16. Dinner (2)

328 45 21
                                    

Tolong jangan jadi siders ya. Divote ya. Gampang kok, ga bayar hehe:)
^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^^

Author's POV

Laki-laki tampan berambut keriting itu berjalan dalam diam, memikirkan masa depannya yang akan makin hancur jika gadisnya pergi dari hidupnya. Pikirannya berputar- putar. Apakah gadis itu mencintainya? Apakah ia memang takdirnya? Apakah kecelakaan kakaknya memang sudah takdir, sehingga ia bisa makan malam bersama keluarga gadisnya itu? Semua pertanyaan itu berlari kesana kemari di pikirannya. Tanpa ia sadari, adik dari gadisnya memperhatikannya. Molly tahu, tahu rahasia yang disembunyikan kakaknya dan laki-laki di sebelahnya ini.

"Nah, ini adalah ruang musik keluarga Brown. Biasanya yang menggunakan ruangan ini hanya Mum dan Kak Mel. Karena aku dan Dad tidak bisa bermain musik," jelas Molly.

"Wow, ruangan ini sangat keren." Harry menghampiri piano putih yang berada di tengah ruangan. Ia menarikan jari-jarinya di atas tuts piano itu. Ia memainkan lagu buatannya, 'little things'. Baru beberapa menit ia memainkannya, Molly mengeluarkan suara.

"Aku tahu..."

Harry menghentikan aktivitasnya. Ia mengernyitkan dahinya kebingungan.

"Tahu apa?" Tanya Harry.

"Aku tahu banyak hal, kau dan Kak Mel saling kenal kan? Kau juga orang mengantar Kak Mel pulang waktu itu, apa jangan- jangan kau pacar Kak Mel? Kau siapanya Kak Mel?" Molly menatap Harry curiga.

"Aku...temannya Melissa," jawab Harry ragu.

"Kak Mel memang orang yang susah jatuh cinta." Kata-kata Molly tambah membuat Harry bingung. Apa maksudnya? Pikir Harry.

"Maksudmu?"

"Kamu jatuh cinta sama Kak Mel kan?"

"Iya," jawab Harry sambil tersenyum simpul.

"Lalu, mengapa kau diam saja? Mengapa tidak berusaha untuk meluluhkan hatinya? Mengapa tidak berusaha untuk menyatakan perasaanmu?" tanya Molly lagi.

"Sudah, aku sudah menyatakannya. Dan Mel, ia pergi. Ia bilang aku hanya akan menyakitinya." Harry tertawa, bukan karena perkataannya, tetapi karena sikapmya yang terlalu percaya diri bahwa Mel akan menjadi miliknya. "Ia membangun tembok yang sangat tinggi, tembok yang membuatku susah mengambil hatinya. Mungkin ia pikir dengan tembok besar itu membuatnya merasa aman dan bahagia, tapi tidakkah dia tahu bahwa dia membutuhkan seseorang untuk menemaninya di balik tembok itu?"

"Kak Mel, ia memang tidak pernah membuka hatinya sejak peristiwa 'itu' terjadi, kalau kau memang mencintainya, kau harus berusaha lebih keras untuk mendapatkannya." Molly tersenyum sedih, ia tahu apa yang dirasakan kakaknya 19 bulan yang lalu.

Hari itu, hari di mana kakaknya pulang dengan mata merah dan sembab. Ia mengunci dirinya selama 3 hari, Molly sangat khawatir saat itu. Pada malam hari, ia mendengar kakaknya sedang mengobrol lewat telepon. Ia menelpon sahabatnya. Dan Molly mendengar semua perkataan Melissa. Ia tahu tentang taruhan itu, ia tahu orang-orang mulai memberinya nama-nama, ia tahu orang-orang mulai menyakitinya. Ia mencoba menghibur kakaknya, memberi tahu bahwa buku bisa membuatnya lebih tenang. Beberapa minggu kemudian, Melissa menjadi orang yang sangat cinta buku. Tiada hari ia lewati tanpa buku. Melissa membaca buku kapan saja, siang malam, terang gelap, ia tetap membaca buku. Karena itu, matanya rusak. Ayahnya akhirnya membelikannya kacamata. Saat SMA, Melissa malah dijuluki sebagai 'nerd' , ia dibully, dipukuli, ditertawakan. Peristiwa-peristiwa itu membuat Melissa menjadi kuat, walaupun Molly tahu dibalik senyuman cantiknya ada sesuatu yang rapuh. Dan saat ia melihat Harry mengantar Melissa pulang saat itu, ia tahu, bahwa Harry-lah satu-satunya yang bisa membuat senyuman tulus itu terlukis di wajahnya.

HERETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang