31

218 9 3
                                    

"Perasaan kerjamu dari kemarin baca komik terus? Ferdi! Dengar omonganku nggak?!"

Di tempatnya duduk Ferdinal tidak bergeming. Masa bodoh dengan omelan Alex, beralasan jetlag dia berhak bermalas-malasan ditengah kesibukan acara khitanan anak Nadia. Toh dia dan Alex di rumah kakeknya, bukan di tempat yang punya hajat.

"Gua baru selesai wisuda, langsung ke bandara. Melbourne - Surabaya sepuluh jam lebih, capek, Lex. Dari Surabaya masih empat jam lagi kesini. Pikirlah, dodol!"

Gerutuan yang bagi Alex tak beralasan itu disanggah. "Ya kan bukan berarti kamu bisa malas-malasan baca komik seharian. Bantu apa kek, mentang-mentang menang taruhan."

Ekor mata Ferdinal memperhatikan Alex dari atas kebawah lalu keatas lagi. Kostum AKB48 dari lagu Iiwake Maybe milik Atsuko Maeda dikenakan Alex sebagai hukuman karena kalah taruhan. Sebelum lulus dari kuliah masternya, Ferdinal secara iseng mengajak taruhan nilai siapa yang lebih rendah harus cosplay crossdressing, karakternya bebas. Alex menyanggupi, sangat optimis nilainya lebih tinggi dan dengan bangga akan memakai kostum Atsuko Maeda seharian jika kalah. Nyatanya dia kalah. Memang tak bisa dibandingkan, hanya saja Ferdinal mengulang predikatnya sebagai peraih nilai summa cumlaude sekali lagi saat meraih gelar masternya.

"Paha lu mulus juga ya? Dicukur?," ujarnya mengangkat rok bermotif merah kotak-kotak yang menggantung diatas paha Alex dan memperlihatkan celana pendek hitam dibaliknya.

"Sori, ya, kakiku emang mulus dari sananya tuh."

"Lu gila beneran deh. Nggak malu apa pakai beginian? Ini kawasan pesantren, Bro. Aurat lu itu!"

"Asal aku diam, yakin deh nggak ada yang tahu aku cowok. Orang udah cantik gini."

Iya juga sih. Wajah Alex kan dasarnya sudah manis, ditambah gingsul yang sedikit mencuat saat tersenyum dan wig sebahunya, hampir tak ada yang tahu jika pemakai kostum unik itu lelaki tulen. Hampir, karena hanya Ferdinal yang tahu. Dan Alex sangat tidak ingin identitasnya terbongkar oleh siapapun. Meski suka dengan kostum yang ia pakai, bukan berarti bangga telah memakainya. Bisa dicap kelainan dia.

"Nggak terasa ya, ternyata tiga tahun itu cepat. Kayak baru kapan hari kamu sama Clara antar aku ke Juanda kan?"

Ucapannya agak menggantung saat menyadari ada satu nama yang mungkin belum saatnya ia sebut. Ferdinal hanya tersenyum simpul ketika tahu Alex merasa tak enak padanya.

"Nggak masalah. Bilang aja. Lu sebut namanya berapa kalipun gua udah nggak masalah."

"Pernah dapat kabar apa gitu tiga tahun ini soal Clara? Aku nggak bisa berbuat banyak. Maaf, Ferdi."

"Fine. It's okay. Gua juga masih terus cari dia meskipun jujur aja, nggak tahu juga mesti nyari kemana. Udah tiga tahun dan gua hampir sama sekali nggak bisa nemuin apapun soal dia. Sempat, Chika gua hubungi dua hari setelahnya dan ternyata Clara udah resign. Seminggu sebelum kita bertengkar, bahkan. Dia juga udah nggak lagi kerja malam sekitar dua hari sebelumnya. Kalaupun dia ke hotel, cuma periksa program aja. Cek rutin. Terakhir dia ketemu pas pemberkatannya, siang waktu gua lunch meeting. Selebihnya nggak ada."

Alex duduk disamping Ferdinal, meminum air yang memang selalu tersaji di meja ruang tamu, dan bertopang dagu. Saat dia tahu Clara menghilang dari Ferdinal hanya seminggu setelah keberangkatannya ke Swiss, rasanya disana juga ikut bingung dan gelisah. Mengkhawatirkan dua sahabatnya di Surabaya tanpa bisa bertemu membuatnya frustrasi. Kalau bukan tesisnya bermasalah, dia pasti akan pulang saat itu juga.

Ferdinal, setelah kepergian Clara yang tanpa pamit dan kabar sama sekali memutuskan untuk kembali ke Melbourne. Di Surabaya pun percuma, dia hanya ingin lari sejauh mungkin dari kota itu. Persis saat kematian ayahnya, yang dibutuhkannya hanya tempat untuk bersembunyi dalam pelarian. Fokusnya hanya agar lulus dalam dua tahun tak peduli sesulit apapun. Sambil terus mencari jejak seseorang yang belum sempat ia utarakan maaf padanya.

Re: Start!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang