"Kaukira aku mau sakit?"
Setelah mengatakan itu, Hyunjung mendiamkanku sejak semalam.
Semalam Hyunjung pulang terlambat karena harus lembur. Sekitar hampir jam sebelas malam, ia baru sampai rumah. Bukan suatu hal yang baru, memang. Tapi ada yang berbeda dengan Hyunjung semalam.
Lebih banyak diam, hanya makan beberapa suap, setiap kuajak bicara selalu menyahut dengan gumaman, dan baru kutahu sebabnya setelah kulihat ia membuka kotak obat dan mengambil botol obat sakit kepala.
Terdengar hiperbola saat Hyunjung mengatakan jika kepalanya serasa mau meledak karena terlalu sakit, tapi aku percaya jika rasa sakitnya pasti sangat menyiksanya. Hyunjung tidak suka minum obat, sebenarnya, jadi pasti sudah sangat sakit sampai ia mau menelan pil pahit itu.
Salahku adalah, bukannya membiarkannya istirahat, aku malah menyinggung jam kerjanya yang melebihi batas. Jam kerjanya normal sampai jam tujuh, tapi semalam sampai jam sepuluh lebih. Kalau hanya sekali, aku tidak akan mempermasalahkannya. Ini entah sudah ke berapa kali.
Aku mengungkit janjinya saat kami di Oslo. Tentangnya yang berjanji akan menjaga kesehatan di tengah jam kerja yang padat, atau aku akan memaksanya mempertimbangkan pilihan berhenti bekerja.
Awalnya Hyunjung diam, tapi lama-lama dia malah mengatakan itu--kalimat terakhir sebelum mendiamkanku--dengan nada yang cukup tinggi, lalu ke kamar untuk istirahat.
Di atas tempat tidur, aku terduduk sembari memperhatikannya yang baru keluar dari kamar mandi. Rambutnya basah, tubuhnya dibalut pakaian santai yang biasa dikenakannya saat di rumah. Aku yakin mataku tidak salah lihat pada jam kecil di nakas samping tempat tidur, jika sekarang sudah jam sembilan pagi.
"Hyun," panggilku.
Tidak ada sahutan, hanya tolehan kepala dan fokus mata yang teralihkan padaku. Tangannya tidak berhenti mengusapkan handuk kering pada rambutnya. Masih tidak mau bicara padaku, rupanya.
"Kau terlambat bangun?"
Ekspresi berpikir nampak jelas di wajahnya, lalu kepalanya menggeleng.
"Tidak pergi bekerja?"
Tanpa berpikir seperti sebelumnya, kali ini ia langsung menggeleng.
"Kenapa?"
Tidak menjawab, Hyunjung malah menghampiriku, duduk di tepian tempat tidur, dan matanya menatap tepat pada mataku.
"Kenapa?" ulangku.
"Apa yang kaupikirkan?" Hyunjung malah balik bertanya. "Apa yang kaupikirkan sampai lupa rencana hari ini?"
"Rencana?" Aku malah bingung sendiri. "Rencana ap--" dan aku ingat rencana apa yang Hyunjung maksudkan.
"Kau benar-benar lupa?" Hyunjung bicara dengan nada seolah tak percaya.
"Kau yang membuatku lupa," ketusku kemudian. Aku merasa seperti sedang dikerjai.
Tapi matanya malah membulat. "Aku? Kenapa bisa aku?"
"Kupikir kau marah, tahu. Menyebalkan."
"Aku marah? Kenapa harus marah?" Hyunjung ikut-ikutan bingung. "Ah ..." nampaknya ia sudah tahu situasi. "Karena semalam? Oke, oke. Aku mengerti."
Aku dapat melihat dengan jelas senyum tipis bernada kegelian di bibirnya. Membuatku merasa seperti sedang diejek.
"Maaf karena aku membentakmu semalam, tapi--"
"Kau tidak membentakku." Aku meralat.
"Ya, apa pun itu. Tapi kepalaku benar-benar seperti mau meledak semalam. Kau mengoceh soal pekerjaan membuat kepalaku semakin pening."
"Tapi kau mendiamkanku, sejak semalam."
"Tenggorokanku sakit," katanya. Seketika aku menyadari memang ada yang berbeda dengan suaranya. Sedikit parau, menunjukkan jika ada masalah dengan tenggorokannya.
"Aigoo ...."
Aku mencubit kedua pipinya gemas, sesaat tidak peduli pada geramannya, sampai aku kembali ingat masalah tenggorokannya.
"Mandi sana! Nanti kita kesiangan."
"Kalau kau tidak enak badan, batalkan saja. Kau perlu istirahat."
"Tidak," tolaknya tegas. "Aku hanya mendapat cuti sehari, jangan membuat lemburku kemarin sia-sia."
"Kau lembur untuk ini?" Aku jadi ingin mengomel padanya sekarang. Omelan yang sama dengan yang semalam. "Haruskah aku mengingatkan tentang janjimu lagi soal jaga kesehatan?"
Hyunjung menangkupkan kedua telapak tangan, seperti akan meminta pengampunan. "Hanya sekali ini saja, Yoon. Ya? Kepalaku sudah membaik, suaraku juga akan membaik kalau aku minum teh herbal dari ibumu. Aku baik-baik saja. Sungguh. Hm?"
"Dasar keras kepala!"
Senyumnya mengembang, kedua tangannya yang tertangkup kembali diturunkan di atas pangkuannya. "Tapi kau suka, 'kan?" Ia malah menggodaku. Dasar!
"Sudah. Mandi sana! Kita ada janji dengen pihak developer jam sebelas dan makan siang dengan Ibu setelah itu. Aku tidak mau melewatkan makan siang dengan Ibu. Dujun dan Taehyung pasti akan datang kalau tahu Ibu masak besar. Makan mereka banyak sekali."
"Iya, iya, cerewet. Buatkan aku kopi, selagi aku mandi, ya?"
"Siap!"
***
KAMU SEDANG MEMBACA
YoonHyun [Yoongi x Hyunjung]
FanfictionDi awal musim gugur, kehidupan baru mereka resmi dimulai. Mereka tahu jika cinta saja tidak cukup dalam menjalani kehidupan setelah menikah. Namun mereka yakin, dengan cinta yang mereka miliki, mereka dapat melewati segala rintangan, seperti enam ta...