38- Pendatang Baru dan Liburan

66.5K 5.4K 276
                                    

Sekitar jam tujuh malam, Bani baru sadar kalau ponselnya entah sejak kapan kehabisan baterai dan sudah mati total. Oleh sebab itu Bani buru-buru menyambungkannya ke kabel charger. Perasaan Bani tidak tenang karena belum mengabari Dinda sama sekali. Terlebih, kejadian di warung sepulang sekolah tadi yang juga melibatkannya dan Farhan pasti sudah ramai dibicarakan grup angkatan di Line dan otomatis Dinda pasti sudah mengetahuinya pula.

Begitu ponselnya menyala, belasan notifkasi langsung menyerbu ponselnya. Mulai dari notifikasi panggilan tidak terjawab, pesan Line sampai SMS berbondong yang semua berasal dari Dinda.

Bani langsung menatap Farhan yang sedang menyantap ayam KFC yang tadi dipesannya. "Han!" panggil Bani membuat cowok yang sudah siap untuk menyuap kulit ayam goreng itu batal.

Alis Farhan naik beberapa milimeter. "What?" tanyanya bingung melihat ekspresi sebal dari wajah Bani.

"Lo nggak ngabarin Dinda?" tanya Bani galak.

Farhan mengernyit lalu menepuk pelan jidatnya. "Enggak. Hape gue di tas daritadi, lagian Dinda 'kan cewek lo, kok gue yang harus ngabarin?" tanyanya bingung.

Bani mendengus. "Hape gue mati." Lalu buru-buru dia telfon balik Dinda.

Di dering ketiga, panggilan pun terangkat dan Bani bisa mendengar Dinda langsung menyerocos disebrang sana.

"The hell, Baniansyah! Gue nelfonin lo, Line lo, bahkan sms lo dari tadi sore tapi nggak satu pun lo respon. Telfon lo malah nggak aktif! Lo kemana aja? Bener tadi lo berantem lagi sama Petra di warung deket sekolah? Sama Martin juga 'kan? Terus katanya ada Farhan juga? Sumpah ya Bani, lo 'kan janji sama gue buat nggak berantem lagi!"

Bani termenung dengan ponsel yang menempel di telinganya. Cowok itu benar-benar kagum dengan kemampuan Dinda berbicara sepanjang itu dalam satu tarikan nafas. Belum ada satu pun kata yang keluar dari mulut Bani tetapi Dinda sudah berhasil membuat satu paragraf berisi kalimat tanya seluruhnya. Hebat.

"Nda, lo udah makan?" tanya Bani mengalihkan pembicaraan bukannya menjawab.

Bani bisa mendengar jeritan tertahan Dinda di sana. Bahkan Bani bisa mendengar beberapa kali Dinda mengumpat kasar. Namun justru membuat Bani tersenyum.

"Lo khawatir, Nda?" tanya Bani sambil tidak bisa menahan senyumnya dan hal itu membuat Dinda mendengus disebrang sana.

"No, tapi gue pengen banget nonjok muka lo sekarang! Jawab pertanyaan gue, Ban!" bentak Dinda di sebrang sana membuat Bani jadi membayangkan bagaimana ekspresi Dinda saat ini. Pasti lucu.

"Gue menolak jawab," jawab Bani, sengaja memancing Dinda.

"Oh, gitu? Yaudah!"

Lah? Bani baru akan membuka mulut untuk mengatakan apa yang sebenarnya terjadi sebelum sambungan diputus sepihak oleh Dinda. Bani lantas langsung menghubungi Dinda kembali namun panggilannya justru direject cewek itu.

Bani menatap ponselnya gusar. Niat isengnya justru membuat Dinda marah!

"Mampus, Dinda marah ya?" tanya Farhan yang kini sedang menusuk sedotan ke gelas pepsinya. Wajah cowok itu terlihat meledek membuat Bani ingin mengguyurnya dengan pepsi sekarang juga.

"Tai!" umpatnya kesal.

Farhan pun tertawa karena tebakannya benar. "Lagian, cewek lo khawatir malah diledekkin!"

Bani tidak merespon Farhan dan sibuk memborbardir Dinda dengan pesan di Line yang berisi permintaan maaf dan permohonan agar Dinda mau mengangkat telfonnya.

Omong-omong, Petra masih berada di sana namun hanya diam saja sambil menikmati ayam goreng dan nasinya. Selain karena percakapannya tadi dan Bani berakibat canggung setelahnya, Petra juga tidak tau harus bersikap bagaimana. Hanya beberapa kali dia bicara dengan Farhan itu pun hanya sekedar menjawab pertanyaan yang dilontarkan cowok itu. Namun dengan Bani, jelas belum ada sepatah kata pun sejak obrolan di balkon tadi. Mungkin sama seperti Petra, Bani juga masih canggung setelah mengetahui kebenarannya.

Infinity [RE-POST]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang