Menanti Dalam Suram

125 14 2
                                    

[Mon, August 22th 2016, 9:45 p

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[Mon, August 22th 2016, 9:45 p.m]

Lembayung awan seketika mengarak anak hujan untuk terus menguap menghasilkan rinai teletik hujan.
Saya di sini hanya mampu menyaksikan panorama itu; tentu saja dari kejauhan.
Seperti saat saya menyorotmu dengan pitam tajam,
ketika jemarimu mengisi kekosongan jemari tangan yang lainnya.

Saya kalah.
Saya akui, saya tak berdaya.

Ingin saya menanggalkan segala luka karena kebodohanmu.
Kau pilih orang yang salah. Bodoh.

Kali ini, saya memilih untuk pergi.
Tidak. Tidak pergi.
Hanya memandangmu dari sini.
Saat kau sudah tak bersamanya lagi,
cepatlah datang kemari.
Dan ambil hatiku kembali.

Namun ku masih menunggumu. Membuang setiap jam, menit, dan detiknya, hatiku tetap menunggu dirimu.

Namun, apakah engkau merasakannya?
Atau perasaanmu sudah mati?
Hingga engkau tidak merasakan semua yang kurasakan selama ini?

Aku tak percaya ada orang lain yang merasakan hal yang sama aku rasakan kepadamu.
Bahkan mampu mendorongku agar menjauh darimu.

Mungkin dengan sejenak tenang, aku dapat menenangkan pikiran, dan bisa mengatakannya saat bulan purnama tiba. Dari cahaya yang terang, akan mengantarkan pesanku, untukmu.

Banyak jalan telah aku gunakan untuk menyampaikan rindu dan perasaan ini padamu.
Mulai dari bulan purnama, bintang-bintang di langit malam,  matahari yang bersinarembun pagi yang sejuk hingga pada angin yang berhembus.

Berkali-kali aku mencoba percaya bahwa engkau bukan takdirku tetapi berkali-kali juga aku hati ini mematahkan kepercayaan itu.

Ingatlah saja, bahwa aku menunggumu di sini.

—Rizka Rosa, Firyal Nazhifa, Virgina Rizky, Erwin Hawadi, Gusti Andalan, Azizah.

rizkarosa | firyal_nazhifa | rad-ind | ErwinUtomo | GustiAndalan | azizahazeha

Siluet Kata KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang