Hari Kemarin

326 11 0
                                    

Pelanginya masih sempurna. Melengkung di tengah gerimis, manis. Lalu lalang orang-orang berpayung warna-warni, masih sama seperti kemarin. Aku sendiri menepi, menyingkir dari embusnya angin, meninggalkan jejak basah pada tanah lanau.

Ada sesuatu yang menghampiri. Bukan suka, tapi duka melanda lagi. Setelah tangisan hebat itu tak kutemui cerahnya pagi. Menghela napas, kupandang si gerimis. Jatuhnya menghanyutkan, bulirnya mengalir pada patera. Tidak seperti kemarin. Jatuhnya berdentum dan keras, dadaku bahkan ikut bertalu bersama air mata. Dan hal itu tidak datang lagi hari ini.

Sesaknya awan abu mungkin telah mereda. Tinggal isakan tipis yang akan hilang. Tapi aku masih diam. Berharap ia jatuh lebih deras, seperti kemarin. Lalu, aku akan datang padanya, berputar dalam dinginnya udara, merentang tangan dan memeluk segenap hujan. Aku . . . menangis bersamanya.

Hari ini kukatakan, sesakku belum mereda layaknya awan dan tangisku belum berubah jadi gerimis yang manis. Bila hujan tak datang menemani, pada siapa air mata ini bersembunyi?

29/08/16
A.

Pelepas Rasa 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang