyak kesamaan dalam menyukai topik tertentu. Tak ada kecanggungan antara kami berdua, mungkin itu sebabnya orang lain menganggap kita ada apa-apa alias lebih dari teman. Sebenarnya tak masalah buatku jika ada gosip seperti itu, tapi kasihan Justin.

Walau dia selalu mengingkari dan berkata "ah biarin aja kali Jess.. mau pacaran mau enggak, kan kita yang ngejalanin", namun mungkin saja dia merasa terbebani. Waktu berjalan cepat sekali, sudah 2 jam Justin main dirumahku.

Akhirnya dia pamit pulang kepadaku dan dia berkata "sampai besok ya, Jess!".

"okay be careful ya" dengan senyum selebar bulan sabit, ku lambaikan tangan ke arahnya.

Ketika memasuki rumah, aku melihat jaket denimnya yang tergeletak dikursi.

"Sepertinya dia lupa" pikirku.

Aku ambil jaket itu, lalu ku hirup wanginya Justin. Ya ampun.. seraya dipeluk Justin. Lamunan itupun aku hilangkan dengan kibasan tanganku. "mmm gue harus kembaliin jaket dia besok. Ya gak mungkin juga kan gue simpen, lalu gue bawa ke dukun buat dijadiin pelet" seketika khayalan itu buatku geli hingga tertawa terbahak-bahak.

Next Chapter :)

Losing You is Sucks!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang