15- Rumah

94.5K 6.9K 338
                                    


a/n: paragraf yang ditulis miring merupakan flashback ya.

15- Rumah

Bani tidak tau apakah pilihannya untuk pulang ke rumah adalah keputusan yang tepat. Bani tau akan ada hal yang melukai hatinya lagi saat dia pulang ke rumah yang selama ini hanyalah berupa bangunan mewah yang melindungi Bani dari panas dan hujan. Padahal definisi rumah yang sebenarnya bukan hanya itu. Tetapi rumah adalah tujuan untuk seseorang kembali setelah pergi sejauh apapun. Rumah adalah tempat seseorang bisa berpenampilan sejelek apapun dan nyaman akan hal itu. Jadi jelas bangunan di depan Bani sekarang bukanlah rumah yang sebenarnya untuk Bani.

Bani menegang saat melihat sosok itu berjalan dari arah yang berlainan dari tempat Bani memarkir mobilnya. Sosok yang sedang memfokuskan perhatiannya kepada ponsel yang ia pegang dengan tangan kanan sedangkan tangan kirinya menenteng plastik-yang entah apa isinya.

Pak Adi-satpam rumah Bani-buru-buru membukakan pintu ketika melihat sosok itu berjalan ke arah pagar. Karena kaca mobilnya yang terbuka, Bani bisa mendengar samar-samar kedua orang itu berbincang dan kemudian suara tawa berderai.

Bani meringis pelan. Bani tidak pernah bisa bersikap seperti itu. Dia terlalu...kaku.

Bani kemudian memutuskan untuk keluar dari mobilnya, memilih untuk tetap memarkir mobil itu di luar pagar rumahnya karena Bani tidak berniat untuk berlama-lama ada di sana.

Bani tau yang dia lakukan saat ini hanya akan menambah perih dan derita hatinya, tapi Bani bertekad melanjutkan. Bani ingin menyaksikannya lebih jelas.

Pak Adi tampak terkejut ketika melihat anak majikannya itu berdiri di luar pagar setelah seminggu lebih tidak pernah pulang. "De-den Bani?" ucapnya terkejut sambil terburu-buru membukakan pagar.

Bani mengangguk singkat. "Pak, Ayah ada?" tanya Bani basa-basi, meskipun sebenarnya Bani tau ayahnya pasti ada di rumah. Tentu saja, karena dia ada di rumah ini, maka tidak ada alasan untuk ayahnya mencari kesibukan di luar sana disaat dia sudah berada di rumahnya.

Pak Adi mengangguk. Tatapannya menyiratkan sorot prihatin. "Mobilnya mau dimasukin ke dalem garasi, den?" tanyanya.

Bani menggeleng. "Nggak usah, Cuma mampir sebentar."

Pak Adi hanya mengangguk. Bani pun meneruskan langkah untuk masuk ke dalam bangunan yang disebut rumah tapi sama sekali bukan rumah bagi Bani tersebut.

Bani langsung masuk karena pintu rumah yang terbuka, terlihat Bi Minah sedang menenteng dua kantung berisi sampah. Matanya membulat ketika melihat Bani.

"Aden!" serunya antara kaget bercampur senang. Bi Minah hampir saja memeluk Bani kalau tidak ingat dirinya yang sedang membawa kantung sampah.

Bi Minah adalah salah satu pelayan tertua di rumah keluarga Bani. Dia sudah bekerja di rumah keluarga Bani sejak Bani masih kecil. Tidak heran dia satu-satunya asisten rumah tangga yang akrab dengan Bani.

Alasan lain kenapa Bani tidak pernah bisa menganggap bangunan yang sedang ia pijak ini merupakan rumahnya, karena Bani tidak bisa menjadi dirinya sendiri di sana.

Bani mengulas senyum tipis. Mungkin Bi Minah adalah segelintir orang yang cukup mengenal Bani selain bundanya. Bi Minah jugalah yang tau apapun yang terjadi kepada Bani.

"Bani?"

Bani menegang ketika mendengar suara lembut dan penuh wibawa itu. Suara Hadian, ayahnya.

Bani berbalik dan bersitatap dengan lelaki yang mewariskan darah di tubuhnya tersebut.

Hadian terlihat sangat bahagia ketika melihat anak lelakinya tersebut tampak baik-baik saja secara fisik meskipun Hadian juga tau jika secara psikis dan kejiwaan Bani pasti sedang berguncang hebat. Karena percaya atau tidak, Hadian pun merasakan hal yang sama.

Infinity [RE-POST]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang