Part 20 : Teman tapi cemburu

212 9 0
                                    

Selesai mata kuliah Sosiolinguistik, tiba-tiba Justin langsung berlari keluar kelas. 

"Mau kemana lo sampe buru-buru gitu?" tanya Gisca heran. 

"Gue mau ke ruang organisasi dulu, soalnya mau ada rapat. Kalo gitu gue duluan ya. Bye guys!" Justin melambaikan tangan pada kita. 

"Aduh Pak Ketua sekarang udah mulai sibuk ya?" tanya Milda yang sebenarnya meledekku. 

Aku langsung membuang muka dan membenamkan kepalaku di tas. 

"Jess, lo mau langsung pulang atau gimana?" tanya Vero. 

"Langsung pulang aja deh," jawabku singkat. 

Akhirnya aku pulang dengan diiringi muka yang tertekuk bagai kertas yang tak sengaja kena duduk orang. Gisca mengantarkanku sambil jalan raya, lalu aku naik taksi sampai rumah.


Sesaat memasuki rumah, aku lihat rumah sedang kosong. Seakan tak mau tau, aku langsung merayap ke kamarku dan membaringkan badanku yang lemas luar biasa di atas tempat tidur. 

"BETEEEE!" Aku berteriak. 

"Iya gue tau dia itu punya kepribadian yang bertolak belakang sama gue, terus apa itu yang buat dia gak cocok kalo disandingkan sama gue?!" ucapku kesal. 

Untuk menghilangkan kekesalanku, aku beralih membaca novel karya Stephen King yang berjudul Misery. Sebenarnya aku tidak terlalu suka akan kisah seperti ini. Jika ditelisik lebih jauh cerita ini dinilai cukup simple, tapi kesan menyeramkannya sangat bagus luar biasa. Hanya melibatkan sedikit tokoh, dan di tempat yang biasa ditemui saja sudah mendapatkan kesan horror yang dalam. 

Karya Stephen King memang yang terbaik menurutku, sampai-sampai Papah juga mengoleksi novel-novelnya. Padahal setauku Papah tidak terlalu suka membaca novel fiksi, ia biasanya membaca buku yang berbau dengan politik ataupun bisnis, ya segala sesuatu yang membosankan bagiku.

2 jam penuh aku babat habis novel itu, aku baca sampai halaman terakhir. Saat aku berbaring lagi, perutku berteriak meminta makan. Aku pun turun ke dapur untuk membuat omelet special. Saat dirasa sudah kenyang, kakiku melangkah ke arah taman belakang. Aku rogoh sakuku untuk mendapati smartphoneku yang bersembunyi. 

Tanpa sadar jari-jemariku membuka folder yang berisi poto yang berkenaan dengan Justin. Mulai dari pertama kita bertemu, saat kita baca buku untuk pertama kalinya di toko buku, saat kita ke Yogya, sampai terakhir saat kita berdua di taman sehabis membeli hadiah untuk adiknya. Tiba-tiba mataku menjadi berkaca-kaca ketika melihat poto dimana tangan Justin merangkul pundakku. 

Senyuman itu tertuju khusus untukku, mata itu mata tajam yang biasanya menjengkelkan, tapi terpajang lekat di ingatan, dan wangi tubuhnya tercium jelas di hidungku sampai sekarang. "Aduh kenapa juga gue buka-buka poto beginian!" Aku langsung mematikan smartphoneku. Matahari mulai bersembunyi, lalu digantikan oleh cahaya bulan dan bintang. Ada message masuk yang isinya adalah Papah dan Mamah ada project mendadak di Bali. Jadi selama 3 hari ke depan, aku akan tinggal sendirian di rumah.


Keesokan harinya aku masih menggunakan taksi untuk pergi ke kampus. Akhir-akhir ini Justin jarang datang lebih awal, ia pasti datang 5 menit sebelum mata kuliah berlangsung. Selang beberapa menit, Gisca dan Vero datang. 

Puk.. "Woy pagi-pagi udah bengong aja." Gisca menepukku dengan gulungan kertas. 

"Eh kalian.." jawabku dengan nada datar. 

"Pagi-pagi udah gak semangat aja. Lo kenapa sih, Jes?" tanya Vero. 

Aku cuma bisa merespon dengan menggelengkan kepala. 

Losing You is Sucks!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang