Part 9 : Inikah pertanda?

272 13 0
                                    

*Hallo my reader, I'm so sorry karena baru update lagi. Kemarin-kemarin gak sempet karena banyak tugas kuliah.

*Terima kasih masih tetap untuk membaca cerita ini.



Hampir semua wahana kita naiki, dan hampir semua wahana juga aku dan Justin duduk bersebelahan. Saat dirumah kaca, orang yang pertama aku temui juga Justin. Saat menaiki halilintar, tangan yang ku pegang adalah tangan Justin. Saat menaiki hysteria, orang yang ku muntahi adalah Justin. Sebenarnya bukan dia, tapi hanya saja sapu tangan dia lah yang aku muntahi. 

Tapi yang terakhir itu sungguh memalukan. Berkali-kali aku meminta maaf kepadanya. Berkali-kali juga dia bilang tidak apa-apa. Dia tidak jijik sama sekali. Dia malah membantuku, dia juga membelikanku obat anti mabuk. Kita hanya berdua karena kita sengaja memisahkan diri dari teman-teman.

"gimana udah baikan?" tanya Justin sambil mengambilkanku teh hangat. 

"udah kok, kita udah istirahat sejam kan. Tenang aja, okay! Tapi thanks ya lo udah mau ngerawat gue" jawabku dengan panjang kali lebar. 

"serius? Iya sama-sama. Itu juga sebagai tugas gue ngejagain lo. Yaudah mending kita cari teman-teman yang lain" 

Dia meraih tanganku lalu digenggamnya dengan erat. Jantungku berdebar-debar tak karuan. Hari ini memang bukan yang pertama, aku bergandengan tangan dengan Justin. Tapi yang ini Justin sendiri yang meraih tanganku dengan kesadarannya.


Sekitar 30 menit kita mencari teman-teman yang lain. Dari jarak jauh kita melihat mereka, mereka pun melihat kita. Dengan cahaya blitz yang sangat menyilaukan, Milda memotret aku dan Justin yang sedang bergandengan tangan. 

Serentak semua teman-teman langsung berteriak "CIEEEEE...." kepada aku dan Justin. 

Tak terhindari lagi mukaku dan muka Justin sama-sama seperti strawberry, merah padam. 

"pasti mukaku sedang berada di mode idiot lagi" teriakku dalam hati. 

"Sssssttt kalian ini.. udah mending kita cari makan terus pulang" Justin berusaha menyudahkan scenario mereka yang membuat kita berdua menjadi bahan ledekan.

Kita menyetujui dengan usulan Yoga dan Andra untuk makan seafood di salah satu restoran terkenal disana. Semenjak kejadian seharian ini, aku dan Justin menjadi sedikit awkward. Setelah makan, aku pamit kepada teman-temanku untuk langsung ke mobil. Tak jadi masuk ke mobil, aku malah duduk di depan kap mobil Gisca sambil memandang langit yang sudah berubah menjadi kehitaman. 

Terlalu banyak yang aku pikirkan hari ini soal Justin. Entah mengapa ia menarik ulur hatiku terus-menerus, tapi di lain sisi aku juga mengetahui kalau Justin tidak melakukannya dengan sengaja. Itu semua hanya perasaanku saja. Hanya aku yang merasakan hal tersebut. Mestinya aku tahu diri. Dia itu siapa, aku itu siapa. Masih banyak perempuan cantik yang menyukainya, dan mereka jauh lebih baik dari aku. Kadang aku berpikir kalau aku memang tak pantas untuknya. 

Walaupun akhirnya dia tau tentang perasaaanku yang sebenarnya kepada dia, dia pasti tetap menganggap aku sebagai teman, tidak lebih. Disaat itu juga aku ingin menangis, tapi aku juga ingin tertawa kalau melihat tingkah konyolnya di depanku. Aku tau kalau aku sangat menyayanginya, tapi kalau memang bahagianya dengan orang lain, aku bisa apa? Memikirkannya saja aku sudah sakit.


Aku bersandar di kap mobil Gisca dengan nyamannya. Dengan inisiatif aku angkat telunjukku ke atas langit yang hitam legam, lalu aku gerakkan untuk membentuk garis sesuai dengan namanya, J U S T I N. Pada akhir kata 'N', seseorang datang mengejutkanku 

"Jess, ngapain diluar sini? Kan lo abis sakit tadi. Mending masuk ke mobil deh." Perintah Justin dengan halus. 

"gak apa-apa kok. Gue suka disini sambil ngeliat langit malam". 

Tiba-tiba Justin menyodorkan jaketnya "nih pake. Gue takut lo sakit lagi". 

Saat itu juga yang aku lakukan hanya menerima Jaketnya lalu ku pakaikan ke badanku. Hangat dan wangi Justin yang menempel di jaketnya, berpindah ke badanku. 

"entah kenapa saat gue bersama lo perasaan gue jadi campur aduk." Perkataan Justin langsung membuatku terdiam.

"Gue pengen ngejailin lo, tapi gue juga takut bikin lo marah. Gue pengen memuji lo, tapi gue takut lo kege'eran. Gue pengen selalu ada dideket lo, tapi gue takut lo risih. Gue pengen bilang sesuatu ke lo, tapi gue takut lo tiba-tiba menjauh". 

Aku masih terdiam, tapi dibenakku muncul seribu tanda tanya yang berkumpul jadi satu yang membentuk kata "apa maksud dari itu semua?". 

Dengan memberanikan diri, aku mengucapkan persis seperi perkataan yang ia ucapkan "gue juga pengen ngejailin lo, tapi gue takut lo marah. Gue juga pengen memuji lo, tapi gue takut lo kege'eran. Gue juga pengen selalu ada dideket lo, tapi gue takut lo risih. Gue juga pengen bilang sesuatu ke lo, tapi gue takut lo tiba-tiba menjauh". 

"emangnya apa yang pengen lo bilang ke gue?" tanya Justin. 

"mestinya lo dulu dong. Kan lo duluan yang ngucapin itu" jawab aku.


Tiba-tiba badannya dicondongkan ke arahku, dan pandangan matanya menjadi lebih tajam. Hanya sekitar satu jengkal, mukaku dan mukanya berhadapan. 

"Jess, sebenernya gue itu.." 

belum sempat melanjutkan perkataannya, Yoga dan Vero sudah menampakkan diri "woi kalian ngapain nih berduaan disini? Wah sepertinya ada gossip baru nih?!" ledek Yoga dengan muka ngeselinnya. 

Akhirnya Justin menjauh dariku dan langsung berkata "apaan sih lo ga?! Gue jitak nih!" mereka pun berlari-larian seperi anak TK. 

Setelah beberapa menit teman-teman lainnya juga datang, lalu kita naik ke mobil dengan pasukan masing-masing. Justin tidak bareng dengan kita karena dia membawa mobilnya sendiri. Beberapa jam telah kita lalui dijalanan yang macet. Sesampainya di rumah, aku langsung mandi, lalu merebahkan diri hingga aku ketiduran.

*****


Next Part


*terima kasih masih membaca ceritaku ini

*maaf kalau sedikit maklum kuliah lagi sibuk-sibuknya><

*nantikan cerita Justin dan Jessy minggu depan. terima kasiiiih

Losing You is Sucks!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang