Suhu udara pagi ini masih dingin, Irene memakai atasan berbahan knit lalu dipadu dengan coat coklat muda beserta syal senada yang melingkar sempurna di lehernya. Rambutnya ia gerai bebas ke belakang. Kemudian sambil mengapit sebuah buku dilengan kirinya, gadis itu melangkah keluar dari kamar. Ia lalu berjongkok sebentar di depan pintu untuk mengenakan sepatu flatnya.
Rupanya di depan pintu sebelah kamarnya, Sehun juga tengah melakukan hal yang tidak jauh berbeda. Kondisi lelaki itu kelihatannya sudah membaik dengan balutan jaket tebal dan masker yang menututpi sebagian wajahnya. Sehun menoleh sebentar ke arah Irene yang kini telah selesai mengenakan sepatu dan tengah mengunci pintu kamar kostnya.
"Pagi, Ren..." sapanya hangat.
Irene membalasnya dengan sebuah senyuman." Pagi juga. Apa kau yakin kondisimu sudah benar-benar pulih?"
Sehun mengangguk pasti, ia mulai mengikat sepatu putihnya sambil duduk di depan pintu.
"Jangan lupa, dokter bilang kau harus menghabiskan semua obat dan vitaminmu. Kau juga jangan terlalu sering berkencan dengan gadis-gadismu itu...oops, maksudku jangan terlalu lelah." Irene pura-pura salah bicara, padahal dia memang berniat menyindir.
Sehun mendongak, lalu menyipitkan kedua matanya ke arah Irene. Untungnya dia tidak terpancing emosi dengan kata-kata gadis itu. Ia hanya mengangkat sebelah sudut bibirnya ke atas memberi kesan bahwa ia sebenarnya kecewa mendengarnya. Kemudian Sehun menunduk lagi tanpa berkomentar apa-apa.
"Hanya bercanda," Irene mengedikan bahunya kecil setelah merasa sindiran yang barusan ia ucapkan tidak mendapatkan respon."Aku berangkat dulu ya, bye."
Irene menuruni tangga sambil melambai meninggalkan Sehun yang masih bersiap-siap di depan pintu. Beberapa menit ketika ia dan Yeri sedang berjalan beriringan dengan menikmati satu cup coklat panas, mobil Sehun melintas dengan membunyikan klakson beberapa kali
"Seharusnya kau berangkat bersamanya Ren," kata Yeri memandangi mobil Sehun yang sudah menjauh.
Irene tertawa kecil.
"Kau ingin aku menebas leherku sendiri? Apa kata anak-anak kampus jika melihatku pergi bersamanya?"
Yeri ikut tertawa kecil menyadarinya.
"Tapi apa hubunganmu dan dia baik-baik saja?Bagaimana kehidupan pernikahan kalian?"
"Tidak ada yang berubah. Semuanya baik dan kami melakukan aktifitas masih seperti manusia normal pada umumnya. Dia dengan urusannya dan aku dengan urusanku. Lebih nyaman begitu mungkin," Irene meneguk coklat hangatnya sampai habis lalu membuang cupnya di tong sampah yang kebetulan mereka lewati.
"Wah..jam berapa sekarang?" Yeri melirik jam tangannya yang sudah menunjukan pukul 7 kurang lima menit." Kurasa kita harus lebih cepat, Ren."
Tidak mau terlambat sampai di kampus, Yeri dan Irene sengaja berlari cepat sekaligus berolahraga pagi sambil berharap perkuliahan mereka hari ini bisa berjalan dengan lancar.
"Hey, tunggu, sepatuku sangat licin."
*
Benar, perkuliahan sesiang ini berjalan dengan lancar. Irene yang mendapat nilai paling baik di mata kuliah praktek design tidak henti-hentinya mengulas senyum manis.
"Selamat ya...kau memang hebat," Yeri memberi selamat dan berjalan di samping Irene menuju gerbang kampus karena keduanya merasa sangat lapar dan berniat mencari makan siang terlebih dahulu sebelum kemudian pulang.
Tapi beberapa meter di depan mereka, seorang mahasiswi asing menghentikan langkah mereka.
"Bae Irene...bisakah kau ikut denganku, Nyonya Lee mencarimu dan ingin aku membawamu untuk menemuinya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hey, Playboy
FanfictionTinggal bersebelahan di tempat kost dengan seorang playboy itu, me-mu-a-kan! Mahasiswi jurusan Fashion Design berpenampilan biasa dan berkacamata tebal-Bae Irene-hidup dengan terus di bayang-bayangi segala sesuatu tentang lelaki tampan populer nan k...