day 36

167 22 4
                                    

Aku menenteng koperku menuju lantai bawah. Ternyata aku yang selesai pertama. Vanessa yang baru datang, menghampiriku dengan jalan tegapnya.

"Ready?" tanya Vanessa.

Aku mengangguk.

Lisa, Roni, dan Sierra berdiri di sebelahku. The boys keluar dari kamarnya masing-masing.

"Time to farewell!" seru Vanessa.

Aku mendapat giliran pertama untuk memeluk the boys. Aku memeluk Louis pertama.

"Will miss you, Fandra." ucap Louis.

"So me."

Lalu aku memeluk Liam.

"You're my little sister until today. See you, love."

"See you too, Liam."

"Hi, Harry." ujarku memeluknya yang sudah siap dengan lengannya terbuka lebar.

"Sorry for this." ujar Harry memegang telapak tangan kananku yang sudah sembuh.

"It's ok. But, it's unforgettable moment."

Aku beralih ke Niall yang diam sedari tadi.

"Niall?" Niall malah langsung memelukku.

"Hope you'll comeback." bisiknya.

"Someday." kataku tersenyum.

Kami berfoto bersama dengan kamera ponselku. Setelah aku berpelukan dengan Lisa, Roni, dan Sierra, aku memasuki mobil. Aku akan diantar Mr. Danish.

Aku pulang ke Indonesia sendirian. Dalam arti, Mbak Dinar tidak menjemputku. Aku ambil sisi positifnya saja, aku bisa belajar mandiri.

Rasanya baru kemarin aku sampai di Negeri Ratu Elizabeth ini. Waktu berlalu begitu cepat rupanya. Sampai jumpa Inggris, I'll comeback someday.

*****

Akhirnya, aku kembali ke sekolah. Kembali dengan teman-temanku. Ya, walaupun kemarin aku baru sampai, aku tak ingin ketinggalan pelajaran jika harus izin untuk istirahat.

Suasana sekolah tak ada yang berbeda jauh. Hanya saja, mading sekolah penuh terisi dengan beritaku. Belum lagi, anggota jurnalis sekolah memintaku untuk melakukan wawancara.

"Kau mengambil kepopuleran Judith, kau tahu?" tanya Vanya di sebelahku.

"Aku tidak terlalu peduli dengan itu."

"Eh, orangnya malah dateng." kata Vanya berbisik.

"Hi, twins!" ujar Judith dengan teman-temannya di belakangnya.

Aku dan Vanya hanya diam.

"Ok, to the point saja, kalian mau bergabung denganku?" tanya Judith.

Aku menengok ke arah Vanya dan tersenyum.

"Sorry, we're independent." kataku.

Aku dan Vanya meninggalkan Judith yang sedang mendumel karena kami tolak. Aku hanya tertawa melihatnya.

"Queen vlog is coming!" seru Steven ketika kami memasuki kantin.

Aku hanya menggelengkan kepala karena sikap Steven.

Aku dan Vanya duduk bersebelahan dan menunggu Rey dan Steven yang pasti akan duduk dengan kami.

"Fandra, kapan kau akan mengupload video wawancaramu dengan One Direction?" tanya Dila yang melewati mejaku dan Vanya.

"As soon as possible." kataku.

"I will waiting!" seru Dila.

Aku hanya tersenyum.

Rey datang dengan gaya dinginnya. Steven, jangan ditanyakan lagi. Ia datang dengan gayanya yang tebar pesona.

"Dasar aneh." kataku di hadapan Steven.

"Suka-suka lah. Memangnya kau peduli?" tanya Steven.

"Untuk apa aku peduli?"

"Sekarang giliran Fandra yang traktir." ujar Vanya.

"Baiklah, tunggu sebentar. Kalian mau pesan apa?"

"As usual." ujar Steven.

"Tidak bosan?" tanyaku.

Steven hanya menggeleng. Rupanya ia sudah lelah berdebat denganku.

"Rey? Vanya?" tanyaku.

"Aku kentang goreng dan air mineral saja" ujar Vanya.

"Baso tahu dan fruit tea saja."

"I'll be back in 15 minutes."

"Van," panggil Steven.

Aku dan Vanya menoleh.

"Maksudku, Vanya. Kenapa kau tak ikut dengan Fandra? Ia akan sulit membawa pesanan kami." lanjutnya.

"Kau saja. Aku lelah."

"Aku saja kalau begitu." kata Rey.

"Tidak-tidak, kalau begitu aku saja." ujar Vanya.

Pasti ada sesuatu di antara Rey dan Vanya. Vanya menggandeng tanganku dengan wajahnya yang tak bisa kuartikan.

Setelah memesan makanan, kami mebawanya kembali ke meja. Aku senang karena kami kembali berkumpul. Rey sudah tak terlalu pendiam sejak temannya itu kembali.

SomedayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang