Dua Puluh Tujuh

4.6K 255 1
                                    


Author's POV

Theo dan Ally saat ini sedang mengemudi mobil milik Theo menuju rumah Dave. Hari ini Dave tidak masuk sekolah, karena Deviana tidak mengizinkannya. Dalam perjalanan pulang Ally terus bertanya tentang malaikat apa yang sedang merasuki tubuh Theo saat ini.

Tanpa dipaksa atau diminta olehnya, Theo meminta Ally untuk menemaninya meminta maaf atas kejadian kemarin yang menimpa Dave. Dan sepanjang perjalanan menuju rumah Dave, Ally memandang Theo dengan lekat, mencari tahu jika vampire yang ada bersamanya adalah vampire yang sama.

Sesekali Theo memandang Ally yang menatapnya dengan pandangan aneh, sebenarnya dia merasa risih dipandangi seperti itu tapi apa boleh buat, jarang sekali Theo ditatap Ally se-intens ini. Walaupun aneh, Theo merasakan jantungnya berdetak tidak karuan. Dan Theo yakin jika Ally pasti mendengarnya dengan jelas.

"Kau benar – benar Theo, kan?" tanya Ally setelah pandangannya beralih ke depan sebentar dan memandang Theo lagi.

Theo tertawa pelan, matanya masih fokus ke depan. Clarke dan Ally selalu melontarkan perkataan yang sama ketika bertemu dengannya. Mereka berdua benar – benar tidak percaya dengan perubahan Theo yang tiba – tiba.

"Aku ingin bertanya padamu," Ally mengubah posisi duduknya agar lebih nyaman, ia teringat sesuatu yang sudah lama ingin ia tanyakan padanya.

Theo bergumam. "Bagaimana kau bisa masuk ke rumah Dave waktu itu?"

Badan Ally tersentak ke depan begitu Theo menginjak pedal rem tiba – tiba. Ally menatap Theo tajam karena membuatnya kaget. "Maaf," Theo meringis lalu kembali menjalankan mobilnya.

Sambil kembali menyetir, Theo menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Sedangkan Ally masih menatap Theo, menunggu jawaban yang ditunggu – tunggu olehnya. Ally mengerutkan keningnya begitu menyadari jika mulut Theo komat – kamit.

"Jadi..."

***

Flashback on

Theo segera melesat meninggalkan acara api unggun yang diadakan di sekolahnya setelah melihat adegan panas di depan matanya, adegan yang benar – benar membuat hatinya memanas. Malam ini, Theo hanya ingin menuju rumah Dave, memberikan Ally sebuah ancaman sebagai peringatannya.

Tapi setelah sampai di depan gedung sekolah, Theo merutuki dirinya, bisa – bisanya dia lupa jika dia sama sekali tidak tahu dimana Dave tinggal. Theo beruntung karena dia menemukan seorang gadis yang baru saja datang dan ingin masuk ke dalam, jadi dia tidak perlu repot untuk kembali masuk ke dalam dan bertanya.

"Hai," sapa Theo pada gadis yang baru saja lewat di depannya. Sebelum gadis itu menjawab, Theo menarik tangannya, menatap mata biru milik gadis itu lekat – lekat.

"Apa kau tahu dimana rumah Dave si anak futbool?" Theo bertanya menggunakan hipnotisnya.

Gadis itu mengangguk, lalu menjawabnya. "Di jalan Blackwood, rumahnya tepat di dekat persimpangan, di depan rumahnya ada pohon yang tak lama ditebang." Gadis itu memberikan informasinya secara detail.

Theo mengangguk. "Terimakasih. Lupakan kejadian ini." Ucap Theo. Tepat setelah gadis itu mengerjapkan matanya, Theo sudah menghilang dari hadapannya. Dan gadis itu langsung masuk begitu saja ke dalam.

Theo melesat menuju tempat yang dimaksud oleh gadis yang tadi di hipnotisnya, sekarang dia tepat berdiri dihadapan rumah Dave. Persis seperti yang dikatakan oleh gadis itu, di depan rumahnya ada bekas pohon yang ditebang.

Theo terdiam memikirkan caranya bagaimana ia bisa masuk ke dalam, dia belum diundang masuk, dan dia tidak akan bisa masuk tanpa izin pemilik rumah. Theo menoleh ke belakang ketika dia mendengar suara motor yang berhenti di dekatnya.

Seorang pengantar pizza rupanya. Theo menghampiri pria yang juga berjalan kearahnya dengan dua box pizza ditangannya. "Untuk siapa pizza ini?" kali ini dia bertanya tanpa menggunakan hipnotisnya.

Pria itu membaca bon yang ditempelkan diatas box pizza pesanan. "Atas nama Deviana William." Dave tersenyum, dia tidak salah rumah.

Dave merogoh saku celananya, mengeluarkan beberapa lembar uang dan langsung memberikannya pada pengantar pizza. "Biar aku yang memberikannya, kau kembalilah ke tempat kerja." Theo menggunakan hipnotisnya, dan pria itu mengangguk lalu melangkah pergi meninggalkannya.

Dua box pizza di tangannya adalah tiket masuk ke rumah Dave. Theo melangkahkan kakinya menuju rumah Dave, tapi sebelumnya dia memakai hoodie yang ada di jaketnya terlebih dahulu.

Theo menekan bel yang ada di dekat pintu rumah Dave. Sudah beberapa kali dia menekannya, namun tidak mendapatkan jawabannya. Dia mencoba meraih kenop pintu, tapi sayangnya tidak berhasil. Tangannya seakan ada yang menahannya.

Theo bersikap biasa saja setelah dia mendengar suara langkah kaki mendekat. Dan tak lama pintu terbuka. "Sesuai yang kuharapkan." Ucap Deviana.

Theo membuka hoodie-nya. "Saturn Pizza," kata Theo. Dia menyodorkan pizza sambil tersenyum pada Deviana.

"Aku lupa bawa uangku," Deviana menepuk jidatnya pelan. "Aku ambil uangnya dulu. Masuklah." Tawar Deviana lalu meninggalkan Theo menuju kamarnya.

Theo tersenyum penuh kemenangan, tangannya melambai – lambai di depan pintu. Senyumnya bertambah lebar begitu dia berhasil masuk ke dalamnya, sesuatu yang menghalanginya untuk masuk menghilang begitu saja setelah mendapatkan izin.

Pintu kamar Deviana terbuka, dan dia muncul dengan membawa uang ditangannya. Deviana memberikan uangnya pada Theo, dan Theo menukarnya dengan box pizza. "Terimakasih." Ucap Deviana.

Theo tersenyum, "Semoga anda puas dengan pelayanan kami." Theo mengangguk pada Deviana.

Theo keluar dari rumah rumah Deviana, Deviana langsung menutup pintunya begitu Theo sudah benar – benar hilang dari pandangannya. "Tumben sekali tidak bawa motor." Gumamnya setelah dia menutup pintunya.

Tanpa Deviana ketahui, Theo berdiri di dekat pohon yang ada di seberang rumahnya. Tangannya menaikkan hoodie nya, lalu memasukkan kedua tangan ke saku celananya.Dia berdiri di sana, menunggu Dave datang dan tertidur di kamarnya, dan ia akan memulai rencananya.    






***





Remember to

Vote

and

Comment

Frozen Vampire (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang