Petra duduk di sofa sesampainya mereka bertiga di apartemen Bani. Petra juga tidak menyangka kalau Bani akan membawanya ke sana.
Farhan ikut mendudukkan tubuhnya di sebelah Petra. Cowok itu menyandarkan punggungnya ke sofa karena kegerahan setelah berpanas-panas ria di jalan barusan.
Petra melirik sinis ke arah Farhan yang terlihat sudah biasa sekali berada di sana seolah dia sudah sering ke sana. "Jaga sikap kali, emang lo tuan rumahnya?" sindir Petra sambil memegangi tulang pipinya yang masih nyut-nyutan hasil bogeman Martin tadi.
Farhan yang sedang memejamkan matanya sambil menikmati udara sejuk dari pendingin ruangan lantas membuka matanya dan menatap Petra dengan tatapan aneh. Tapi Farhan memilih tidak menanggapi karena tau Farhan sengaja memancing emosinya saja.
Bani yang sejak baru sampai tadi langsung menghilang ke dalam kamar kini keluar setelah mengganti seragamnya dengan baju santai. Di tangannya Bani menenteng kotak p3k yang kemudian dia lempar ke atas meja di depan Petra tanpa berkata apa-apa.
Petra menatap kotak itu dan Bani bergantian membuat Bani berdecak. "Bersihin luka lo sendiri, jangan harap gue mau obatin muka lo," katanya datar sebelum berlalu ke dapur.
Petra berdecih. Dia tentu tidak menyangka Bani akan peduli padanya setelah selama ini mereka berubah menjadi musuh. Semua ini terlalu mengejutkannya dan tentu Petra tidak bisa semudah itu percaya. "Kenapa lo tiba-tiba jadi peduli sama gue? Udah nganggep gue manusia sekarang?" tanyanya sambil tertawa sinis.
Farhan yang merasakan atmosfir mulai tidak enak di antara kakak beradik ini langsung bangkit dari posisi duduknya. "Ehm, Ban, gue mau ke supermarket di bawah dulu ye, beli cemilan buat kerja kelompok entar." Lalu tanpa menunggu respon Bani, Farhan buru-buru keluar dari unit apartemen Bani memberikan privasi untuk kakak beradik tersebut.
Tadinya Farhan dan Bani memang berniat mengerjakan tugas kelompok biologi mereka bersama di apartemen Bani. Kebetulan saja saat mereka melewati warung, mereka melihat Martin yang sedang menghajar Petra habis-habisan. Dan Bani tau seberapa tidak seimbangnya perkelahian itu sehingga dia memutuskan untuk melerai. Apalagi Bani tau Martin sedang berada dalam masa pengawasan sekolah. Sekali lagi cowok itu terlibat kasus, maka dia akan di drop out.
Selepas kepergian Farhan yang Bani tau hanya alasan saja untuk membiarkan dia dan Petra berduaan, Bani berjalan menghampiri Petra dengan segelas air yang kemudian dia letakkan di meja di hadapan Petra.
"Cepet obatin muka lo dan pergi dari sini," kata Bani datar, tidak menanggapi pertanyaan sinis Petra sebelumnya.
Petra tertawa remeh. Sesekali dia meringis karena merasakan nyeri di wajahnya saat dia melakukan itu. "Kenapa lo repot-repot nolong gue? Biarin aja gue mati di tangan temen lo itu, biar lo puas!"
Brak.
Bani menendang meja di depannya sampai gelas yang tadi dia letakkan terguncang dan jatuh sehingga isinya tumpah membasahi meja tersebut.
Petra terlihat terkejut dengan perbuatan Bani namun dia tidak menunjukkannya terang-terangan dan memilih diam saja.
Melihat Petra tidak kunjung juga mengobati lukanya, Bani langsung menarik kerah seragam cowok itu sampai tubuhnya terangkat berdiri. "Stop jadi anak caper, Petraldi! Apa semua perhatian ayah sama mama Berlian kurang buat lo, hah?" bentak Bani di depan wajah Petra. Cowok itu benar-benar marah akan tingkah laku Petra.
Petra membalas tatapan penuh emosi Bani dengan tatapan terluka. "Kapan gue pernah cari perhatian ayah, bangsat? Kapan!!!" teriak Petra balik. Didorongnya Bani sehingga cengkraman Bani di kerah kemejanya terlepas. Nafas Petra tersengal sambil menatap Bani penuh tatapan kesedihan, kemarahan dan kerinduan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Infinity [RE-POST]
Teen Fiction[SUDAH DITERBITKAN OLEH GRASINDO] Jujur saja, saat di balkon tadi Bani sama sekali tidak membalas pelukan Dinda. Bukan karena dirinya yang tidak mau memeluk Dinda, karena percayalah, sejak awal Bani dan Dinda duduk bersisian di balkon, satu-satunya...