Tiga hari menginap di Busan, Sehun membawa Irene untuk kembali ke Seoul. Mereka berdua dihadapkan pada pembicaraan antara kedua orang tua yang membahas mengenai acara resepsi pernikahan yang memang belum sempat terwujud.
"Bu, sebenarnya aku tidak terlalu suka dengan pesta perayaan seperti itu," Sehun menolak ketika Nyonya Oh memberitahu bahwa mereka akan melaksanakan resepsi pernikahan tersebut di salah satu hotel berbintang.
"Apa yang akan dikatakan oleh relasi bisnis ayahmu jika mereka tahu bahwa keluarga kita sama sekali tidak mengadakan acara pesta apapun untuk merayakan hari pernikahanmu. Mereka pasti akan berpikir ada sesuatu yang tidak beres dengan hubungan kalian," Nyonya Oh tetap bersikukuh pada pendiriannya.
"Sudahlah...turuti saja apa perintah ibumu," Irene mengguncang lengan Sehun supaya lelaki itu tidak lagi membantah perintah Nyonya Oh padanya.
Lagipula, orang tua mana yang tidak ingin melihat anaknya berdiri bahagia di atas pelaminan dan disaksika oleh banyak tamu disana. Dan karena Irene juga sepertinya tidak terlalu memusingkan rencana tersebut, Sehun akhirnya menurut saja.
"Ya sudah, terserah ibu saja mau bagaimana," ucap Sehun pasrah. "Kalau memang tidak ada lagi yang harus kita bicarakan, kami berdua pergi dulu bu."
"Tunggu sebentar, ngomong-ngomong kalian berdua mau kembali ke apartemen atau ke tempat kost itu?"
"Kami akan berberes dan memutuskan untuk tinggal di apartemen bu. Irene kan harus hidup dengan nyaman bersamaku."
Nyonya Oh hanya merespon dengan seulas senyuman tipis. Dua hari terakhir ini, ia juga kerap berbicara di telepon dengan Irene hanya untuk sekedar saling mengenal lebih jauh. Awalnya Irene merasa canggung, tapi benar apa yang diucapkan Sehun mengenai ibunya. Sekalipun wanita itu sudah berumur, sikapnya ternyata sangat mengasyikan, nyaris sama seperti Yoona. Pun begitu dengan ayah Sehun yang menerima kehadiran Irene sebagai bagian dari keluarga mereka.
Sehun dan Irene kini berkendara menuju ke tempat kost untuk membawa sebagian barang-barang pribadi milik mereka ke apartemen. Keduanya memang sudah memutuskan akan tinggal bersama disana dan kemungkinan akan menjadikan kamar kost itu sebagai tempat singgah disaat tertentu saja.
"Ren, apa kita juga perlu membawa mesin jahitmu kesana? Bagaimana dengan membeli yang baru saja?" Sehun mengamati mesin jahit milik istrinya yang sudah terlihat usang dan tergeletak berdebu di sudut ruangan.
"Itu ibu yang membelikannya untukku. Tidak usah membeli yang baru, yang lama saja masih bagus. Lagipula mulai sekarang kau kan tidak boleh hidup boros. Kau memiliki kewajiban untuk menghidupiku juga. Penghasilanmu yang dulu biasa kau habiskan sendiri, sekarang harus terbagi dua."
"Urusan itu biar aku saja yang memikirkannya," Sehun lantas duduk di kursi lalu mengamati kesibukan Irene yang berdiri memunggunginya di depan rak tv. "Jangan sungkan jika kau membutuhkan sesuatu. Kalau kau ingin membeli baju baru atau apapun itu, katakan saja padaku."
Irene tidak menanggapi. Bahkan selama mereka menikah, Sehun tidak pernah mendengar Irene banyak menuntut padanya. Sikap semacam itu justru membuat Sehun semakin hari semakin merasa bersalah. Wanita jaman sekarang, apalagi yang hidup di kota besar seperti Seoul pasti memiliki keinginan untuk memiliki gaya hidup yang lebih tinggi. Sayangnya, Irene tidak begitu mengikuti hal-hal yang berbau kekinian. Ia sangat sederhana, tidak suka bergaya dan benar-benar apa adanya. Mungkin itulah yang membuat Sehun berpikir jika Irene memiliki nilai lebih dibandingkan dengan gadis-gadis yang lain.
"Ren, setelah acara pesta resepsi pernikahan kita. Kau mau kita pergi kemana untuk berbulan madu?"
Irene menoleh, menaikan satu alisnya kemudian terkekeh.

KAMU SEDANG MEMBACA
Hey, Playboy
FanficTinggal bersebelahan di tempat kost dengan seorang playboy itu, me-mu-a-kan! Mahasiswi jurusan Fashion Design berpenampilan biasa dan berkacamata tebal-Bae Irene-hidup dengan terus di bayang-bayangi segala sesuatu tentang lelaki tampan populer nan k...