Sehun perlahan-lahan melingkarkan kedua lengannya di bahu Ha Young, kemudian dengan gerakan cepat lelaki itu mendorong tubuh Ha Young agar menjauh dari tubuhnya.
"Tidak, perasaan semacam itu sudah lama menghilang dariku," Sehun membantah tegas.
"Benarkah?" mata Ha Young menelisik mencari kepastian. "Berapa lama kita berdua menjalin hubungan? Kau tentu masih ingat sudah berapa banyak pengorbanan yang kau berikan padaku?Seluruh perasaanmu itu hanya untukku bukan? Atau kau lupa bagaimana kau memohon-mohon di kakiku ketika aku memutuskanmu? Serius semudah itu kau melupakannya?"
"Kau yang membuatku seperti itu!" Sehun membentak dengan suara cukup keras. "Kau yang membuat hatiku jadi kosong dan tidak lagi percaya dengan perasaan gadis manapun. Kau sangat melukai perasaanku!"
"Terima kasih karena kau masih mengingatnya, sayang..." Ha Young tersenyum penuh kelegaan tapi terkihat seperti dibuat-buat. "Baiklah, kuakui aku salah dan aku ingin minta maaf. Aku mencoba untuk bisa melupakanmu tapi aku tidak bisa. Perasaan ini masih sama seperti dulu saat aku bersamamu. Aku mencintaimu Oh Sehun."
Sehun bungkam, pandangan matanya berubah nanar dan ia berbalik memunggungi Ha Young.
"Pergilah, untuk saat ini pergilah. Aku sudah memiliki Irene di hidupku."
"Irene?" Ha Young memegang erat lengan Sehun dan mengguncang tubuh lelaki itu cukup keras. "Apa kau tidak tahu bahwa gadis yang kau nikahi itu telah berselingkuh di belakangmu?"
Sehun merasa ada sengata listrik yang menusuk-nusuk ulu hatinya. Ia memang tahu Irene menyukai orang lain, bukan dirinya. Tapi Sehun sama sekali tidak peenah berpikir jika Irene benar-benar akan melakukan hal kotor itu selama ini.
"Berhentilah menjadi lelaki bodoh yang hanya mencintai sepihak saja. Irene tidak mencintaimu sama sekali. Dia tidak pernah menempatkanmu sebagai orang yang spesial di hatinya! Lalu tanyakan padanya siapa lelaki yang selalu membuat dia tersenyum-senyum sendiri pada udara. Itu bukan dirimu, Oh Sehun, sadarlah!"
Sehun memutuskan melangkah keluar dari dalam lift dan berjalan di koridor dengan langkah lesu karena memendam kesedihan yang tiba-tiba mendera hatinya begitu terdalam. Ia merasa hancur.
Sehun lantas masuk ke dalam apartemen dengan wajah dingin dan sorot mata yang kosong.
"Kubuatkan kau makan siang seadanya, makanlah," Irene mengapit lengan Sehun dan membawa suaminya itu duduk di meja makan.
Tanpa banyak membuang waktu, Irene lantas mengambilkan Sehun sepiring nasi dan lauk pauk di atasnya.
"Apa syutingnya berjalan dengan lancar, eoh? Semakin hari kau semakin terkenal rupanya," Irene menggoda dengan mencubit lengan Sehun pelan dan tersenyum manis.
Sehun tidak menjawab dan ia sebatas menatap nasinya dengan tidak berselera. Bukan karena masakan Irene tidak enak, tapi hatinya yang sedang gundah seakan menghilangkan seluruh semangat hidupnya saat ini. Nafsu makannya pun seakan menguap entah kemana.
"Hey, kau kenapa? Ada sesuatu? Katakan padaku jika ada yang ingin kau sampaikan?" Irene berpindah tempat duduk, kini ia memilih duduk tepat di samping Sehun sambil menatap wajah suaminya dengan seksama.
"Aku baik baik saja, tidak apa-apa...," Sehun kemudia meraih sendok serta garpu dan mulai melahap nasinya banyak-banyak. Mukutnya sampai penuh dan nyaris tersedak.
Tanpa ia sadari butiran air bening keluar dari sudut-sudut mata dan menetes jatuh ke dalam piring. Sesekali Sehun membersitkan hidungnya dengan masih bertahan mengunyah dan terus mengunyah makanan di dalam mulutnya. Ia tidak pernah secengeng ini menghadapi masalah apapun. Bahkan ketika ibunya pernah mengusir dirinya dari rumah, Sehun masih bisa melawan tanpa merasa takut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hey, Playboy
FanfictionTinggal bersebelahan di tempat kost dengan seorang playboy itu, me-mu-a-kan! Mahasiswi jurusan Fashion Design berpenampilan biasa dan berkacamata tebal-Bae Irene-hidup dengan terus di bayang-bayangi segala sesuatu tentang lelaki tampan populer nan k...