Tentang Kabut Selepas Hujan

1.1K 9 2
                                    

[ Wed, November, 24th 2016, 06

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

[ Wed, November, 24th 2016, 06.48 am]

Kabut tak pernah semarah ini. Baru saja kemarin kita bercanda tentang hujan dan ia naik pitam. Menakutkan.

Bahkan fajar yang telah meninggi tak mampu menembus, hanya mengambang seperti lentera. Bumi menjadi begitu senyap sementara dingin mulai merayap pelan.

Masih adakah cinta saat ini,
Atau sudah terbakar?
Atau juga hilang?
Kita perlahan memudar,
Samar-samar.

Aku kira aku hampir mati,
Dikejar-kejar,
Terkoyak,
Sebab pikiranmu memburu,
Menembus keningku.

Tinggalkan aku,
Aku kehampaan dan kekosongan,
Sunyi dan senyap,
Aku gerhana, gelap dan kelam.
Lubang hitam dan ketiadaan.

Lalu kau merayap pelan
Jauh menjauh
Tak bersuara dan tak berasa
Bagai kabut yang perlahan datang tanpa tudung aling

Di bumi ini hanya ada aku, pikirku
Sebab kau pergi bagai kabut dan hilang sebabkan gelap.
Teriakku di tengah hutan.
Panggil namamu yang jadi gema.

Namun nyatanya hadirmu tak juga kudapat.
Meski sekeras apa aku berteriak hingga habis suara,
Meski sekuat apa aku membangun dirimu dalam bentuk maya; kamu hilang, tidak lagi ada.

Kini hujan datang lagi dengan wewangian pethicor yang dulu menemani canda kita,
Kita?
Rasanya terlalu naif jika aku menyebut aku dan kamu sebagai kita.

Nyatanya kita dan semua janji tentang kita hanya terpasung dalam aku; tidak kamu.
Ketenangan hujan kali ini menjadi suram berlalu.
Lalu perlahan hujan menghadirkan kabut yang nyatanya membuatku tersadar satu; semua tentang kamu hanya lelucon yang kamu umbar.

Ahmad Sulton G, Dwi Surya Ananda, Nabhilayas, Tamara Sarlita

AhmadSulton_G | dwisuryaananda | nabhilayas | tatamaraaa

Siluet Kata KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang