Credit Card Bill

6.8K 598 14
                                    

Ini rate 17+ ya...

***

"Aku pulang."

Suara Yoongi terdengar tepat saat aku mematikan kompor, sup kentang pesanan Yoongi baru saja matang. Tadi aku menghubungi Yoongi, menanyakan ia ingin makan malam apa. Dia bilang, sup kentang sepertinya enak di cuaca yang dingin seperti sekarang ini. Sepertinya Yoongi telah memperkirakan waktu pulangnya, supaya saat tiba, apa yang diinginkannya sudah tersedia.

Seperti biasa, Yoongi menghampiriku di dapur untuk memberikan kecupan singkat di pipi. Dia bilang, meski tidak bisa romantis, setidaknya ia ingin melakukan sesuatu yang sedikit manis supaya aku tidak terlalu mengagumi betapa romantisnya para pemeran utama pria dalam drama.

"Aku belum menyiapkan air hangat kalau kau mau mandi," kataku. Sampai saat ini, Yoongi belum pernah menyiapkan air hangatnya sendiri untuk mandi. Apalagi sekarang aku sudah tidak bekerja dan lebih banyak menghabiskan waktu di rumah.

"Aku baru mandi tadi sore sebelum ke Young." Yoongi mencium bau badannya sendiri. "Badanku juga tidak bau. Aku mau makan dulu saja."

Jaketnya ia lepas dan dilemparkan ke sofa ruang tengah. Mungkin karena dia mantan pemain basket, sehingga jaketnya bisa tepat tersampir di lengan sofa putih yang kami bawa dari rumah lama kami tersebut. Sasaran berikutnya adalah lemari pendingin. Ia mengambil air putih dan menuangkannya ke dalam gelas kaca yang bisa ia jangkau tanpa harus berpindah tempat.

"Lian jadi dibawa ke rumah ibumu?" tanya Yoongi sembari mengembalikan botol air putih ke dalam lemari pendingin.

"Ya. Ibu baru pulang dari Hongkong dan ada waktu luang sampai akhir pekan nanti. Sesekali ingin menghabiskan waktu dengan cucunya tidak masalah, 'kan? Sudah sebulan juga sejak Ibu datang ke sini dan melihat Lian."

"Tidak apa-apa. Aku tidak pernah melarangnya. Jahat sekali aku kalau menjauhkan Lian dari neneknya sendiri."

Kemudian Yoongi mengikutiku ke meja makan. Ia membantu membawakan dua mangkuk nasi yang sudah kusiapkan, sementara aku membawa semangkuk besar sup kentang yang masih panas.

"Ada apa Kihyun tadi tiba-tiba memintamu ke Young?"

Hari ini rencananya Yoongi ingin di rumah saja untuk istirahat. Kemarin ia sudah menghabiskan banyak waktu di basecamp untuk menyelesaikan lagu baru yang katanya untuk soundtrack salah satu drama di TV kabel. Baru tadi pagi Yoongi pulang karena sekalian menyelesaikan proses rekamannya.

"File rekamannya rusak dan harus rekaman ulang karena tidak bisa diselamatkan lagi. Untunglah bisa selesai dengan cepat dan tadi aku sampai membuat banyak salinan."

Aku hanya ber-oh ria lalu melanjutkan makan. Tidak banyak yang kami bicarakan selama makan, sebab Yoongi memang kurang suka jika mengobrol selama menyantap makanan. Hanya bertanya bagaimana dengan ASI Lian selama di rumah ibu, lalu Yoongi kembali diam setelah kujawab jika aku sudah menyiapkannya yang cukup sampai besok.

Selesai makan, Yoongi mengajakku menonton TV. Ia menunda waktu mandi karena merasa badannya belum bau, dan memintaku mencuci piringnya saat ia mandi nanti. Jam sepuluh begini, tayangan drama mendominasi hampir setiap saluran TV. Yoongi bergumam menyesal mengajakku menonton TV karena aku memilih drama yang pemeran utama prianya sangat tampan.

"Hyun."

"Hm?"

"Minggu lalu kau belanja apa?"

Aku spontan meringis, mataku pun melirik ke atas, tepat mengarah pada wajah Yoongi yang berada tepat di atas bahu kananku. Mata Yoongi masih manatap lurus pada layar TV, tapi aku tahu jika fokusnya sepenuhnya ada padaku.

"Em ... itu ... aku lihat sepatu yang bagus untuk Lian. Untukku juga, sih."

