Selamat Tinggal XXIII

102 9 0
                                    


Selamat Tinggal

XXIII

Mereka berjalan semakin jauh dan semakin dalam. Suara ombak tidak terdengar. Mungkin mereka telah berjalan sekitar 5 Kilometer dari Laut.

"Apakah ini jalan yang benar Riyu?" Tanya Ren.

Tidak ada jawaban di sana. Ren membalikan badan ternyata Riyu dan Lisa sudah tidak ada di belakangnya. Ren khawatir dan kembali mencari mereka sampai akhirnya di bawah pohon yang besar Ren melihat Riyu sedang berusaha membangunkan Lisa.

"Riyu ada apa?"

"Mungkin Lisa kelelahan, dia tiba-tiba pingsan."

Ren mengecek detak jantung Lisa dan benar, Lisa hanya pingsan.

"Syukurlah." Ren menghela nafas.

"Dorrr...."

Sebuah peluru di tembakan ke kaki Ren.

"Aaaaaaaaa ..." Ren berteriak. Ren membalikan badan, di sana Riyu sedang menodongkan senjatanya kearah Ren.

"Ada apa Riyu, Kenapa kamu melakukan ini?"

"Haha aku pun tidak tahu Ren, aku tidak tahu apa yang sedang aku lakukan dan apa yang akan terjadi setelah ini."

"Bukankah kita sahabat?"

"Ya benar Ren kita sahabat dan aku sama sekali tidak membencimu." Riyu mengatakannya dengan di ikuti air mata. Dia menangis.

"Lalu untuk apa kamu melakukan ini Riyu?"

"Kamu tahu Ren. Ibuku selalu menuruti apapun keinginanku. Aku selalu ingin membahagiakannya, hingga saat kita berencana untuk pergi. Kamu ingat Ren, bukankah ibuku mengajakku ke kamarnya untuk mengatakan hal penting. Dan aku mengatakan padamu bahwa aku di perintahkan untuk mengunjungi suatu tempat. Kamu tahu itu semua bohong!"

"Kenapa Riyu? Kenapa?" Ren merintih kesakitan.

"Ibuku mengatakan padaku penyebab matinya ayahku. Itu adalah ayahmu. Ayahku adalah pemimpin pemberontakan pertama yang tewas karena ayahmu. Setelah menceritakan itu, ibuku memerintahkanku untuk melenyapkanmu. Membalaskan dendam ayahku padamu."

"Itu semua sudah berlalu Riyu. Bahkan aku tidak tahu itu. Aku mohon sadarlah Riyu."

"Tidak Ren. Ini adalah permintaan terakhir ibuku. Dia mengatakannya dengan air mata yang berlinang di wajahnya. Maafkan aku sahabat terbaik ku."

"Tunggu Riyu."

"Jangan khawatirkan Eriana. Dia mengatakan bahwa dia membencimu. Dan dia pun mengatakan bahwa dia mencintaiku. Jadi kamu tidak usah mengkhawatirkannya."

Ren menangis mendengar itu. Dan dia berkata "Bahagiakanlah Eriana, dan bunuhlah aku. Tapi tolonglah Lisa."

"Tenanglah Ren. Mungkin kamu butuh teman untuk kematianmu. Lisa bukan kelelahan, akulah yang memukulnya hingga pingsan. Dia menyukaimu Ren, Eriana yang mengatakannya padaku. Setelah melihat jasadmu, aku yakin dia akan menunggumu sampai mati disini. "dorrrr..." sebuah peluru menembus dada Ren. Ren tergeletak.

Riyu berlari menuju kapal namun sebelum itu dia mencari seekor beruang. Dia membuat seekor beruang mencabik lengannya lalu membunuh beruang itu. Riyu berlari menuju kapal dia berteriak. "Eriana, Nyalakan kapalnya."

Eriana menyalakan kapalnya, Riyu pun naik ke kapal itu.

"Riyu ada apa denganmu? Kamu terluka cukup parah."

Riyu menangis.

"Maafkan aku Eriana, aku tidak bisa menyelamatkan Lisa dan Ren. Ayo kita pergi dari pulau ini."

"Apaaa! Maksudmu?"

"Ya Lisa dan Ren Tewas di serang sekelompok beruang. Luka yang aku dapatkan ini hasil perlawananku pada beruang itu. Dan aku berhasil melarikan diri. Aku sungguh minta maaf, Eriana."

