Pantas ia murung sore itu. Lembayung jingga seakan tak mampu menarik bibirnya, melengkung. Kutanya ia mengapa dan yang kulakukan adalah tertawa setelahnya.
Ya, waktu itu semua terdengar aneh. Ia yang murung berkata padaku, "Sepertinya, aku jatuh cinta pada dua orang."
Yang kupikirkan, mana mungkin satu hati mencintai dua orang? Semua orang juga tahu, satu hati untuk satu pemilik, tidak lebih. Tidak ada yang konyol, aku hanya merasa tak masuk akal. Mungkin itulah yang membuatku tergelak.
Waktu itu ... bukanlah waktu sekarang. Benar, setelah mengalami baru kita merasakan. Sesaknya mencintai dua orang--entah mana yang benar-benar dicinta.
Murung itu kerap kali menghampiriku, seperti ia yang kutertawai sore itu. Dua hati, manakah yang benar-benar kuinginkan?
Jika kalian bertanya begitu, aku menginginkan keduanya.
Dua hati, manakah yang benar-benar perhatian?
Jika kalian bertanya seperti itu, jawabannya adalah; sama.
Dua hati, manakah yang kamu cinta?
Jika kalian bertanya seperti ini, maka aku akan bungkam. Katakan aku bodoh, karena hati ini tak bisa tegas.
Dan dari sekian pertanyaan, aku paling benci menerima kalimat ini;
Yang kamu cintai atau yang mencintaimu?
Cukup.
//8 Juni 2016//

KAMU SEDANG MEMBACA
Pelepas Rasa 2
PoesíaAkhirnya pun, hanya, selalu, dan kutumpahkan pada kata dan kata tentang rasaku. Copyright 2016 by Aksara- //Manikdewi. #214 Poetry on 10/6/17 #164 Poetry on 15/6/17