day 39

436 27 0
                                    

Setahun setelah aku keberangkatanku ke Inggris, aku dinyatakan lulus. Dan aku sudah mendaftarkan diriku ke beberapa lembaga pemberi beasiswa ke Inggris. Jika diterima bersyukur, jika tidak pun aku tak apa.

Malam ini ada acara prom sekolah. Ya, angkatan kami dinyatakan lulus dengan nilai yang baik.

"Sayang, Steven sudah di bawah. Ngomong-ngomong dia cukup tampan malam ini." ujar ibu melewati kamarku.

"Kalau begitu, Ibu saja yang pergi dengannya."

"Ibu tak ingin merusak acaramu."

Aku mengenakan heels hitam yang sudah mendiami kardus selama 1 tahun. Aku tak pernah mengenakannya. Tapi, karena malam ini spesial, aku akan memakainya.

Aku hanya mengenakan dress hitam selutut, lengannya berhenti di atas sikuku. Aku hanya menggerai rambutku dan menjepit poniku yang sudah panjang. Aku membawa tas pesta kecil berwarna silver yang kuselmpangkan.

Setelah siap, aku segera pergi ke teras rumah dan berpamitan dengan ibu dan Paman Rezki. Aku menghampiri Steven yang bersender di kap mobilnya.

"Hey!" seruku.

Dia hanya diam menatapku dari atas sampai bawah.

"Ada yang salah?" tanyaku melihat diriku sendiri.

"No, you're perfect."

"Thank you." kataku tersenyum.

Kami sampai di gedung sekolah. Prom night sekolah kami memang diadakan di aula sekolah yang cukup luas.

Memasuki gedung, aku menemukan Vanya dan Rey. Mereka terlihat baik? Tentu saja tidak. Mereka sedang meributkan sesuatu. Aku dan Steven menghampiri mereka berdua.

"Kalian berdua ini kenapa? Apa yang kalian ributkan lagi?" Steven mulai emosi.

"Tidak ada." ujar Vanya berbohong.

"Ya sudah, kita masuk ke dalam." ajakku.

Vanya dan Rey hanya mengangguk.

*****

Prom semalam berjalan dengan lancar. Dan kalian tahu? Vanya dan Rey yang dikenal selalu ribut, menjadi prom king dan queen untuk angkatanku. Bahkan Judith sempat bergumam kesal.

Aku sebenarnya sedang menunggu tukang pos. Hari ini, hasil pengumuman beasiswaku akan dikirimkan ke rumah.

Vanya juga mengajukan beasiswa ke Australi. Ia berfikir bahwa hidup di sana tidak terlalu mahal seperti Inggris. Jadi ia tak perlu bekerja paruh waktu.

Aku sedang mendengarkan musik melalui earphone. Seperti biasa, volume yang kuatur cukup tinggi. Aku yang sedanh duduk di sofa ruang tamu terkejut karena selembar kertas surat tergeletak di lantai dekat pintu rumahku.

Aku langsung melepasku earphoneku dan berlutut mengambil surat tersebut. Rupanya surat dari lembaga beasiswa yang kuajukan. Aku membuka surat itu dan membaca isi surat tersebut dengan lantang.

Aku langsung berteriak karena aku diterima. Aku bisa berangkat bulan depan. Tak ada orang di rumah. Padahal aku ingin bercerita.

Terpikirkan selintas aku harus pergi ke rumah Vanya. Aku bersiap dan berlari menuju rumah Vanya yang hanya berbeda beberapa rumah. Aku mengetuk pintu rumahnya dengan semangat.

"Vanya!" seruku saat melihat Vanya di hadapanku.

"Aku baru saja ingin ke rumahmu."

"Aku mendapatkan beasiswa itu!" seruku kegirangan.

"Benarkah? Aku juga mendapatkan beasiswa ke Australi!" seru Vanya tak kalah senang.

Aku dan Vanya berpelukan karena senang.

"Itu artinya kita akan berpisah?" tanyaku.

"Walaupun kita berpisah, kita masih sahabat, bukan? Kita masih bisa membuat video walaupun di tempat yang berbeda." ujar Vanya bijak.

Aku hanya mengangguk.

SomedayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang