Perasaan ini... apa yang kurasakan pada Blake, bukan sesuatu yang pernah kurasakan sebelumnya. Blake sudah melepaskan pelukannya dariku, suara ringtone blackberrynya mengalihkan perhatian kami. Wajahnya kembali cemberut ketika melihat caller id di layar blackberrynya.
“Aku akan pergi beberapa menit lagi.” Hanya satu kalimat saja sebelum Ia memutuskan sambungannya, aku berusaha menebak siapa yang barusan meneleponnya.
“Ibuku sudah menungguku.” Blake menjawab pertanyaan dalam pikiranku. Ia berbicara pada ibunya dengan sangat formal, pikirku sambil mengerutkan kening.
“Well, sebaiknya kau pergi sekarang.”
“Aku tidak akan meninggalkanmu sendirian, Isabelle.” Ia menjawabku dengan cemberutnya.
“Aku baik-baik saja, Blake. Aku bahkan sudah tidak memakai infus lagi.” Balasku sambil mengangkat tanganku yang sebelumnya dipasang infus lalu tersenyum padanya. Sesaat Ia terlihat ragu-ragu lalu menggeleng padaku.
“Aku akan pergi setelah Bessie datang.” Jawabnya dengan keras kepala. Ia duduk di sofa lalu mengetik sesuatu di blackberrynya.
Aku menghela nafas panjang, Blake Leighton bukan orang yang mudah dipengaruhi. “Aku tidak tahu banyak tentangmu.” Gumamku dengan sangat pelan. Blake mendongak, mengalihkan perhatiannya dari blackberry di tangannya.
“Apa yang ingin kau ketahui, Isabelle?” Ia menyebut namaku dengan lambat, salah satu sudut mulutnya ditarik keatas. Aku tersenyum melihat moodnya tiba-tiba membaik.
“Well, hanya informasi dasar... yang tidak ada di internet.”
“Kau mencari informasi tentangku di internet?” Ia menatapku sambil mengerutkan kedua alisnya. Pipiku memerah seketika, “Well, bosku sangat misterius...”
Ia tertawa kecil lalu meletakkan blackberrynya di meja, “Jadi, apa yang ingin Miss Phillips ketahui?” tanyanya dengan nada pura-pura formal, senyumannya masih menghiasi wajahnya.
Aku tersenyum padanya, “Semua informasi yang tidak aku ketahui, Sir.”
“Well, kau tahu tanggal lahirku?”
Aku menggeleng padanya. Ia tersenyum lagi, kali ini senyumnya sedikit malu. “12 Desember.”
“Aku lahir di Seattle, tidak memiliki saudara kandung, dan Ibuku masih tinggal di Seattle...” Ia terdiam sejenak, “James adalah orang terdekatku, hampir seperti saudara kandungku. Aku yang membuat mereka bertemu... James dan Bessie.” Katanya dengan ekspresi bangga.
“Jadi... Beatrice juga Valerina?” tanyaku padanya. Blake menggeleng, “Ia seorang Guard, dan James adalah Valerina. Mereka pasangan Fenity.”
“Bagaimana denganmu?” tanpa kusadari tanganku memilin ujung selimut, kebiasaan yang kudapat saat aku sedang gugup. “Kau tidak mempunyai Fenity?” tambahku.
“Aku tidak akan pernah mempunyai Fenity, Isabelle. Aku bukan Valerina sepenuhnya.” Jawabnya dengan lembut, senyum di wajahnya mulai pudar. “Tapi tanda ini...” Ia menyentuh dadanya dengan telapak tangan kanannya, “Tanda ini permanen, Mate memiliki kekuatan di atas Fenity, Isabelle.”
“Aku ingin melihatnya.” Gumamku padanya. Ia menatapku sejenak sebelum akhirnya mengangguk. Blake berdiri dari sofanya, kedua tangannya melepas dasinya lalu badannya membeku. Satu detik kemudian pintu kamar terbuka, “Blake, aku harus kembali ke rumah sakit satu jam lagi.” Beatrice masuk ke dalam dengan ekspresi setengah kesal, dari belakangnya James mengikutinya. Lalu pandanganku kembali pada Blake, Ia sedang mengenakan dasinya kembali. “Thanks, Bess.” Gumamnya.