9

156 7 12
                                    

FERDINAL

Tangan kirinya merogoh saku celana, mengambil secarik kertas dan membacanya satu persatu sambil mengingat.

Menyapu, sudah.

Mengepel seluruh lantai dan dinding keramik, sudah.

Mengirim karpet ke laundry, sudah.

Merapikan isi lemari masjid, sudah.

Apa lagi yang belum?

Oh! Menguras bak penampungan air wudhu.

Segera ia mencari sepatu bot karet dan sikat lalu naik ke penampungan air tepat diatas tempat wudhu pria. Seringnya ini terlewat begitu saja oleh Ferdinal setelah agenda bersih-bersih selesai. Dan akhir-akhir ini yang sering juga ia lewatkan adalah kehadiran gadis aneh di pelataran masjid apartemen. Dia hanya berdiri, terkesan mengendap-endap, dan bahkan kadang sengaja memarkir mobilnya di area parkir masjid namun tidak turun.

Awalnya dia masa bodoh dan merasa tak punya urusan dengannya. Atau paling tidak urusan mereka selesai setelah gadis itu pergi disertai gerutuan untuknya. Tapi risih juga kalau diawasi setiap saat, seolah dia punya kesalahan besar dan aib yang siap diumbar kapanpun oleh si gadis aneh. Padahal kan kenal juga nggak. Dari posisinya, Ferdinal bisa dengan jelas melihat lawannya dibawah sedang berjalan menuju masjid namun tak menurunkan kewaspadaannya. Maunya apa sih nih cewek?

"Oi!," serunya masih dari dalam penampungan air.

Gadis itu terlonjak mendengar suara tanpa rupa. Merasa mungkin salah dengar ia melanjutkan langkah.

"Non, sholat dzuhur masih sejam lagi. Mau i'tikaf lu?"

Kali ini si gadis yakin telah mendengar suara dengan jelas dan ditujukan padanya. Kepalanya menoleh ke semua tempat yang ia rasa berpenghuni.

"Gua diatas."

Barulah ia melompat kaget saat mendapati Ferdinal bertopang dagu dari dalam bak beton yang berbatasan langsung dengan atap. "Ka, kamu ngapain disitu?," tanyanya dengan suara tercekat.

Serius aneh. Perempuan yang nggak tau terima kasih, sok benci, tapi kepo. Begitulah pikir Ferdinal masih menatap sosok berambut tergerai sepinggang dibawahnya. "Suka-suka gua mau dimana. Lagian itu omongan gua," jeda sejenak, lalu ia melanjutkan. "Lu udah sehat?"

Meski cukup jauh, bisa dia lihat mata gadis itu melebar. Dia lupa soal insiden kapan hari ya?

"Lu bisa ngomong kenapa gak jawab pertanyaan gua sih? Udah baikan belum lu? Hah?," kesabaran Ferdinal hampir habis menghadapi makhluk setengah bisu yang melotot kaget menatapnya seolah alien penghuni box culvert.

Sikat dalam genggamannya ia banting hingga bunyinya bergema keras, sepatu botnya dilepas dan ia meloncat turun bertelanjang kaki. Tangannya melambai memberi isyarat mengikuti dan duduk di teras. Lantai keramik yang bersih disebelahnya ditepuk ringan agar gadis yang seolah kakinya terpaku di lantai beton tersebut duduk disisinya. Lagi, tanpa ragu atau perlawanan gadis itu menurut.

"Lu ngapain kesini kalo gak sholat? Ini bukan kafe, noh didepan tuh kalo mau nongkrong sambil ngopi cantik," ujarnya ringan tanpa maksud apapun.

"Itu... Sebenarnya aku cuma mau berterima kasih soal yang waktu itu kamu tolong. Aku orangnya emang judes kalo nggak kenal baik. Maaf aku marah-marah kemarin dulu."

Sudut mata Ferdinal kearah sisi kanannya. Mencoba mencuri lihat barangkali dibawakan bingkisan atau apa, tapi nihil. Jadi, makasih doang?

"Udah? Gitu aja?," ucapan itu jelas bernada sindiran namun tak tertangkap lawan bicaranya.

Re: Start!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang