Dua Puluh

7.3K 345 3
                                    


Ally's pov

Hubunganku dengan Dave semakin dekat. Tapi semakin dekat aku dengan Dave, semakin menyebalkan sifat Theo di sekolah. Tapi bukan Theo yang ingin kubahas kali ini, aku ingin membuang Theo dari pikiranku khusus malam ini.

Malam ini, aku harus menghindari kata 'T'. Karena aku dan Dave akan berkencan. Sial! Aku merasa gugup karena ini adalah kencan pertamaku dengannya. Walaupun aku merasa senang, tapi jujur saja jika aku tidak bisa menghilangkan kegugupanku ini.

Aku semakin panik ketika menyadari bahwa satu jam lagi Dave akan menjemputku dan mengajakku berkencan. Aku semakin panik karena tidak memiliki baju yang pantas untuk dipakai sebentar lagi. Sial!

Dengan terpaksa aku memanggil Clarke. Ralat, meneriaki namanya. "Clary!" teriakku dengan sekuat tenaga. Walaupun aku tahu jika aku hanya berbicara biasa saja dia pasti dengar.

"Apa?" Clarke muncul dengan tiba – tiba disebelahku. Wajahnya kesal.

"Bantu aku." Ucapku.

Clarke memutar matanya kesal. Bagaimana tidak kesal? Dari tadi dia menawariku dengan senang hati untuk mendandaniku. Tapi aku dengan kurang ajarnya malah mengusir Clarke berkali – kali dan tidak mau menerima tawarannya.

"Ayolah, Clary." Rayuku. Aku menggoyangkan lengannya seperti anak kecil yang meminta permen kapas pada Ibunya.

Clarke memutar matanya kesal sebelum akhirnya melesat dari hadapanku. Karena dia tahu aku tidak punya gaun yang pantas, aku yakin jika dia pasti menuju kamarnya, mengobrak – abrik lemari besarnya yang penuh dengan gaun. Tak lama dia mencarinya, Clarke muncul dengan lima gaun pilihan terbaiknya.

Clarke menyodorkan gaun yang berwarna kuning cerah seperti mentari pagi. "Terlalu kuning." Aku menggeleng. Clarke melemparnya sembarang arah.

Ia menyodorkan gaun kedua padaku. Gaun emas panjang yang dipenuhi manik – manik dan berkelap – kelip menambah kesan mewah pada gaun emas itu. Tapi aku tidak suka. "Terlalu ramai." Komentarku.

Clarke melemparnya ke dekat gaun kuning tadi. Mataku melotot pada gaun ketiga Clarke. Bagaimana tidak? Gaun itu pendek. Sudah pendek, kurang bahan, tembus pandang pula. Hanya bagian dada dan area intimku yang tidak tembus pandang. Punggungnya bahkan tidak ada bahannya, bolong begitu saja.

"Perempuan jaman sekarang berpakaian seperti seorang pelacur." Komentarku yang langsung membuat Clarke melempar gaunnya.

"Absolutely not!" Ucap Clarke sebelum aku menjawabnya lalu melempar gaunnya.

Aku tersenyum pada gaun terakhir yang dipegang oleh Clarke. Gaun berwarna biru dongker panjang, dengan model yang tidak terlalu ribet dan terkesan mewah. Ya. Pilihanku jatuh pada gaun cantik itu.

Aku menyambar gaun biru itu dari tangan Clarke tanpa repot – repot minta izin darinya, membawanya kabur ke kamar mandi. Aku buru – buru mengganti tank top dan hot pants ku dengan gaun milik Clarke.

"Coba saja kau berpakaian seperti itu setiap hari." Ucapnya setelah aku keluar dari kamar mandi dan sudah memakai gaunnya. Aku memutar mataku, malas mendengar ucapannya.

"Ayo, dandani aku. Sebentar lagi Dave datang." Aku menarik Clarke ke depan meja rias ku. Dengan manis, aku langsung duduk. Menunggunya untuk memolesku.

"Mau kau apa kan rambutmu?" tanya Clarke yang langsung menghampiriku. Dia menatapku dari cermin dihadapanku.

"Asal jangan kau buat rambutku jadi aneh." Clarke mendengus kesal.

Dia mengambil sisir lalu mulai menyisir rambutku. Merapikan helai demi helai. Bagian kanan rambutku ditarik ke depan, dan bagian kiri rambutku dibiarkan tergerai ke belakang. Clarke mulai mendandaniku senatural mungkin. Tanpa ada embel – embel menornya.

Frozen Vampire (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang