Bani terbangun dengan kepala sakit seperti ditusuk-tusuk jarum. Walaupun sebenarnya Bani sama sekali belum pernah merasakan kepalanya ditusuk jarum, tapi intinya kepala Bani saat ini sakit. Sambil memegangi kepalanya, Bani berusaha bangun dari posisi rebahannya.
Hal selanjutnya yang Bani rasakan setelah berhasil mengubah posisinya menjadi duduk adalah tenggorokannya yang terasa kering. Bani memutar sedikit tubuhnya dan langsung menemukan segelas air di atas nakas yang berdampingan juga dengan segelas susu.
Tanpa pikir panjang Bani langsung menyambar gelas berisi air putih itu dan menandaskannya dalam sekali minum. Bani tidak pernah merasa sehaus ini.
"Udah bangun?" Suara yang muncul tiba-tiba itu mungkin bisa membuat Bani tersedak kalau saja Bani masih menenggak airnya.
"Si-siapa?" Tanya Bani bingung melihat sosok yang tidak familiar tapi tidak begitu asing berjenis kelamin sama dengannya itu.
Kalau dilihat dari perawakan dan wajah serta kumis tipis yang dimilikinya, cowok itu kemungkinan besar sudah kuliah.
"Lo lupa sama yang kita laluin bareng semalem?" Tanya cowok itu kepada Bani.
Bani lantas mengernyit. Kemudian dia melirik ke arah baju dan celananya dan betapa terkejutnya Bani ketika menemukan dua pakaiannya itu sudah tidak sama seperti yang terakhir dia pakai.
Bani menatap ngeri ke arah cowok yang kini sedang menenggak minuman isotonik sambil bersandar di lemari dengan mata terarah padanya.
Nggak, nggak mungkin gue semalem uh-ah-uh-ah sama cowok. Nggak mungkin!
"Apa harus gue bikin lo inget?" Tanya cowok itu sambil melempar botol minuman di tangannya yang sudah kosong ke tempat sampah kecil yang ada di kamar itu.
Bani tidak pernah merasa segugup sekaligus setakut ini. Jaman dulu, kekhawatiran akan pemerkosaan atau pelecehan lebih cenderung kepada para kaum perempuan. Tapi di jaman sekarang, hal itu tidak lagi berbatas gender. Pria dan wanita sama-sama bisa mengalami pemerkosaan atau bisa dibilang sodomi.
Wajar 'kan kalau Bani takut dia baru saja di...
"Gak usah pasang tampang perawan abis dijebolin gitu deh, gue normal dan gak maho." Cowok itu terkekeh melihat Bani yang mungkin tanpa sadar memasang ekspresi ketakutannya dengan amat jelas. Cowok itu-yang tak lain dan tak bukan adalah Deni mengedikkan kepalanya ke arah pintu. "Gue kira lo masih hangover, tapi kayaknya lo udah oke jadi lo bisa ikut sarapan bareng."
Bani mengernyit. "Gue lagi dimana?" Tanyanya bingung. Cowok itu bahkan tidak memperkenalkan diri atau menjelaskan apapun pada Bani.
Deni menghela nafas. "Di rumah gue," jawab cowok itu singkat.
Bani mendengus. Hilang sudah Bani beberapa menit yang lalu yang ketakutan diperkosa laki-laki. "Lo siapa?" Tanyanya dengan wajah datar angkuh khas Bani.
Deni terkekeh. Benar apa kata Dinda semalam soal cowok yang merupakan anak sahabat mamanya itu adalah cowok songong. "Gak usah nyolot. Udah deh mending lo cuci muka dan ikut sarapan bareng, nanti juga lo tau sendiri." Setelah berkata demikian Deni berlalu meninggalkan Bani sendirian di kamar yang sangat asing baginya itu.
Bagaimana bisa Bani tidak ingat apa-apa soal semalam? Bagaimana Bani bisa berakhir di kamar yang asing dengannya itu bahkan sama sekali Bani tidak ingat.
Yang Bani ingat terakhir kali adalah dia bermimpi ke rumah Dinda. Tunggu, apa jangan-jangan ini rumah Dinda?
Karena tidak ingin dibayangi rasa penasaran akhirnya Bani cepat-cepat berlari ke pintu yang merupakan kamar mandi di kamar tersebut. Bani abaikan pusing di kepalanya dan dengan kilat dia membasuh wajahnya dengan air di wastafel. Setelah selesai Bani buru-buru keluar dari kamar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Infinity [RE-POST]
Teen Fiction[SUDAH DITERBITKAN OLEH GRASINDO] Jujur saja, saat di balkon tadi Bani sama sekali tidak membalas pelukan Dinda. Bukan karena dirinya yang tidak mau memeluk Dinda, karena percayalah, sejak awal Bani dan Dinda duduk bersisian di balkon, satu-satunya...