Chapter 21.5
Jack menempelkan handphonenya ke telinganya, tubuhnya masih menindihku membuatku sedikit tercekik dengan bau manis yang intens.
“Aku ingin melihat mayatnya, Blake.” Jack menatap ke arah rumah orangtuaku lalu tersenyum.
“Aku akan memberitahumu lokasinya sebentar lagi.” Gumamnya sambil memutus sambungan teleponnya lalu memasukan handphonenya ke saku jasnya. Jack menarik pergelangan tanganku saat Ia berdiri, membuatku ikut berdiri.
“Leon, kau bisa keluar sekarang.” Jack menarikku berjalan menjauh dari arah rumah orangtuaku. Sebuah bayangan bergerak dari pepohonan di samping jalan, lalu seseorang keluar dari dalam kegelapan pepohonan. Pria itu tersenyum sinis pada Jack, tulang pipinya yang tinggi membuat wajahnya makin sinis. Ia mengenakan pakaian serba hitam, rambutnya juga berwarna hitam seperti Jack. Lalu kedua mata merah gelapnya menatapku dan Jack bergantian.
“Kukira Ia akan melawan lebih keras.”
“Dua slayer? Kalian akan mengeroyok Blake?” tanyaku dengan nada datar. Jack mencengkeram pergelangan tanganku yang lecet karena gesekan tali yang mengikatku sebelumnya, kukunya yang tajam menusuk kulitku. Tapi aku tidak merasakan sakit sama sekali, bahkan sakit di seluruh tubuhku sudah menghilang. Aku tidak bisa merasakan apa-apa.
“Aku tidak bisa menemukan slayer yang bersedia menyerang Valerina, hanya Leon satu-satunya, yang lainnya terlalu pengecut.” Bisiknya di telingaku. “Tapi aku menemukan banyak Gultor yang bersedia bekerja sama…”
Aku menatap ke arah pepohonan dan sekitarnya mencari Gultor yang dimaksud oleh Jack, tapi aku tidak bisa menemukannya. Aku juga tidak mencium bau khas Gultor yang biasanya.
“Kau bahkan belum bisa mendeteksi Gultor.” Gumam Jack dengan nada kecewa.
Laki-laki bernama Leon itu mendekat ke arah kami, Ia menatapku lekat-lekat sambil menelengkan kepalanya. “Kau yakin ini adalah matenya? Ia terlalu cantik untuk Blake.”
Jack tidak menanggapinya, Ia hanya menatap ke arah rumah orangtuaku. “Pegangi dia. Aku akan membunuhmu jika kau melepaskannya.” Tangan Jack digantikan oleh sebuah tangan dingin yang sekarang mencengkeram pergelangan tanganku kuat-kuat.
“Jika kau membunuhku lalu siapa yang akan membantumu, Seth?” tanya laki-laki di belakangku sambil tertawa kecil. “Lagipula untuk apa kau mengejar Ibunya? Jika aku menjadi dirimu, aku tidak akan mau repot-repot melakukannya.”
“Putrinya sudah cukup cantik untukku.” Bibirnya menempel di telingaku saat mengatakannya, dengan jijik aku menarik kepalaku menjauhinya. Walaupun Ia tidak setinggi Blake, tapi Ia tetap lebih tinggi dariku. Bau parfum menusuknya dan bau manis bercampur menjadi satu, membuatku ingin muntah.
“Diam, Leon.” Jack memunggungi kami, Ia menyisir rambutnya sekali dengan tangannya lalu mengeluarkan handphonenya lagi dari saku jasnya. Penampilan Jack saat ini benar-benar jauh lebih berantakan daripada tadi pagi. Ia tidak memakai dasinya lagi, beberapa kancing kemeja teratasnya sudah menghilang, kulitnya yang pucat terlihat dari balik kemejanya.
“Blake… Aku berada seratus lima puluh meter dari tempatmu. Bawa mayatnya sekarang.” Suara Jack memecah keheningan malam. Lalu Ia berbalik padaku dengan ekspresi tenangnya.
“Malam ini, Isabelle, semuanya akan berakhir malam ini.”
Dari kejauhan aku bisa melihat empat siluet yang berjalan ke arah kami, salah satunya setengah berlari. Ekspresi Jack mengeras saat melihatnya.