Malam minggu, enam remaja itu kini sedang duduk berkumpul di ruang TV setelah seharian tadi berkeliling Bandung. Karena besok adalah hari terakhir mereka di Lembang, maka seharian ini digunakan mereka untuk berbelanja oleh-oleh, entah untuk diri sendiri atau keluarga di rumah.
"Eh, masa kita mau stay di rumah terus sih? Besok pagi 'kan kita udah balik ke Jakarta!" keluh Reta sambil menyomot sale pisang dari toples di hadapan Farhan.
Farhan memukul pelan tangan Reta yang terus mengambil sale pisang dari toples yang sudah dijadikannya hak milik. Sale pisang adalah makanan kesukaan Farhan. "Ngomong mah ngomong neng, tapi tangan nggak usah ngambilin sale mulu kali," sindir Farhan yang disambut kerlingan mata dari Reta. Farhan lalu menggigiti sale pisangnya. "Nongkrong, kuy!" ajaknya yang langsung disambut antusias oleh teman-temannya yang lain.
"Nongkrong di mana? Ayo, please! Pengen tau tempat tongkrongan malem di daerah Bandung tuh kayak gimana!" seru Audy semangat. Lantas kepalanya mendapat keplakan pelan dari Dinda membuat cewek itu mengaduh. "Ih, Dinda kok gue dipukul sih!"
"Nggak usah gaya-gayaan nongkrong malem, lo jam sembilan aja udah molor gimana mau nongkrong malem?" ledek Dinda membuat bibir Audy lantas mengerucut.
Diam-diam ada yang memerhatikan hal itu dengan senyum tertahan di bibir dan pemandangan itu tertangkap jelas oleh sepasang mata milik Bani.
"Ada warung tongkrongan di daerah Dago, setiap malem minggu ada live musicnya. Tapi bukanya jam sebelas malem, gimana?"
Seluruh mata langsung terarah pada Bani.
"Ih, seru tuh seru! Kuy, kuy!" ucap Reta heboh.
"Yah gue kira mau dugem," ucap Farhan bercanda. Namun ucapannya langsung dihadiahi tendangan di kakinya dari Dinda. "Jangan macem-macem ya lo, Han!" omel Dinda. Pasalnya Dinda tau Farhan adalah tipikal cowok baik-baik. Sewaktu Dinda tau Farhan jadi gemar merokok saja, Dinda sudah kaget bukan main.
Farhan mencebikkan bibirnya, lalu tangannya terulur untuk mengacak rambut Dinda--hal yang sebenarnya biasa dia lakukan sebagai sahabat--namun menjadi tidak biasa semenjak Dinda menjadi pacar Bani. Sebelum tangan Farhan sampai di kepala Dinda, sebuah tangan lain sudah menepis lebih dulu tangan Farhan dan ditariknya Dinda ke arahnya.
Farhan mencebikkan bibirnya, kesal karena keposesifan Bani terhadap sahabatnya itu jadi menyebalkan di matanya sekarang. "Ampun deh, Ban, megang dikit doang masa nggak boleh?" keluhnya pura-pura sedih.
Bani justru merapatkan rangkulannya dan mendekatkan hidungnya ke arah pelipis Dinda dan menciumnya lembut. "Lo kira cewek gue barang," sahutnya cuek.
Diperlakukan begitu Dinda malah senyum-senyum sendiri. Mungkin awalnya dia berdebar dan malu-malu setiap mendapatkan perlakuan manis Bani, namun lama-lama Dinda mulai terbiasa, meskipun perasaan berdebar itu masih selalu ada.
Audy, Reta serta Petra juga sudah mulai terbiasa melihat Bani yang berlovey-dovey dengan Dinda. Yah, namanya juga orang pacaran. Seaneh-anehnya hubungan Dinda dan Bani sebelumnya, ketika pacaran ya pasti seperti pasangan-pasangan lainnya.
Audy menatap jam yang tertempel di dinding. "Sekarang baru jam sembilan, gimana kalo kita jalan-jalan dulu? Makan kek, atau ke mana gitu!" sarannya.
"Boleh deh, yuk ah, bosen di sini liatin orang pacaran mulu," kali ini Petra yang bersuara.
"Jomblo jadi gitu, ya?" ledek Reta yang hanya direspon Petra dengan dengusan.
Akhirnya ke enam remaja itu pun bersiap untuk hangout malam itu.
***
Malam ini, giliran Farhan yang membawa mobil karena siang tadi Petra dan Bani sudah kebagian nyetir. Dan Farhan tidak bisa berhenti menggerutu karena jalanan Bandung malam itu sangat padat. Selain karena long weekend, malam ini juga malam minggu. Sudah pasti semua orang tumpah ruah ke jalanan untuk pergi hangout, entah itu bersama keluarga atau teman dan pacar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Infinity [RE-POST]
Teen Fiction[SUDAH DITERBITKAN OLEH GRASINDO] Jujur saja, saat di balkon tadi Bani sama sekali tidak membalas pelukan Dinda. Bukan karena dirinya yang tidak mau memeluk Dinda, karena percayalah, sejak awal Bani dan Dinda duduk bersisian di balkon, satu-satunya...