Penderitaan Dinda akhirnya beberapa menit lagi berakhir. Iya, karena sebentar lagi dia akan pergi dari villa Bani menuju rumah neneknya di Bandung untuk menghabiskan sisa liburannya yang sempat tertunda.
"Udah Din?" tanya Heriska sambil menutup pintu mobil.
Dinda yang baru selesai menyusun belanjaan berupa oleh-oleh yang dibeli Heriska di bagasi mengecek sekali lagi apa masih ada barang yang belum di masukkan ke bagasi. Merasa sudah semua barang masuk Dinda menjawab, "udah ma!" Lalu Dinda menutup pintu bagasi.
"Kamu emang nggak bisa lebih lama di sini, Ris?" tanya Ambar yang sejak tadi berdiri di sisi mobil. Wajahnya terlihat sedikit pucat hari ini, katanya dia sedang kurang enak badan.
Heriska menatap sedih ke arah Ambar. "Aku juga mau Mbar lebih lama di sini, tapi kasihan mas Ferdhi aku tinggal kelamaan," kata Heriska.
Ambar mengangguk mengerti sambil tersenyum lembut. "Ohiya, nggak boleh ninggalin suami lama-lama, nggak baik."
Heriska langsung merasa tidak enak mengingat Ambar dan Hadian suaminya juga sedang menjalani Long Distance Married. "Ih aku nggak maksud nyindir kamu lho, Mbar," kata Heriska tidak enak.
Ambar menggeleng sambil menepuk pelan bahu Heriska, tidak ingin membahas lebih lanjut. "Pokoknya kamu sering-sering mampir ya," pinta Ambar lembut.
Heriska mengangguk lalu memeluk Ambar. "Iya pasti. Kamu juga dong, main-main ke Jakarta."
Ambar tersenyum lembut dalam pelukan Heriska. "Iya, nanti ya kalo aku udah sehatan."
Lalu kedua sahabat itu melepaskan pelukan mereka. Merasa sedih karena harus berpisah setelah kebersamaan beberapa hari mereka yang masih belum bisa menghapus rasa rindu hampir sepuluh tahun lamanya.
Dinda menunggu acara perpisahan Heriska dan Ambar selesai sebelum gilirannya berpamitan kepada Ambar. Setelah Ambar dan Heriska selesai dengan acara perpisahan mereka Dinda langsung mendekat ke arah Ambar untuk mencium tangannya. "Tante, Dinda pamit pulang ya, makasih banget tante buat semuanya," pamit Dinda.
Ambar tersenyum dan memberikan Dinda pelukan. "Sama-sama, tante juga terima kasih sama Dinda ya karena udah mau nemenin tante di sini," ucapnya lembut. Lalu Ambar teringat bahwa Bani tidak menunjukkan batang hidungnya sejak tadi. "Eh, Ian mana ya kamu 'kan belum pamitan sama dia."
Dinda melongo. Dalam hati merutuk, buat apa juga dia pamitan dengan Bani? Ini 'kan rumah tante Ambar bukan Bani.
"Ehehehhee nggak usah tan, Bani lagi istirahat, mungkin." Dinda tertawa canggung sambil berdoa dalam hati dia tidak perlu lagi bertemu Bani.
"Ian di sini, Nda."
Hah, doanya tidak dikabulkan.
"Yan, ini tante Heriska sama Dinda mau pulang dulu."
Bani mengangguk sambil menghampiri Bundanya. Bani sedang dalam mode 'Ian' si anak manja rupanya. Lihat bagaimana matanya memancarkan aura ceria.
Dinda memuji dalam hati. Bener-bener kepribadian ganda.
"Tante pamit dulu ya Ian," ucap Heriska saat Bani menyalaminya.
Bani tersenyum, "iya tante, hati-hati di jalan, terima kasih udah nemenin bunda, lain kali main lagi ke sini ya."
Dinda menganga. Apa tadi Bani baru saja tersenyum dan berucap dengan nada yang sangat ramah? Sebenarnya siapa Bani ini. Yang mana kepribadian aslinya, hah?
Bani lalu memutar tubuhnya menghadap Dinda membuat gadis itu tersentak kaget saat mendapati Bani menatapnya. "Bisa ngomong sebentar, Dinda?"
Itu perintah, bukan permintaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Infinity [RE-POST]
Teen Fiction[SUDAH DITERBITKAN OLEH GRASINDO] Jujur saja, saat di balkon tadi Bani sama sekali tidak membalas pelukan Dinda. Bukan karena dirinya yang tidak mau memeluk Dinda, karena percayalah, sejak awal Bani dan Dinda duduk bersisian di balkon, satu-satunya...