"Selamat malam Bae Irene."
Irene menatap takut pada Nyonya Oh yang muncul di depannya. Dagu wanita yang runcing itu semakin menunjukan bahwa ia seseorang yang terkesan galak lengkap dengan senyuman sinisnya.
Irene membungkuk memberi salam , lalu ia duduk kembali di sofa menghadap pada wanita tersebut.
"Kudengar kau dan putraku sudah menikah "
Irene diam tidak berani menjawab. Ia duduk dengan resah dan bingung apakah ia harus jujur atau berbohong pada ibu mertuanya itu.
"Benarkah itu Irene?" Nyonya Oh bertanya sekali lagi." Jawablah dengan jujur jika orang tua sedang mengajakmu bicara."
"Be-nar Nyonya," akhirnya Irene mengiyakan.
"Apa motifmu mendekati putraku? Sepertinya kau memberi dampak tidak baik padanya. Dan aneh saja kenapa seleranya tentang wanita tiba tiba berubah. Dia bahkan rela tinggal di kamar sempit yang bahkan fasilitasnya tidak cukup memadai."
"Motif? Aku tidak memiliki motif apapun selain meminta pertanggungjawaban darinya," Irene menahan emosinya, dadanya naik turun bernafas dengan cepat.
"Kau tidak benar-benar sedang hamil bukan?"
"Aku memang tidak hamil tapi putra anda telah merenggut kesucianku," suara Irene meninggi. "Dia memaksaku!"
Nyonya Oh tertawa keras.
"Kesucianmu? Lucu sekali. Tidakkah kau berpikir sekali lagi apa yang kalian perbuat atas dasar suka sama suka? Anaku tidak berselera rendahan dengan menyukai gadis sepertimu kurasa."
Irene menggenggam erat kedua telapak tangannya dan menutup mata sejenak.
"Katakan saja berapa yang kau inginkan dan aku akan memberikannya padamu. Tapi setelah itu tolong segeralah menyingkir dari kehidupan putraku."
"Nyonya Oh, kau sangat keterlaluan!"Irene berteriak keras melupakan sikap sopan santunnya terhadap wanita yang kini resmi menjadi ibu mertuanya itu. Irene kemudian berdiri karena sudah tidak tahan lagi dengan emosi yang sejak tadi terus ia tahan.
"Sudahlah, kau tidak perlu bersikap munafik seperti itu, santai saja. Duduklah kembali!"
"Aku memang bukan terlahir dari keluarga kaya raya seperti kalian, tapi orang tuaku mampu menghidupiku. Dan mereka tidak pernah mengajariku untuk berbuat hal-hal buruk semacam itu kepada siapapun. Ucapanmu benar-benar sangat menyakiti perasaanku, Nyonya Oh."
Sebuah tamparan keras langsung mendarat sempurna di wajah Irene begitu kalimatnya selesai terucap.
"Bisakah kau berbicara dengan sopan pada orang yang lebih tua darimu? Kau merebut putraku, kau bahkan tahu jika dia sudah dijodohkan dengan gadis lain yang melebihi segala-galanya darimu. Tapi kau, dengan tidak tahu malu masih saja tetap ingin bersamanya. Kau ini bodoh atau apa? Apa kau begitu mencintai putraku sampai kau rela berbuat sememalukan ini hah?"
"Aku yang lebih dulu mencintainya!"
Suara lain itu mengagetkan Irene dan Nyonya Oh hingga keduanya sama-sama menoleh ke arah sumber suara. Rupanya Sehun muncul beberapa detik yang lalu dengan rahang wajah yang mengeras menatap Nyonya Oh dan Irene secara bergantian.
"Kuberi kalian pilihan, berpisah atau tetap bertahan?"
"Ibu, apa pantas ibu mengatakan pertanyaan semacam itu pada kami? Kami berdua bahkan baru saja menikah dan bagaimana kami harus berpisah secepat itu?" Sehun meraih lengan Irene kemudian menarik gadis itu keluar dari ruangan. "Ayo kita pergi!"
"Kau akan tahu apa akibatnya jika kau tidak mau mendengar perintahku, Oh Sehun!" Nyonya Oh berteriak dan merasa kepalanya sangat sakit. Ia terduduk dengan mata berkaca-kaca karena terlalu kecewa dengan perbuatan putranya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Hey, Playboy
FanfictionTinggal bersebelahan di tempat kost dengan seorang playboy itu, me-mu-a-kan! Mahasiswi jurusan Fashion Design berpenampilan biasa dan berkacamata tebal-Bae Irene-hidup dengan terus di bayang-bayangi segala sesuatu tentang lelaki tampan populer nan k...