MEI
Tahu rasanya kerja bareng orang gila? Soal itu, tanya aku. Karena bosku sudah dua minggu ini positif gila. Penyebabnya, apa lagi kalo bukan cewek. Dari awal aku nggak suka sama cewek taksiran si bos, dan sekarang dia depresi sendiri ditinggal ceweknya gitu aja tanpa pamit dan pertanda apapun. Satu sisi aku ikut merasakan, sisi lain setengah mati menahan diri cariin si kampret biang kerok kekacauan kantor. Sekedar hal sepele aja si bos nggak becus. Dua minggu, ratusan kali kepalanya terbentur pintu dan tembok. Sumpah, kalo death note ada beneran udah kutulis nama cewek sialan yang bikin sahabatku jadi segila hari ini. Pakai cara kematian paling konyol kalo perlu, dia harus merasakan gimana sumpeknya aku dan orang sekantor karena bosnya sinting dadakan.
Mungkin kalian penasaran, kayak apa sih kegilaan bos sekaligus sahabatku ini. Oke, contoh paling sering adalah dia maniak toilet. Awalnya kami semua nggak mempermasalahkan, nah udah mulai jadi masalah kalo hobinya tidur disana. Dia harus ditemani kemana-mana, atau kami akan menemukan dia di balik bilik toilet sedang meringkuk di sudutnya. Kadang tidur, kadang sekedar bertopang dagu. Melongo nggak jelas.
Jika ini dua bulan lalu, dia nggak akan begini. Selama dua tahun belakangan dia memang gila kerja, tapi itu jauh lebih baik dari sekarang. Serius, semua lebih memilih lembur tiap hari ketimbang mesti jadi baby sitternya. Dua bulan lalu dia berubah, jadi sosok yang aku kenal selama kuliah dulu. Dia mendadak alim lagi sepulangnya dari Jogja, setelah dua tahun kesasar di kasino. Kena pencerahan di jalan mungkin sampai tobat gitu. Tapi semuanya percuma, nggak ada gunanya. Sedikitpun sisa pencerahannya nggak ada. Orang hobi nongkrong di toilet.
Jujur, aku nggak pernah tega biarin dia pulang sendirian di rumah. Dengan kondisi begitu siapa yang nggak khawatir, dia nggak punya orangtua dan anak tunggal, semua keluarganya di Malang, aku doang kenalannya di Surabaya ini. Tapi aku masih punya kehidupan pribadi, ada orangtua dan adikku di rumah, rekan di kantor arsitektur si bos, juga calon istri yang belakangan ikut ribet nanyain Ferdi melulu. Dulu mereka tetanggaan, makanya kenal. Sampai aku putuskan untuk rundingan soal bos besar yang sinting ini bareng petinggi kantor; Roni dan Yvonne. Kami duduk di ruang rapat sambil minum kopi instan di mug masing-masing.
"Mei, Si Dodol tuh kenapa sebenarnya dua minggu ini?", Roni membuka percakapan, melempar sebungkus wafer vanila pada Yvonne secara estafet melewatiku.
"Iya, kita nggak bisa terus-terusan nge-cover Ferdinal gini kan? Sejarang apapun dia ngantor dua bulan ini, dia tetap yang punya kuasa. Apalagi belakangan kita dihajar proyek gede melulu hasil tangkapannya. Ya nggak bisa gini dong, Mei." Yvonne berkata sambil merobek bungkus wafer dan memasukkan isinya ke dalam mug kopi. Cara makan favoritnya.
"Mungkin kedengerannya sepele buat kalian," ujarku memainkan bolpoin hadiah dari Ferdi setahun lalu. Barang murahan yang udah bolak-balik aku beliin isi ulang karena nggak tega buang.
"Sepele apa?," sahut Roni. Dia udah masuk di bungkus keempat wafer. Kebiasaan buruknya kalo tiap rapat pasti disambi makan apapun. Alat tulis juga dimakan sama dia.
"Patah hati. Klasik kan?"
Tadinya aku pikir mereka bakal ngomel nggak jelas dan aku malah lebih siap menerima reaksi begitu, tapi nggak. Roni dan Yvonne mengheningkan cipta, ruangan sepi. Bunyi benturan mug kopiku aja berasa keras banget.
"Ferdinal diputusinkah? Sama cewek yang kamu nggak suka itu, Mei?", Yvonne melihatku dengan tatapan simpati.
"Kenapa nggak bilang sih? Kan kita mana tahu kalo si Dodol jadi mendadak goblok karena cewek. Tau gitu aku ajak cari kimcil, Mei."
Ah, iya. Aku lupa. Mereka ini kan duet maut kalo soal maksiat. Ferdi dua bulan lalu juga selalu main sama mereka sepulang kerja sampe teler di ranjang, kalo ada rapat pagi pasti lehernya nggak pernah sepi cupang. Diapain aja itu leher kok bisa merah-merah. Sesemangat itu apa purelnya kalo nyosor? Yaaa, itu udah lewat. Ferdi nggak pernah lagi hunting purel kalo malam, gantinya dia tahajud. Dan buat Roni juga Yvonne, kayaknya mereka merasa bertanggungjawab atas segala yang terjadi dua minggu terakhir. Aku bisa mencium bau Kowloon dan shangria kesukaan Ferdi. Yang bener aja bos.
KAMU SEDANG MEMBACA
Re: Start!
General FictionClara, akuntan sebuah hotel yang menerima 'panggilan'. Alex, mahasiswa S2 yang patah hati dan melarikan diri dari kenyataan. Ferdinal, eksekutif muda dengan segala trauma di masa lalunya. Bertiga, mereka menjalin pertemanan dengan masalah dala...