Chapter 9
“Kau… ingin bertemu Ibuku.” Ulangku tanpa nada bertanya, kusandarkan punggungku di sofa. Seumur hidupku, aku belum pernah mengenalkan pacarku pada kedua orangtuaku. Mengenalkan pacarku pada orangtuaku terdengar sangat serius bagiku, dan aku baru berumur dua puluh tahun, bukan umur yang sesuai untuk melakukan hal-hal yang serius seperti ini. “Kau… yakin?”
“Ibumu adalah Valerina, Isabelle. Cepat atau lambat Ia akan mengetahui tentang hubungan kita. Tidak ada alasan untuk menutupinya.” Kata Blake dengan wajah serius, bukan wajah bisnis-seriusnya yang biasanya tapi wajah serius-serius. Sesaat Ia membuatku sedikit panik.
“Dan aku akan bertemu Ibumu juga?”
Aku menangkap perubahan ekspresinya yang hanya muncul sepersekian detik; panik. Aku sedikit terkejut Blake sendiri merasa panik jika aku bertemu Ibunya. Mungkin Ibunya sama seperti Mum, tipikal orangtua protektif. Membayangkan bertemu dengan Ibu Blake membuatku nervous, bagaimana jika aku tidak seperti yang dibayangkan olehnya? Di bawah rata-rata. Bagaimana jika Ia berpikir aku tidak cocok untuk Blake? Perutku terasa mual membayangkannya.
“Ibuku… kita bisa bertemu dengannya kapan saja. Kurasa.” Kata Blake, suaranya terdengar tidak yakin. “Kita bertemu dengan Ibumu dulu.” Tambahnya.
“Mereka akan mengunjungiku minggu depan. Kita berempat bisa makan siang bersama.” Usulku, walaupun persiapan seminggu terlalu cepat bagiku, tapi… semakin cepat berlalu semakin baik kan?
“Kurasa lebih baik kita yang mengunjungi orang tuamu, Isabelle.”
Apa bedanya? Seperti biasa Blake tidak menyediakan ruangan untuk berargumen, jika Ia menginginkan untuk mengunjungi orangtuaku di Georgia maka Ia akan melakukannya seperti yang Ia inginkan. Seperti kataku tadi, tidak ada gunanya berargumen dengan Blake Leighton. “Kapan?” tanyaku padanya.
Blake menelengkan kepalanya sedikit, “Tanggal 20, hari Sabtu. Aku harus mengurus beberapa hal di kantor, mungkin aku akan pergi selama beberapa hari.”
Tanggal 20… berarti dua minggu dari sekarang. Kurasa lebih baik daripada seminggu dari sekarang. “Perjalanan bisnis? Apa aku harus mengikutinya?” Aku benar-benar hampir melupakan pekerjaanku sebagai Personal Assistantnya, Blake mengurus semuanya sendiri selama beberapa hari ini. Aku merasa bersalah padanya.
“Aku akan pergi bersama Dave, aku harus meninggalkanmu disini untuk mengurus semua file yang masuk, Isabelle.”
“Okay. Aku mengabaikan pekerjaanku beberapa hari ini. Sorry, Boss.” Kataku dengan meringis. Blake mengangkat kedua bahunya, “Aku pernah melakukan semuanya sendirian sebelumnya, mengatur jadwalku sendiri bukan hal yang sulit.”
“Lalu kenapa kau memintaku untuk bekerja padamu? Padahal kau tahu saat itu seharusnya aku magang di divisi marketing.” Tanyaku dengan sedikit cemberut.
“Kau tahu alasannya, Isabelle.” Jawabnya sambil setengah tersenyum, “Dan itu adalah keputusan terbaik yang pernah kubuat.”
Aku terpana melihat wajah Blake saat mengatakannya, senyumnya begitu lembut hingga membuat hatiku terasa sakit. Ekspresinya mengatakan seakan-akan aku adalah hal terbaik yang pernah terjadi padanya. Perasaan menyesakkan itu datang lagi, sesaat membuat susah bernafas. Kami berpandangan selama beberapa saat hingga aku memecahkan kesunyian, “Aku ingin melihatnya…” kataku padanya, “Tanda mate itu.”