Coba tebak, ini hari apa? Kalau kamu berhasil menebak, aku akan memberikanmu hatiku :)
Ah, tidak. Aku hanya bergurau. Lagipula, aku tidak akan membiarkan hatiku terjatuh padamu lagi, bahkan sampai memberikannya lagi padamu. Ini yang terakhir kalinya. Aku janji. Ah ... semoga saja.
Aku ingat di hari dan bulan kesayanganku waktu itu. Tidak begitu lama, kiranya baru berlalu dua bulan lebih duabelas hari. Kita masih mengenakan seragam putih abu, masih resmi menjadi anak SMA yang menanti datangnya hari ujian.
Mau tahu satu rahasia yang tidak kubagikan saat itu?
Hari itu ... menjadi sangat berarti karenamu. Tentu saja, berarti hanya untukku.
Pagi itu, untuk pertama kalinya kamu menghampiriku. Tidak, ini bukan kali pertama. Ini adalah momen kedua, yang tanpa sengaja aku bersamamu di hari bahagiaku. Mungkin aku harus menceritakannya dari awal? Boleh juga, mengingat kisah cintaku ini akan berakhir sebentar lagi. Tinggal menunggu waktu hingga penaku mengukir titik, menggantikan jeda yang selama ini aku tulis, berharap akan ada kesempatan untuk menulis cerita tentang kita berdua.
Dulu, di tahun pertamaku. Aku ingat saat itu jam pelajaran sedang kosong. Aku duduk di bangku nomor tiga dari depan, sibuk mengobrol dengan teman sebangku. Ketika kamu datang dengan satu earphone tergantung di telingamu, aku mengernyit, bertanya-tanya tentang kehadiranmu yang tiba-tiba. Bodohnya, aku tidak mengenali perasaanku waktu itu. Momen itu ... belum berarti apa-apa untukku. Lalu, apa yang terjadi selanjutnya? Kamu duduk di atas mejaku dan menyerahkan satu earphonemu padaku. Ah, ternyata dia ingin aku melihat salah satu berita di Youtube untuk materi tugas Bahasa Indonesia yang baru saja dibagikan. Kalau diingat-ingat lagi, aku sangat bersyukur belum menyadari perasaanku waktu itu. Kalau sudah, aku bisa mati berdiri karena syok dan malu sudah berpikiran macam-macam. Hahaha.
Lucu, ya. Betapa momen sederhana yang sudah berlalu cukup lama, baru berkesan untukku dan membuat jantungku berdebar. Mungkin memang benar kata orang, cinta tak pernah memandang waktu dan pelaku. Asal datang tanpa permisi, tapi sangat sulit untuk dihilangkan. Andaikan aku tahu kalau pada akhirnya akan sama seperti kisahku 'dulu', berharap dan mencintai sendirian, lebih baik aku menghindar.
Tapi, apakah dari awal aku mempunyai pilihan untuk menghindari cinta?
Tahun ini, hari bahagiaku datang lagi. Dua bulan lebih duabelas hari yang lalu. Aku merasa semua ini seperti hadiah perpisahan yang memang Tuhan persiapkan untukku. Beliau mempersilakanku untuk bisa dekat denganmu seharian itu. Klasik. Begitu sederhana. Sikap-sikap konyol dan candaanmu mengisi hariku. Tapi kali ini, aku tidak berani berharap banyak. Dengan kesempatan langka seperti ini aku sudah merasa lebih dari cukup. Foto kita berdua di bendungan itu akan kusimpan. Akan kuingat bahwa aku pernah melewati hari bahagiaku itu denganmu.
Sudah berakhir? Belum. Sebentar lagi. Biarkan aku melanjutkan kisahku, membongkar sedikit kenangan yang bermakna dalam memoriku.
Tepat di hari bahagiaku, kamu menghampiriku. Aku tidak akan lupa bagaimana caramu tersenyum. Aku yakin tidak akan bisa jujur di hadapanmu; senyummu terlalu manis. Ya ampun, sejak kapan aku bisa berkata-kata gombal seperti ini?!
Lalu, kata-kata itu terucap dari bibirmu. Kata-kata selamat dan gurauan minta traktiran. Ah, andaikan kamu tahu, aku begitu gugup ketika kita saling berjabat tangan. Ini ... adalah kali pertama kamu menghampiriku dan mengucapkan selamat di hari bahagiaku. Meski ini adalah momen kedua, tapi di momen pertama aku tidak ingat kamu mengucapkan selamat? Dengan seenaknya dan diiringi dengan tawa, kamu langsung berkata minta traktiran. Huh, dasar!
Dan hari ini adalah milikmu. Hari ini adalah hari bahagiamu. Sungguh menyedihkan. Kenapa harus sekarang? Kenapa hari bahagiamu datang ketika kita sudah resmi melepas masa SMA?
Aku ingin menghampirimu seperti kamu menghampiriku. Aku ingin mengucapkan selamat langsung dari bibirku. Aku ingin bertatap muka denganmu, akan aku tunjukkan senyuman lebarku. Tapi, memang waktunya tidak tepat. Tidak akan pernah tepat lagi karena kita sudah melepas seragam putih abu. Entah kapan, mungkin tidak ada lagi kesempatan untuk bisa mencuri pandang ke wajahmu setelah ini. Kita sudah berdiri di jalan masing-masing. Maka dari itu, aku akan menutup kisahku sampai di sini.
Jadi, ijinkan aku mengucapkan sederet kata sederhana ini untukmu, sederet kata yang penuh harap, namun tak menuntut untuk dibalas; Selamat ulang tahun, Kamu :)
15-05-2017.
Dan ceritaku berakhir seperti ini, tidak lagi ada jeda. Cinta ini atas kemauanku sendiri, aku yang memutuskan untuk memulai hingga aku mengakhirinya hari ini ... seorang diri.

KAMU SEDANG MEMBACA
Pelepas Rasa 2
PuisiAkhirnya pun, hanya, selalu, dan kutumpahkan pada kata dan kata tentang rasaku. Copyright 2016 by Aksara- //Manikdewi. #214 Poetry on 10/6/17 #164 Poetry on 15/6/17