Eriana Menangis histeris setelah mendengarnya, mereka melanjutkan perjalanan pulang. Perjalanan pulang Eriana kali ini di temani rasa sakit yang amat dalam atas kepergian Lisa dan Ren.

{{{

Disisi lain Lisa tersadar. Lisa yang masih sedikit pusing melihat sekeliling tidak ada apapun di sana. Saat dia menggunakan tangannya untuk membantunya berdiri, Lisa memegang sesuatu yang basah. Matanya masih tidak dapat melihat jelas, sampai saatnya tiba penglihatannya kembali normal dia berteriak histeris melihat darah yang keluar dari tubuh Ren.

"Tidaaaaak, Ren Ren bangunlah Ren. Ini bohong kan? Ren bangunlah!" Ren tidak menjawab namun Ren masih bernafas.

Dengan sisa tenaga yang ada. Lisa mencoba membawa Ren. Dia tidak tahu arah namun dia bertujuan meminta bantuan. Lisa terus berjalan membawa beban tubuh Ren yang tidak ringan hingga akhirnya Lisa pingsan karena terlalu lelah di samping sungai. Tubuh Ren yang mengeluarkan darah membuat air sungai itu memerah.

Saat Lisa tersadar dia melihat Luka Ren sedang di obati oleh lelaki paruh baya.

"Hey pak, siapakah anda?" Tanya Lisa.

"Tenanglah aku bukan musuh. Aku harus segera mengobatinya jika tidak dia bisa mati." Lelaki itu mengobati Ren. Entah kenapa lelaki itu meneteskan air matanya.

"Aku bodoh. Aku tidak menjaganya." Kata yang terucap dari lelaki itu.

"Kenapa? Kenapa anda mengatakan bahwa anda ini bodoh pak?"

"Dia adalah anak dari Eliza. Dia adalah putraku."

"Jjjjajangan bilang. Mungkinkah anda baginda Raja Elium?"

"Ya, benar. Aku tinggal di pulau ini sendirian karena aku yakin suatu saat Ren ataupun Eliza akan kembali mengunjungi pulau ini. Dan keajaiban itu benar-benar terjadi."

"Jadi anda tidak gugur di medan perang sepeti yang sering ibuku ceritakan?"

"Ya, semua orang menganggap aku telah lama mati. Namun sebenarnya saat Eliza meninggalkan pulau ini, aku hanyalah kritis. Dan aku terselamatkan karena aku tahu banyak tanaman yang bisa di jadikan obat. Eliza sendiri yang memberitahukan hal itu."

"Mungkin jika Ren sadar nanti, dia akan sangat senang."

"Tidak tidak, aku tidak ingin menemuinya. Jika aku menemuinya sekarang dia pasti akan membawaku pergi menemui ibunya. Aku tidak ingin meninggalkan pulau ini."

"Bukankah Ren-lah alasanmu untuk hidup?"

"Benar Nak, namun aku memiliki alasan lain. Berikan saja ini pada Ren saat kalian sampai di sana. Katakan padanya untuk menunjukannya pada Ibunya." Elium memberikan sebuah kalung pada Lisa.

"Baiklah. Bagaimana keadaan Ren?"

"Mungkin beberapa minggu dia akan sadar dan pulih. Sementara itu kamu tinggallah disini. Tentu aku pun akan disini. Karena inilah tempat pertemuan ku dengan Eliza. Di sini di bawah pohon ini. Sayangnya pohon ini tidak lagi berbunga."

"Ibuku mengatakan lambang dari kerajaan Adyl adalah sebuah pohon Bunga Rembulan. Inikah pohonnya?"

"Ya inilah pohonnya."

"Pohon ini memiliki daun yang sama dengan pohon yang di tanam Ren saat dia kecil."

"Benarkah. Jadi Ren yang menanamnya. Aku sangat senang, karena aku-lah yang memerintahkan salah satu rakyat Adyl yang pergi ke sana untuk menanam bibit dari pohon ini."

"Namun pohon itu belum pernah berbunga. Mungkin suatu saat pohon itu akan berbunga indah seperti dulu. Ibuku selalu menceritakan keindahan dari pohon ini."

"Siapakah nama ibumu Nak?"

"Namanya adalah ..."

"Jika kamu sampai di rumahmu nanti, ucapkan salam dariku untuknya."

"Dengan senang hati."ki����@,p

BUALANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang