CLARA
Satu bunyi bel dari ponsel di atas meja, LED-nya berkedip-kedip berganti warna menandakan ada pesan masuk. Clara masih sibuk mengeringkan rambutnya, tangan kirinya memegang hair dryer sementara tangan kanannya menggapai benda kecil berlayar lebar itu. Notifikasi pesan masuk di bbm dari karibnya. Gak sabaran amat sih?, gerutunya sembari tersenyum dan mengetikkan balasan.
Satu jam kemudian ia siap di lobi menunggu jemputannya. Chika, sang karib sekaligus penjemput Clara, mengomel panjang lebar begitu ia masuk ke mobilnya. Kebiasaan gadis itu masih sama sedari dulu: kelamaan di depan cermin.
"Heran ya aku sama kamu. Ada apanya sih cermin sampe luamaaaaaa banget? Udah macem Maleficent tau gak," Chika terus mengeluarkan jurus seribu-kalimat-dalam-satu-tarikan-nafas.
Clara hanya menanggapi dengan senyum tipis, memeriksa maskaranya lewat sun filter. "Non Bawel ngomelnya udah selesai belum?"
"Sama sekali belum! Nih," Chika membuat gerakan melingkar dengan tangan kirinya yang bebas, "uneg-unegnya masih segini! Dengerin sampe selesai!"
Memaklumi tabiat sahabatnya Clara hanya mengiyakan dengan pasrah. Terserah yang punya mobil aja lah. Sepanjang perjalanan itu si empunya mobil masih dan tetap menyerocos tanpa henti dengan Clara bagai pendengar setia radio. Perasaan Sogo gak sejauh hari ini deh, batinnya mulai bosan. Masuk jalan Adityawarman kemacetan dimulai dan sepertinya akan terus begitu sampai ke Tunjungan. Memang paling menyebalkan cuma bisa duduk diam diapit kepadatan jalan yang bahkan belum juga tengah hari.
Dari apartemennya di Mayjend Sungkono sampai Tunjungan Plaza (TP) satu setengah jam, rekor baru untuk kemacetan Surabaya. Hebat, standing ovation, please. Tahu begini langsung janji ketemu aja disini, pakai ojek juga beres. Dan untungnya Clara masih cukup waras memilih TP sebagai eksekusi mingguan mereka, bukan Galaxy Mall yang pasti bikin Chika naik haji saking lamanya dijalan.
Sebenarnya tujuan Clara cuma sekedar window shopping, nggak ada baju atau kosmetik yang harus dibeli. Tapi bukan Chika kalau ke mall pulang dengan tangan kosong. Haram hukumnya. Minimal, ada kantong Kate Spade menghiasi pergelangan tangannya. Dan entah kebetulan atau apa, outlet Furla kesayangannya sedang ada garage sale. Tidak perlu penjelasan panjang lebar, semua tahu tabiatnya.
Satu lantai di atas Furla, ada outlet Zara yang berbaik hati memberikan diskon up to 40%. Selected item, for sure. Sekali lagi Chika kalap dibuatnya. Sementara tumit Clara, jika saja bisa, menjerit-jerit minta berhenti silaturahmi dari satu outlet ke outlet yang lain. Dari satu brand ke brand sebelahnya. Persis lebaran aja nih, keluhnya tanpa bicara.
Resiko ke mall cuma window shopping, Clara bagai pesuruh Chika membawakan seluruh hasil jarahannya. Shopping bag aneka brand impor memenuhi dua tangannya. Ketika melewati outlet Victoria Secret dia ingat parfumnya hampir habis dan tanpa seizin Chika ia berbelok. Oke, sekalian yang satu set belinya, biar awet sekaligus bisa ganti parfum tiap hari.
"Astaga, say! Aku cariin kamu kemana-mana, lho. Eh, VS ada promo apa?"
Sang Nona Besar masuk outlet bernuansa hitam-pink itu sembari mencoba tester parfum di bagian depan. "Nggak ada promo, udah lewat deh," sahut Clara yang sudah memencet tombol mesin edc, memasukkan pin kartu kreditnya.
"Hmm, ya udah. Jajan aja yuk, pengen Fish & Co."
"Aduh, itu kan di TP1, Chik. Jauh lah. Ke atas aja gimana? Beli tako, wafel, apa kek".
"Masuk aja deh."
Masuk? Oh, masuk ya?
"Chik, sumpah belanjaanmu ini taruh mana dulu deh. Berat tauk! Bawa sendiri lah, Say", Clara akhirnya menjatuhkan seluruh kantong ditangannya dan memasang wajah sebal. Bunyinya cukup keras sampai ke telinga Chika yang sudah hampir sepuluh langkah darinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Re: Start!
General FictionClara, akuntan sebuah hotel yang menerima 'panggilan'. Alex, mahasiswa S2 yang patah hati dan melarikan diri dari kenyataan. Ferdinal, eksekutif muda dengan segala trauma di masa lalunya. Bertiga, mereka menjalin pertemanan dengan masalah dala...