Aku mengaku. Penyakit lamaku kambuh. Tidak tahan saat sepatu edisi terbaru bertengger manis di etalase toko yang kebetulan kulewati minggu lalu. Saat itu aku ada janji bertemu dengan Nayoung untuk membicarakan bisnis yang ingin kami jalani bersama.

"Sampai tiga ratus ribu won sekali beli?"

Bibir kukerucutkan. Merasa sedang disudutkan, tapi tidak bisa memberontak karena merasa ada yang salah dengan diriku sendiri, juga dengan apa yang telah kulakukan. Sepertinya tagihan kartu kredit yang datang di kotak surat di lantai satu hari ini dibuka oleh Yoongi, sehingga ia bisa tahu apa saja yang kubeli dalam sebulan terakhir.

"Maaf."

"Kenapa minta maaf?"

"Aku tidak bisa menahan diri." Lalu aku mendesah. "Sepertinya aku memang harus menutup kartu kreditku saja, Yoon. Pakai kartumu yang satunya meski dengan limit kecil sepertinya tidak masalah. Toh, kalau belanja bulanan selalu cash atau kartu debit."

"Yakin?"

"Harus yakin. Nanti kalau ada sesuatu yang menarik untuk dibeli, aku tinggal merayumu supaya dibelikan."

Tawa ringannya menggema pelan di telingaku, diiringi kecupan tiga kali di puncak kepalaku. "Seperti bisa merayu saja," katanya. "Jadi perempuan nakal sebentar saja, kau harus kupancing dulu. Mau merayu apa?"

"Menantangku? Mau beri apa jika aku bisa merayumu?"

"Em ... apa, ya? Kuganti semua tagihan kartu kreditmu bulan lalu?"

"Serius?"

"Serius. Tapi rayu aku sampai hatiku berbunga-bunga, sampai aku terbang begitu tingginya. Bagaimana?"

"Call."

Tagihanku bulan lalu--sepatuku dan Lian termasuk di dalamnya--lumayan membengkak karena banyak yang aku beli. Hadiah untuk Jimin yang ulang tahun bulan lalu juga memakan cukup banyak biaya. Rekeningku akan kembali membaik dan akan membantu rencana bisnisku dengan Nayoung yang rencananya mulai berjalan bulan depan.

"Em ... rayu apa, ya? Ah! Kau jadi berkali-kali lipat lebih tampan setelah memangkas rambut sampingmu. Park Bogum dan Lee Junki tidak ada apa-apanya dibanding kau."

Yoongi mencibir, tanda aku gagal di percobaan pertama. "Aku tahu jika aku tampan. Segitu saja? Tagihanmu satu juta won lebih, Hyun. Jangan merayuku seperti itu. Tidak sepadan sama sekali."

Aku berpikir keras. Penggantian tagihan itu harus kudapatkan, tapi aku tidak mungkin mengeluarkan kata-kata super cheesy. Kami berdua sama-sama tidak menyukainya. Bukannya berhasil, Yoongi malah akan menasehatiku panjang lebar soal aku yang tidak boleh boros untuk sesuatu yang tidak penting.

Seperti sudah bosan menunggu, Yoongi meraih remote dan mengganti saluran TV untuk menonton tayangan talk show tidak tahu nama programnya apa. Aku masih terus berpikir dan menemukan sesuatu yang sepertinya akan berhasil saat Yoongi kembali mengganti saluran, kembali ke drama yang kami tonton sebelumnya.

"Hei! Apa yang kaulakukan?" tanya Yoongi terkejut atas apa yang kulakukan tiba-tiba.

Mau tahu apa yang kulakukan? Membuka gesper, pengait, dan resleting celananya.

"Merayumu. Apa lagi?" kataku seraya melempar senyum jahil untuknya. "Kujamin, Yoon. Kau akan terbang sangat tinggi sampai lupa bagaimana kembali ke daratan."

Selanjutnya, Yoongi mendesis tertahan kala tanganku menyentuh apa yang tersembunyi di balik celananya. Yoongi tidak melakukan apapun selain menerima apa yang kulakukan pada adik kecilnya. Baru setelah aku selesai di pelepasan pertamanya, Yoongi membawaku naik dan mencium bibirku cukup beringas.

Sepertinya Yoongi tidak akan mandi malam ini dan cucian piring itu baru akan kujamah esok pagi.

***

Miss them? I miss them so much. Rasanya lama bgt gak bikin moment mrk. Liannya dititipin dulu biar mereka punya waktu berduaan.

Hadiah kecil buat Daesang pertama Bangtan *terharu bgt ini ceritanya*

YoonHyun [Yoongi x Hyunjung]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang