Dua Puluh Lima

5.1K 314 1
                                    


Author's POV

Ally duduk di atas bangku penonton bersama Joanne, menunggu kekasih mereka yang sedang latihan futbool seperti biasanya. Mereka berdua hanya duduk, melihat orang yang dicintai bisa tertawa lepas membuat Ally dan Joanne mengabaikan teriknya matahari.

Dari atas, mereka berdua sesekali tertawa mendengar ocehan Pelatih Westin yang selalu bilang jika neneknya tiga kali lebih hebat dari mereka semua. Bagi Pelatih Westin, tidak ada yang lebih hebat di dunia ini selain neneknya.

Ally menoleh ke seberang lapangan, tidak jauh berbeda dengan tim pemandu sorak yang dipimpin Clarke. Entah tidak diberi jatah semalam oleh Xander atau apa, Clarke dari tadi hanya memarahi anak buahnya yang tidak becus.

"Kau pikir melakukan itu sulit?" bentak Clarke sambil berkeliling memperhatikan teman – temannya yang sedang melakukan gerakan cheers. "Berenang sambil membawa barbel 100 kg, itu baru sulit!" tambahnya lagi.

Ally tertawa mendengar celotehan Clarke, memangnya ada orang yang berenang sambil membawa berbel seberat 100 kg. Hanya orang gila yang mau melakukan itu, dan dia pasti akan langsung masuk di buku rekor dunia.

"Aku penah bermain football, posisiku dulu adalah seorang pelempar." Suara seseorang yang sangat Ally kenal membuatnya mengalihkan pandangannya dari Clarke.

Mata Ally melotot melihat siapa yang sedang berbicara pada Pelatih Westin. Entah apa yang sedang direncanakan Theo kali ini, tapi Ally yakin dia memiliki maksud tertentu. Ally belum mau melepaskan pandangannya dari laki – laki itu.

Pelatih Westin terlihat sedang mengamati tubuh Theo dari atas sampai bawah, menimang – nimang cocok atau tidaknya Theo. "Lenganmu terlihat meyakinkan, pinjamlah pengaman." Kata Pelatih Westin. Theo mengangguk, dia berlari meninggalkan pelatih Westin, dan tak lama dia kembali dengan baju lengkap pengamannya, dan helm ditangannya.

Mark, Dave, dan Rick berhenti latihan begitu seseorang masuk dan bergabung bersama mereka dilapangan. Mereka bertiga saling tatap ketika melihat siapa yang baru saja bergabung bersama mereka.

"Apa yang dia lakukan disini?" tanya Mark.

Dave menaikkan bahunya, Rick menggeleng tidak tahu. "Ingin merebut perhatian Ally lagi?" ucap Mark, Dave langsung meninju lengan Mark dengan kencang, membuat Mark mengaduh sakit.

"Berbaris!" teriak Pelatih Westin dengan suaranya.

Mereka semua segera berbaris, membentuk menjadi dua kelompok. Kelompok pertama diisi oleh Mark dan kawan – kawan, sedangkan kelompok kedua diisi oleh Theo. Theo sudah bersiap – siap dengan posisinya.

"Blue 42 down!" teriak Mark yang sedang memegang bola rugby.

Kelompok Mark sudah bersiap – siap. "Set hike!" ucapnya yang langsung melempar bolanya melalui tengan – tengah kakinya yang terbuka lebar. Kelompok Mark segera berpencar sesuai dengan perintah Mark.

Bola berpindah ke tangan Rick, Rick mengecoh lawan yang ingin melabraknya. Rick terjatuh, tapi sebelum dia benar – benar terjatuh, bola sudah ada ditangan Dave. Dave berlari zig – zag guna mengecoh lawannya. Melihat Mark yang sudah ada diposisinya, Dave melemparkan bola itu pada Mark yang langsung ditangkapnya dengan mudah.

Mark berlari dengan sekuat tenaga, menuju garis akhir. Kelompok Mark bersorak heboh begitu Mark sudah berhasil menambah angka di kelompoknya. Mark dengan sombong langsung membanting bola itu ke bawah.

"Ulangi!" teriak Pelatih Westin dari pinggir lapangan.

Kedua kelompok itu kembali berbaris pada posisinya masing – masing. Mark kembali memegang bolanya. "Set!" teriak Mark. "Hike!"

Bola berpindah ke tangan salah satu pemain di kelompok Mark, pemain dengan nomor punggung 6. Pemain itu melempar bolanya, tapi tidak tepat sasaran, bola itu kini berpindah ke tangan Theo.

Dave berlari menghampiri Theo, berniat untuk menabrak dan menjatuhkannya. Dave yang hanya manusia biasa tentu akan kalah oleh Theo yang merupakan vampire, kekuatan mereka jelas berbeda jauh.

"Dave!" teriak Ally begitu melihat Dave yang terpental dan terseret beberapa langkah setelah menabrak Theo. Theo mengangkat kedua tangannya ke atas secara refleks.

Ally berlari dengan langkah lebar menghampiri Dave yang jatuh dengan posisi telentang, sebelum tadi sempat terguling – guling. Mark melepas helmnya dan berlari menghampiri Dave yang masih belum bangun. Semua tim futbool kompak berlari menghampiri Dave.

Ally yang sudah sampai duluan langsung duduk bersimpuh di dekat kepala Dave, Ally membuka helm Dave sebelum memangku Dave ke pahanya. Ally menepuk – nepuk pelan pipi Dave yang matanya terpejam.

"Dave! Bangun, Dave!" teriak Ally.

"Kau belum ingin mati kan, kawan?" ucap Mark, Ally langsung menatapnya dengan tajam.

Setelah lama Ally menepuk – nepuk pipi Dave tapi tak kunjung bangun, Ally menatap Theo dengan pandangan membunuhnya. Ally memejamkan matanya, tidak ingin matanya berganti warna di tempat ramai seperti ini.

Mata Dave mulai bergerak – gerak, tak lama mata biru itu terbuka, memandang Ally sambil tersenyum jahil. Dave bangkit dari posisi tidurannya memegang lengannya yang seperti habis dihantam godam.

"Kau mengkhawatirkanku, ya?" kata Dave lalu tersenyum.

"WOOOOOOOO!" ucap semua tim futbool, bahkan Mark melempar helm nya dengan kesal. Rick memukul kepala Dave dengan kencang.

Tatapan Ally yang tadinya terlihat khawatir berganti dengan tatapan datarnya. "Dasar bodoh!" maki Ally lalu memukul lengan Dave tepat dibagian yang sakit, Dave meringis mendapati lengannya yang tambah sakit.

Ally melangkah dengan langkah kesalnya, meninggalkan Dave yang terus berteriak memanggil namanya. Ally sengaja membiarkan panggilan Dave. Dia sudah benar – benar kesal dengannya, bisa – bisanya bercanda dalam keadaan seperti tadi.




***




pengetahuan aku tentang futbool nol banget, jadi maafin aku kalo ada kesalahan.

xoxoxo



Remember to

Vote

and

Comment

Frozen Vampire (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang